Toxic - 32

205 26 2
                                    


---

"Tapi aku tidak mau sendirian ..." Yeri mencebik ketika melihat Jimin sedang bersiap untuk pergi. "Sayang ..." aku menarik ujung kemejanya yang belum ia rapikan.

"Cuma sebentar, oke? Tidak lama."

"Bohong!"

"Aku janji cepat pulang. Hanya bertemu Hana sebentar," Jimin mencubit gemas ujung dagu Yeri yang masih menekuk wajahnya.

Jimin membereskan beberapa pekerjaan yang tercecer di atas meja makan sebelum akhirnya benar-benar berpamitan pada Yeri untuk berangkat ke kantor.

"Mau dibelikan apa?" Jimin mengusap kepala Yeri dengan lembut. Kemudian menyingkirkan rambutnya yang berantakan dan menempatkannya di belakang telinga.

Yeri menggeleng lemah. Bibirnya mengerucut menatap Jimin tak rela. "Cepat pulang."

"Yakin cuma itu?" Jimin masih sempat menggoda dengan menciumi wajah Yeri hingga gadis itu semakin kesal.

"Ih! Sayang!" Yeri memukul dada Jimin dengan kesal sedangkan Jimin tertawa puas karena berhasil menggoda kekasihnya.

"Sudah ya, aku berangkat dulu. Jangan pergi kemana-mana," Jimin menjentik ujung hidung Yeri dengan jari telunjuknya. Yeri mengangguk mengerti kemudian Jimin menarik kepalanya untuk ia cium keningnya selama beberapa detik.

Yeri menutup pintu setelah Jimin benar-benar tak terlihat di lorong unit apartemennya. Ia berjalan lesu menuju dapur. Menghabiskan makanan yang sempat ia tunda karena sibuk mengikuti Jimin ke setiap sudut rumah ketika akan berangkat bekerja tadi.

Entah kenapa siang ini Yeri merasa gelisah. Sejak tadi ia tidak bisa memejamkan mata padahal sudah jelas ia masih sakit. Kepalanya juga masih pusing meskipun tidak terlalu sakit seperti kemarin.

Seharusnya setelah meminum obat, Yeri dapat tidur pulas tapi ia justru mondar mandir di dalam rumah. Berkali-kali ia menoleh ke arah balkon yang tadi sempat ia buka lalu buru-buru menutupnya karena tiba-tiba angin berhenbus sangat kencang. Yeri juga baru menyadari bahwa langit sudah berubah menjadi gelap.

"Mau turun hujan ya?" gumam Yeri sambil mengunci pintu balkon. Kemudian ia berdiri di balik pintu kaca masih menatap ke arah langit.

Yeri benci hujan.

Yeri tidak suka awan yang gelap apalagi suara petir. Jadi ia segera menutup tirai pintu balkon dan menaiki ranjang kemudian berbaring disana. Yeri juga menarik selimut yang tadi belum sempat ia lipat untuk menutup sebagian tubuhnya.

Beberapa saat kemudian kedua mata Yeri perlahan memejam. Mungkin obat yang tadi ia konsumsi mulai bereaksi. Kantuknya mulai terasa. Untuk sesaat Yeri tertidur pulas.

Hingga sebuah suara yang sangat keras mengejutkan Yeri dan seketika membuatnya terbangun dengan jantung yang berdegup kencang.

Kilatan petir dan suara guntur menggelegar memekakkan telinga. Membuat Yeri menarik tubuhnya untuk duduk dan bersandar di sandaran ranjang. Tangannya meraba sisi ranjang mencari benda pipih hitam miliknya.

Dengan tangan yang gemetaran, Yeri menyalakan ponselnya dan membuka room chatnya bersama Jimin.

Sayang, ada petir. Aku takut 😢 /

YERI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang