32. Achasia Meceadez

3.3K 380 5
                                    

Sejak pagi, Lebecca terlihat sedang dalam suasana hati yang baik. Dia berdandan dengan baik mempertunjukkan penampilan yang elok dan tampak mewah. Senyum bahkan tidak luntur di wajah itu saat dia senantiasa duduk di taman dalam rumah kaca yang terletak di belakang istananya.

Tiga buah cangkir telah tersedia di atas meja di depan wanita itu, dilengkapi dengan berbagai jenis camilan ringan yang tertata dengan rapi dan indah. Mata sang selir sejak tadi tertuju pada pintu masuk rumah kaca. Seperti sedang menantikan kedatangan seseorang, dia mulai tidak sabaran.

Dan benar saja, saat melihat siluet sepasang manusia yang berjalan memasuki rumah kaca itu, Lebecca langsung berdiri untuk menyambut.

"Kalian akhirnya tiba." Lebecca terlihat senang.

Menatap putra tertuanya yang hanya tersenyum lalu berganti menatap seorang nona bangsawan muda yang berdiri di sebelah Damien sambil menggandeng tangan pria itu.

Pemandangan yang terpampang di hadapannya sukses membuat Lebecca merasa gembira. Dia lalu tersenyum dan memberi guyonan, "kalian begitu lama muncul hingga kupikir kalian sedang kencan dulu sebelum menemuiku."

"Saya meminta maaf telah membuat Anda menunggu, Yang Mulia."

Gadis muda di samping Damien lantas melepaskan tangannya dari Damien. Dengan gerakan yang lembut dan anggun, gadis itu segera memberi salam.

"Achasia Meceadez memberi salam pada Yang Mulia. Semoga berkah dari sang dewi selalu bersama Anda."

"Sudah berapa kali kubilang, kau tidak perlu terlalu formal denganku. Setelah pernikahanmu dan Damien dilangsungkan, bukankah aku akan menjadi ibumu?"

Lebecca mengucapkan itu tapi dari raut wajahnya terlihat jelas betapa senangnya dia mendengar salam dari gadis di depannya. Bagaimana pun, Achasia sangat peka dan tidak pernah menyebut gelarnya sebagai seorang selir. Hal itu membuat Lebecca jadi sangat menyukainya sebagai calon menantu.

"Anda terlalu murah hati." Achasia menunjukkan senyuman yang terlihat tulus. Semakin menonjolkan wajah rupawan yang dimilikinya. "Saya sangat beruntung bisa menjadi menantu Anda."

"Yaampun, setiap bertemu denganmu rasanya aku selalu ingin memajukan pernikahan kalian agar aku bisa mendengar ucapan manismu itu setiap hari." Lebecca lalu memasang ekspresi sedih yang dibuat-buat. "Ah, andai saja Damien bisa setengah dirimu, aku pasti tidak akan mengeluh lagi."

"Ibu membuatku terlihat memalukan di depan Nona Meceadez." Tidak berbeda jauh dari sang ibu, Damien juga memakai 'topeng'nya. "Bagaimana jika nanti dia menyesal dan tidak ingin menikah denganku?"

"Itu tidak mungkin, Yang Mulia. Saya justru ingin pernikahan kita segera dilaksanakan." Achasia mengatakannya dengan malu-malu. Hal itu jelas berasal dari dalam hatinya, melihat dari rona kemerahan yang kini muncul di kedua pipinya.

"Ah, begitukah?"

Hanya saja, berbeda dengan Achasia, manik hijau Damien justru menatap Achasia dengan tatapan yang tidak seharusnya ditunjukkan seorang pria terhadap tunangannya. Tatapan penuh penilaian yang bercampur dengan sorot merendahkan yang samar.

Lebecca tentu memerhatikannya. Tanpa perlu menanyakannya, Lebecca tahu jelas apa yang ada di pikiran anak tertuanya sekarang.

"Ayo, duduklah dulu. Aku sudah menahan kalian berdiri terlalu lama." Wanita itu memutuskan untuk mengalihkan Achasia sebelum gadis itu menyadari sikap Damien.

Damien kemudian duduk di kursi yang tersisa setelah membantu tunangannya duduk. Pemuda itu setia menampilkan senyuman di wajahnya, bersikap ramah dan membiarkan obrolan berlangsung diantara ibunya dan Achasia. Damien hanya membuka suara sesekali saat diperlukan saja.

The Villainess PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang