39. Keributan Yang Terjadi

1.3K 138 3
                                    

Sore itu, kediaman Grand Duke lebih ramai dari biasanya. Adu mulut yang nyaris seperti teriakan bergema di sepanjang jalan yang dilewati beberapa orang itu. Nyaris semua pelayan dan ksatria yang berpapasan dengan orang-orang itu memilih untuk menghindar karena telinga mereka rasanya seperti sedang disiksa karena keributan yang tercipta.

Semua itu bermula saat sang Grand Duke tiba di kediamannya bersama seorang bawahan yang telah mengomelinya sepanjang jalan dari istana ke kediaman ini.

Ya. Venez yang sudah di ambang batas kesabarannya telah mengomeli Alceo tanpa rasa takut selama mereka dalam perjalanan pulang di kereta. Tidak puas dengan itu, saat tiba Venez bahkan mengekori Alceo sambil bersungut-sungut karena sang Tuan masih tidak menyadari kekeliruannya. Venez juga langsung mengadukan perbuatan Alceo pada Cornel sehingga orang yang memprotes pada Alceo sekarang bertambah.

Sedangkan para bawahannya sibuk meluapkan kekesalan, Alceo tentu saja ingin segera menghindar. Kupingnya panas karena mendengar kata-kata yang dilontarkan padanya. Bahkan ancaman saja sudah tidak mempan, jadi satu-satunya jalan keluar yang terpikirkan adalah menghindar.

Alceo mempercepat langkah saat melihat pintu kamarnya sudah dekat. Berniat mengunci dirinya dalam kamar sampai semua reda. Namun saat tangan itu hendak menggapai gagang pintu, salah seorang bawahannya yang paling gigih menyelonong ke depannya untuk menghalangi akses masuk.

Dahi Alceo semakin berkerut saat menatap Cornel yang justru balas menatapnya dengan mata menyala penuh keteguhan dan sedikit tantangan seolah berkata, 'Anda pikir bisa kabur, huh? Lihatlah, saya tidak akan membiarkan Anda lolos kali ini!'

"Anda tidak berniat untuk membiarkan masalah ini begitu saja, kan, Tuan?" Cornel mengembangkan senyum paksaannya yang terlihat menyimpan rasa gondok yang begitu kental. "Anda tahu kalau masalah yang Anda perbuat kali ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja, kan? Anda yang mengaku hebat ini tentu saja tidak akan lari dari tanggung jawab, benar? Anda pasti mengerti bahwa Anda harus memperbaiki semuanya, iya, kan?"

Alceo berdecak kesal.

"Berisik! Membuatku kesal saja! Sejak tadi kalian terus mengekoriku dan ribut karena hal sepele in--"

"HAL SEPELE, ANDA BILANG? HAHAHA! AYO KITA KABUR SAJA, SEMUA ORANG!" Pada akhirnya, mungkin kewarasan Cornel benar-benar sudah meninggalkannya. Pria itu menutupi wajah dengan kedua tangannya dan berteriak histeris. "TAMAT! NASIB KITA SUDAH TAMAT!"

Cornel bertindak seperti orang tidak waras. Mengundang tatapan aneh dan jijik yang ditunjukkan orang-orang di sekitar. Tapi yang bersangkutan tidak menunjukkan kepedulian terhadap semua tatapan hina yang tertuju padanya. Sebaliknya, Cornel justru menurunkan tangannya yang menutupi wajah lalu jatuh berlutut.

Menengadah dan menatap ke langit-langit kediaman, pria dewasa yang harusnya menjaga sikap dan martabatnya itu justru memasang tampang memelas seolah akan menangis. Dia membuka tangan lebar-lebar dengan gaya yang cukup dramatis.

"Oh, dewi!" Cornel menyahut keras. Dengan tampang mengenaskannya itu, Cornel berhasil membuat perhatian orang-orang di situ tertuju padanya. "Apa gunanya kami berjuang sangat keras untuk memperoleh kehormatan jika pada akhirnya tubuh dan kepala ini akan dipisahkan oleh guillotine?"

"SIAPA YANG AKAN MATI, BRENGSEK?!"

Pada akhirnya, Venez yang menjadi geram dan tidak terima dengan kalimat terakhir yang diucapkan Cornel memukul keras kepala rekannya itu meski berujung mendapat delik tajam dari sang rekan.

Raut Venez terlihat lebih serius dari biasanya. Ekspresi wajahnya mengeras dan matanya setengah melotot.

"Aku tidak akan mati. Aku ... tidak boleh mati." Suara Venez terdengar bergetar seolah mengandung teror di dalamnya. Bergumam pelan dan menambah kesan horor yang dikeluarkan. "Aku ... belum meresmikan pernikahanku dan Flozeer, jadi aku tidak akan mati."

The Villainess PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang