Chapter 3

5K 341 7
                                        

Mereka tiba di sebuah gedung pusat grosiran yang ramai sekali. Juju masih berjalan memimpin di depan, seperti seorang guide tour yang sedang menemani turisnya. 

"Gila, belum sampai juga. Ini kita mau ke lantai tigah puluh?" keluh Ika dengan langkahnya yang mulai gontai. Mendengar itu Juju hanya tersenyum. Siapa suruh ikut? Kamu kira kita mau tamasya?

"Sebentar lagi kok. Dua lantai lagi," balas Juju menyemangati.

Begitu sampai di lantai delapan, mereka memasuki sebuah toko untuk perlengkapan sekolah. Salah satu pegawai toko yang mengenali Juju dan Gareth langsung menyambutnya dengan senyum semringah.

 "Halo Mbak Juju, Mas Gareth."

"Sudah siap barangnya, Dud?" tanya Juju ke pria yang dipanggil Dudi itu. 

"Sudah Mbak. Tinggal Mbak Juju cek lagi." 

Juju mengeluarkan selembar kertas dari tasnya lalu menoleh ke Gareth. "G, kamu bantu aku cek ukuran, ya." Pengecekan yang sebenarnya tidak diperlukan tapi Juju ingin memberikan pelajaran ke lelaki itu.

Pelajaran? Pelajaran apa? Pelajaran matematika? Hadeh, ada-ada saja. Dia kan berhak bawa siapa saja. Jangan  marah dong. Hah?! Siapa yang marah?! Amit-amit gua marah sama kadal playboy cap kerupuk teri binti asin burikan!! 

"Arggh!" 

Gareth dan Ika menoleh.

"Kenapa?" tanya Gareth melihat Juju yang tiba-tiba bertingkah seperti seseorang yang mengalami gejala skizofrenia.

"Aku yang bacain ukurannya, kamu yang cek bajunya!" perintahnya dengan jari telunjuk  mengarah ke lelaki itu. Seperti sedang kerasukan, tiba-tiba Juju memiliki keberanian untuk memerintah anak bosnya itu. Dan entah kenapa Gareth rela menuruti perintahnya. Melihat drama yang terjadi, serta-merta Ika memasang headsetnya dan menaikkan volume di ponselnya hingga ke maksimum. 

Diam-diam Juju tersenyum, dia merasa bahagia berhasil memerintah lelaki itu. Bahkan dia membuat anak bosnya sekaligus mantannya itu membawa semua bungkusan belanjaan, sementara dia hanya berjalan di depan melenggang tanpa bawaan apapun.

Ketika mereka di dalam bajaj, Gareth mengambil duduk di tengah. Juju ingin protes namun di urungkan niatnya. Mungkin lelaki itu menyadari dua wanita yang sedang bersamanya tidak saling menyukai hingga dia memutuskan untuk menjadi seorang wasit dengan duduk di tengah mereka. Sementara Juju mulai resah dengan himpitan yang membuat dadanya menempel di lengan berotot milik Gareth. Apalagi saat melewati polisi tidur, guncangannya mengakibatkan gesekan yang membuat Juju merasakan sesuatu yang aneh. Dia hanya memejamkan mata dan menahan napasnya setiap kali melewati polisi tidur.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Gareth. Juju hanya terdiam  dan masih memejamkan matanya. 

Setibanya di depan kafe yang sama, ketiganya langsung menuju parkiran mobil. Ika langsung melemparkan bungkusan belanja ke dalam mobil Gareth. 

"Akhirnya selesai juga. Ngelunch dulu yuk," kata Juju tanpa merasa bersalah. 

"Oh, kita mau ada urusan dulu berdua. Kamu pulang saja dulu," saut Ika.

Entah kenapa Juju merasa kalau penolakan itu seperti ingin melenyapkan dirinya segera. Suasana pun mendadak canggung. Apalagi Gareth hanya berdiri di sana dan terdiam seperti kambing congek. Juju akhirnya mengembalikan kesadarannya, kalau lelaki itu benar-benar mencapakkannya. 

"Oke deh kalau begitu. Aku pergi dulu. Have fun.

Baru saja Juju bersiap-siap pergi, Ika memanggilnya. 

"Ju, kita nggak cipika-cipiki dulu?" tanya Ika seraya tersenyum. Memamerkan senyum kemenangannya.

Mendengar itu, Juju tersenyum menghampirinya lalu merangkul gadis itu sambil  menatap tajam Gareth yang sedang berdiri menatapnya dengan perasaan bersalah. 

KOPI HITAM JUJUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang