Toxic - 18

329 39 24
                                    

- Happy Reading -



Tentu saja Jimin tidak akan membuang kesempatannya untuk bisa bersama Yeri, setidaknya malam ini. Jadi sekarang ini Jimin membawa Yeri pulang ke apartemennya. Ada banyak alasan kenapa Jimin membawanya ke rumah. Jimin harus memastikan sesuatu untuk dirinya sendiri.

Gadis yang sedang tidak sadarkan diri itu terlelap nyaman dalam gendongan Jimin. Sejak Jimin menggendongnya dari tempat Seokjin menuju mobilnya dan sekarang sudah Jimin tempatnya di atas ranjangnya, Yeri masih tetap tidak terusik, justru semakin lelap.

Jimin sekarang sedang menyiapkan makanan setelah sebelumnya meletakkan Yeri di tempat yang paling nyaman. Melepaskan sepatunya juga menutupi tubuh Yeri dengan selimut tebal milik Jimin. Tak lupa sebuah kecupan singkat di atas kening Jimin berikan untuk gadis itu. "Aku merindukanmu," bisik Jimin kemudian ia pergi meninggalkan Yeri yang terbungkus selimut.

Bertemu Yeri setelah berhari-hari Yeri mengabaikannya rasanya membuat Jimin harus bersyukur karena Yeri pingsan. Di hari pertama, kedua, dan ketiga rasanya masih biasanya saja. Jimin masih bisa menahan rindunya. Tapi di hari-hari berikutnya, Jimin sebenarnya sudah tidak bisa menahan diri lagi. Sempat ingin memaksa untuk mencari Yeri. Entah itu di rumah Yena, di apartemen, atau di kantor Seokjin kalau memang terpaksa. Banyak yang ingin Jimin sampaikan. Bukankah seharusnya pertemuan mereka kemarin berjalan lancar dan Jimin dapat menyatakan perasaan yang sebenarnya dengan tulus. Jika saja Yena tidak mengacaukannya hari itu, mungkin saat ini Yeri sudah menjadi kekasihnya. Namun semua itu Jimin urungkan. Karena menghormati permintaan Yeri untuk tidak diganggu dulu.

Jimin menatap puas meja makannya. Setidaknya ada tiga jenis makanan kesukaan Yeri yang sudah Jimin siapkan. Termasuk cake strawberry yang sudah Jimin potong dan ia letakkan di atas piring kecil. Juga segelas jus strawberry yang buahnya baru saja ia beli.

"Kenapa aku disini?" sebuah suara menghentikan gerakan Jimin yang sedang menata alat makan.

"Sudah bangun?" Jimin tersenyum menatap sosok cantik yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya. "Pusing tidak?" Jimin berjalan mendekat ke arah Yeri.

Saat tangannya sudah hendak mencapai lengan Yeri, Yeri menepisnya dan menghindar. "Aku mau pulang." Yeri menyisir rambut dengan jari-jarinya seraya melangkah melewati Jimin yang tangannya mematung.

"Tunggu," dengan cepat Jimin menahan lengan Yeri. "Kau harus makan dulu."

"Aku bisa makan di rumah," Yeri hendak melanjutkan langkahnya namun tubuhnya masih tertahan. "Apa lagi?" terpaksa Yeri menatap Jimin dengan tatapan kesal.

"Apa maksudmu apa lagi?" cengkaraman Jimin semakin erat, saat merasa Yeri berusaha menarik tangannya.

Dua tatap itu bertemu. Namun ada yang berbeda. Tatatapan yang tak seperti biasanya. Jimin sempat terdiam saat melihat Yeri yang menatapnya kesal. Alis cantik itu nyaris bertaut hingga membuat Jimin ikut mengernyitkan dahinya.

"Kenapa?" tanya Jimin dengan suaranya yang masih dibuat serendah mungkin. Jimin membawa tubuhnya mendekat hingga hanya menyisakan jarak sepanjang lengan orang dewasa. Pandangannya tetap ia jaga untuk tetap menatap Yeri yang juga sedang mendongak menatapnya. "Apa aku membuat kesalahan?" Pertanyaan yang rencananya akan Jimin tanyakan setelah mereka selesai makan terpaksa ia tanyakan sekarang karena melihat Yeri yang berusaha menghindarinya.

YERI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang