Damien berjalan dengan langkah kaki tergesa mendekati ruangan yang di dalamnya terdengar canda tawa yang membuat telinganya terasa panas. Ekspresi wajah yang dikeluarkan oleh sang pangeran pertama Kekaisaran itu membuat para pelayan yang menunggu di ambang pintu yang terbuka itu langsung menyingkir, membuat sang pangeran lebih leluasa memasuki ruangan itu.
"Kau akhirnya datang?"
Kemunculan Damien membuat suasana penuh keharmonisan yang tercipta antara Lebecca dan Philander jadi terpecah. Sang selir yang melihat putra sulungnya itu menyindir dengan terang-terangan.
"Ibu kira kau akan terus di luar seperti orang bodoh yang menunggu wanita itu kembali dari kuil. Tapi, syukurlah kau masih memiliki otak dan datang ke mari." Lebecca kemudian menggerakkan tangannya, mengambil salah satu cangkir yang tidak terpakai di atas meja. Dia melihat Damien yang masih setia berdiri diam beberapa langkah di depan meja. "Duduklah, bergabunglah dengan kami. Ibu akan menuangkan teh untukmu."
Lebecca mulai menyibukkan diri dengan peralatan teh di depannya setelah mengatakan itu. Suasana hati wanita itu sedang bagus, dan Damien bisa melihatnya dengan mudah melalui wajah sang ibu. Damien bisa merasakannya, meski Lebecca terlihat ingin menutupinya dengan bersikap seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.
Damien mengepalkan tangan dengan sangat erat. Urat-urat menonjol di leher hingga ke rahangnya. Wajah Damien sarat akan amarah yang tertuju pada wanita yang telah melahirkannya itu.
Damien segera melangkah maju. Mengambil cangkir berisi teh panas yang masih mengepulkan uap yang disodorkan Bellanca ke arahnya lalu tanpa ragu melemparkannya ke lantai hingga membuat suara yang cukup keras yang sanggup membuat orang-orang yang ada di sana berjengit kaget. Damien bahkan seperti tidak merasakan saat tangannya terkena sedikit tumpahan dari teh panas itu.
"APA-APAAN INI, DAMIEN?!"
Perbuatan sang sulung membuat Lebecca berteriak marah. Wanita itu bergerak mendekati putra bungsunya, segera menarik Philander mundur dan menyembunyikannya di balik punggung untuk melindunginya dari kekacauan yang tercipta saat Damien yang menggila mengacak-acak meja dan membanting semua peralatan yang terjangkau olehnya.
Lebecca terlihat berang. "HENTIKAN PERBUATANMU, ANAK BODOH!"
"IBU YANG HARUSNYA BERHENTI!"
Damien balas berteriak. Wajahnya yang memerah karena amarah, serta dadanya yang naik turun dengan napas yang cukup cepat. Mata pria itu memandang nyalang pada sang Ibu yang balas melihatnya dengan geram.
Dahi Lebecca berkerut dalam. "Omong kosong apa yang kau--"
"Ibu pikir aku tidak akan tahu?"
Damien maju mempertipis jaraknya dan sang ibu. Dia mendesis marah, mengucapkan kata-katanya dengan volume suara yang sesuai agar para pelayan yang lain tidak bisa mendengarnya. "Ibu kira aku tidak tahu perbuatan kotor yang Ibu rencanakan terhadap Ilianna?"
Lebecca tetap berdiri diam di depan sang sulung yang terlihat bisa menyerang kapan saja. Sebenarnya, Lebecca cukup terkejut karena Damien ternyata mengetahui rencana yang setengah mati dia sembunyikan dari putra sulungnya itu. Lebecca tahu Damien tidak akan menyukai rencana untuk menyingkirkan Ilianna, makanya Lebecca tidak pernah memberitahu Damien agar rencana itu bisa berjalan lancar.
Lebecca tidak tahu darimana Damien bisa mengetahuinya. Tapi Lebecca juga tidak tahu kalau putranya akan jadi semurka ini hanya karena Ilianna. Damien menjadi tidak terkendali bahkan berani melawan dan memprovokasinya seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villainess Princess
RomanceIlianna, seorang Putri Kekaisaran Corentus yang dipuja sebagai mawar tercantik Kekaisaran harus mengalami kematian yang tragis di tangan adiknya sendiri dalam novel 'Precious Princess' setelah sang putri yang mendapat peran antagonis berusaha meracu...