[Yeri Pov]
Bagaimana mengungkapkannya, bagaimana caranya aku memberitahu pada semua orang bahwa aku bahagia. Aku bahagia walaupun pada akhirnya aku hanya sendiri. Aku bahagia walaupun akhirnya aku kehilangan separuh cintaku. Aku bahagia berhasil bertahan di hubungan yang rumit ini.
Aku bahagia.
Disayangi banyak orang bahkan di saat aku justru kehilangan cintaku satu-satunya. Dicintai banyak orang di saat kehadiranku tidak diinginkan oleh dia, —Han Yena.
Aku bahagia.
Dia yang mempertahanku sampai hari ini. Sampai saat ini, di mana aku sekarang bisa menatapnya yang sedang duduk dibalik meja dan kerepotan menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk.
"Jangan menatapku terus Yeri, aku tidak bisa fokus!" katanya dengan wajah yang terus menunduk membaca kertasnya satu persatu. Lalu sesekali memberikan coretan di atasnya.
"Salah sendiri kenapa aku dibawa kesini." Aku mengalihkan pandanganku pada sebuah lemari kaca. Diantara pajangan keramik, ada satu fotoku di sana.
Lagi-lagi aku mengulum senyum. Pria itu berhasil memperjuangkan hubungan kami. Pria itu berhasil meyakinkanku bahwa hubungan kami akan berhasil.
"Aku bosan," jari-jariku menyentuh sebuah patung kristal berbentuk kucing. "Aku pulang saja ya?"
"Sepuluh menit lagi," sahutnya dari balik meja. Masih dengan posisi yang sama. Tangannya sibuk membuka lembaran-lembaran kertas.
Aku kembali menghela napas. Entahlah mau sampai kapan cutiku diperpanjang. Hanya Jimin yang tau.
Sepulang kami dari Jepang, ternyata masa liburku masih berlanjut. Tuan Seokjin juga sepertinya lebih membela Jimin. Menuruti semua kemauan Jimin.
"Atau keluar saja sekalian, aku siap menghidupimu."
Saat aku menoleh, Jimin masih dengan posisinya yang membaca tulisan-tulisan di kertas yang bertumpuk itu. Tidak menatapku sama sekali.
"Aku telpon Jin hyung sekarang ya?" katanya lagi dan masih tidak menatapku.
"Aku pulang!" Aku berjalan menuju sofa panjang untuk mengambil tas lalu menggantungnya di bahu kiriku.
"Eh! Sayang!"
Terdengar suara roda bergeser. Dan benar saja, Jimin mendorong kursinya lalu berjalan dengan cepat untuk meraih lenganku. "Mau kemana?"
"Pulang. Kau sedang sibuk. Jadi aku pulang saja." Langkahku sudah sampai di dekat pintu tapi Jimin masih menahanku.
"Kau tidak pulang tanpa aku." Jimin menatapku dengan ekspresi yang —entahlah seperti sedikit kesal.
"Kau marah?" tanya Jimin.
Dia masih mencengkeram lenganku dan makin lama cengkeraman itu terasa semakin sakit.
"Marah?" katanya lagi. "Karena yang aku katakan tadi?"
Lantas aku menghalau tangannya dengan malas. Aku kembali berjalan menuju sofa lalu melempar tubuhku begitu saja.
"Yeri!"
"Sudah berapa kali kita bahas? Jangan memintaku keluar dari pekerjaanku. Aku ini hidup sendiri. Kalau bukan aku sendiri, terus siapa?"
"Aku! Kau punya aku kan? Sebentar lagi kita akan menikah. Kau hidup bersamaku. Apa tidak cukup?"
Kedua mataku tiba-tiba mulai terasa panas. Mungkin aku sedang lelah. Menemani Jimin bekerja sejak pagi hingga sore. Dan tiba-tiba dia membahas tentang pernikahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
YERI
Fanfiction"Yeri...." Nafas hangat Jimin menyapa wajah Yeri yang dingin dan menyadarkannya kembali. Yeri menggeleng dengan dua mata yang sama-sama saling menatap. "Aku boleh melakukannya lagi?" tanya Jimin dengan suara yang semakin rendah dan menatap mata da...