Toxic - 37

269 32 4
                                    

.

.

.

Baru saja hatinya melunak, Yeri kembali dibuat kesal karena tiba-tiba Jimin membahas bagaimana usahanya agar mereka bisa bertemu seperti sekarang.

Jadi Jimin merelakan ponselnya untuk Yeri gunakan menghubungi seseorang yang ikut andil dalam rencananya.

Yeri menatap sinis pada Jimin yang berdiri dengan bersedekap di depannya. Satu tangan Yeri menahan ponsel yang menempel di telinga, lalu satu tangannya yang lain mengetuk-ngetuk di atas meja.

"Maaf Yeri ..."

"Kalau aku marah, apa aku dipecat?" tanya Yeri dengan sedikit ragu. Antara ingin marah dan merasa tidak enak karena yang sedang berbicara dengannya adalah Seokjin.

Seokjin buru-buru menjawab, "Tentu saja tidak. Tapi begini—"

"Apa Jimin yang memintamu melakukan ini?" Yeri melirik sekilas pada Jimin yang berdiri di depannya lalu kembali fokus pada teleponnya yang masih tersambung pada Seokjin.

"Tunggu dulu biar aku jelaskan sebentar," Seokjin kelihatan sekali berusaha untuk menenangkan Yeri yang sepertinya mulai hilang kendali.

"Pertama, mari kita bicara sebagai teman. Lupakan statusku sebagai atasanmu. Aku teman Jimin dan Jimin adalah kekasihmu, benar?" suara Seokjin di seberang sana mulai terdengar jelas karena Yeri menekan tombol loudspeaker.

Sebelum menjawab, Yeri kembali melirik Jimin yang sekarang sedang menggigit ujung kukunya karena gugup mendengar jawaban Yeri atas pertanyaan Seokjin.

"Aku tidak tau kami masih kekasih atau bukan," tatapan Yeri ke atas melihat Jimin yang langsung mendelik mendengar jawabannya.

"Eeeiiy ... Jangan bicara seperti itu Yeri. Dengarkan aku ..." Seokjin merubah suaranya agar terdengar lebih santai.

Ada jeda sebentar yang Yeri lakukan untuk menarik napas. Sebelum suara Seokjin kembali terdengar.

"Aku minta maaf karena ... Ya kau benar aku merancang pertemuan kalian. Tidak-tidak bukan karena aku membela Jimin, tidak. Tapi aku hanya ingin kalian bisa bicara berdua. Karena aku menyukai hubungan kalian. Terlalu sayang jika dibiarkan begitu saja."

Yeri tercenung mendengar semua penuturan Seokjin. Ada helaan napas yangbterdengar dari seberang. Seokjin juga berusaha menyusun kata-kata agar ia tidak merusak hubungan Jimin dan Yeri karena ucapannya.

"Kau ingin penjelasan apalagi dariku Yeri? Ada yang masih mengganjal?"

Yeri menggigit ujung kukunya lalu dengan cepat Jimin menghalau jari itu, "Jangan digigit begitu, kukumu bisa rusak."

"Yeri ..." suara Seokjin terdengar serius.

"Ya ..."

"Apa kau tidak ingin berbaikan dengan Jimin?" dua detik setelah Seokjin bertanya, pria itu lantas buru-buru memotong sebelum Yeri menjawab.

"Tunggu-tunggu aku ganti pertanyaannya." Yeri masih diam menunggu Seokjin menyelesaikan pertanyaannya. "Apa kau masih mencintai Jimin?"

Seketika itu juga Yeri menyesal sudah menekan tombol loudspeaker. Jimin jadi ikut mendengarkan. Jimin juga jadi terus menatapnya sampai rasa-rasanya sejak tadi Yeri tidak melihat Jimin berkedip.

"Kenapa diam?" kali ini Jimin yang bertanya tapi dengan suara yang sangat lirih. Mungkin hanya Yeri yang mendengar. Sedangkan di seberang sana tampak menunggu.

"Kau masih disana Yeri?" Seokjin memecah keheningan.

"O-oh ya-ya aku masih disini tu— eh oppa." Jimin tersenyum melihat Yeri yang mulai kesulitan menjawab. Jarinya mengetuk-ngetuk meja, kelihatan sekali kalau sedang gugup.

YERI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang