Toxic - 31

359 32 17
                                    

---

Suasana hangat yang beberapa saat lalu memenuhi ruang kamar Jimin kini berganti dengan suasana dingin dan canggung. Pasalnya Yeri menarik paksa ponselnya dari tangan Jimin. Tentu saja perasaan tidak terima dan marah langsung mendominasi perasaan Jimin. Pria itu menatap tidak suka pada Yeri yang kini fokus pada layar ponsel.

"Aku sudah bilang kan kalau aku tidak akan merespon apapun pesan yang ia kirimkan. Aku bisa langsung menghapusnya." Yeri fokus terhadap ponselnya. Setelah mematikan telepon yang sempat tersambung, ia beralih masuk ke kotak pesan dan menghapus pesan yang In Jae kirimkan. "Kau tidak perlu menelponnya begitu."

Yeri mengabaikan tatapan Jimin. "Kekanakan," gumam Yeri dengan suara yang sangat lirih. Kemudian ia menyimpan ponselnya di atas nakas.

Jimin yang sejak tadi diam dan hanya memandangi Yeri sudah tidak mampu lagi untuk menahan diri. "Katakan sekali lagi," pinta Jimin dengan tegas. Rahangnya mengeras karena menahan marah.

"Hm?" Yeri mengangkat wajahnya hingga menyadari raut yang berbeda di wajah Jimin. "Kekanakan?"

Jimin menarik nafas panjang sebelum akhirnya kembali bertanya pada gadis yang baru saja sembuh dari sakitnya. "Jadi menurutmu sikapku kekanakan?" Jimin masih berusaha mengendalikan dirinya.

"Sayang, bukan begitu. Ini kan sepele. Tidak perlu sampai ditelpon begitu. Aku juga tidak menjawab pesannya seperti perintahmu kemarin kan? Aku juga tidak menyimpan nomornya. Aku kira itu sudah cukup." Yeri menghela nafasnya. Memandangi Jimin berdiri dari atas ranjang.

"Tapi tidak sesederhana itu untukku."

"Aku bukan Yena!" tiba-tiba Yeri menyahutnya dengan sedikit kasar.

"Aku sedang tidak membahas wanita itu," balas Jimin tak terima. Dia menggigit bibir bawahnya sambil terus memandangi Yeri.

"Tapi aku melihatnya seperti itu. Aku tidak berselingkuh seperti Yena. Tolong jangan menuduhku—"

"Kapan aku menuduhmu? Aku tidak pernah satu kalipun menuduhmu berselingkuh. Kenapa kau selalu mengambil kesimpulan kalau aku menganggapmu berselingkuh?" Jimin mulai tersulut emosi dengan semua pembelaan Yeri. "Aku hanya tidak suka dengan sikap temanmu itu."

Yeri menunduk. Ia menekuk kedua lututnya yang kemudian ia peluk dengan kedua tangannya. Kepalanya tenggelam di atas kedua tangannya yang terlipat.

"Kenapa dia bersikap seolah kau ini gadis yang tidak memiliki kekasih?" perasaan tidak terima masih mendominasi hati Jimin.

Pria itu keluar dari kamar dan membanting pintunya dengan cukup keras hingga Yeri harus menutup kedua telinganya.

Yeri menenggelamkan wajahnya diantara kedua kaki. Maniknya memejam begitu rapat merasakan telinganya yang berdenging. Tubuhnya yang sebenarnya masih sakit, semakin terasa lemah.

Yeri masih berusaha mengerti sikap posesif Jimin pada dirinya. Tapi hingga lima belas menit berlalu, Yeri masih juga tidak bisa mengerti. Menurutnya sikap Jimin terlalu berlebihan untuknya.

"Haiiish!!"

Yeri melempar satu bantalnya hingga membentur pintu. Kesal dan marah menjadi satu. Bukannya berniat meminta maaf pada Jimin, Yeri justru merebahkan tubuhnya dengan nyaman dan menarik selimut yang tadi sempat tersingkap. Kedua maniknya memejam dan tak lama kemudian ia terlelap dengan pulas.

Di ruangan yang berbeda, Jimin baru saja menghabiskan birnya yang kedua. Kaleng di tangannya ia remas hingga tak berbentuk kemudian ia lempar. Alih-alih masuk keranjang sampah, sampah kaleng itu justru membentur lantai hingga menimbulkan suara berisik.

YERI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang