Toxic - 36

313 33 8
                                    

.

.

.

"Aku masih kekasih Jimin."

Rasanya seperti dihantam batu besar Jimin merasa kepalanya pecah mendengar Yena menjawab seperti itu dengan santainya.

Pupus sudah usahanya untuk meminta bantuan Yena meyakinkan Yeri agar bisa memaafkannya. Jadi dengan putus asa Jimin hanya bisa menatap Yena dengan kedua matanya yang sudah memerah. Jari-jarinya mengepal kuat karena menahan diri untuk tidak mengamuk di tempat orang lain. Jimin hanya bisa mengeraskan rahangnya saat Yeri mulai menarik diri dari cengeraman tangannya.

"Kau tidak akan kemana-mana!" cengkeraman itu mengerat saat Jimin mulai mendapatkan kesadarannya. Ia menarik napasnya dalam-dalam berharap dapat membuatnya tenang meskipun pada akhirnya ia menghela dengan begitu berat.

"Tolong buat pertemuan kita ini berakhir dengan baik Yena. Aku benar-benar sudah lelah." Jimin menyematkan jarinya di antara jari-jari Yeri. "Aku dan adikmu-"

"Aku tidak punya adik sejak dia merebut kekasihku," suara yang dingin dan datar membuat keangkuhan di wajah Yena semakin kentara. Wanita itu menatap malas pada Yeri yang tercenung mendengar pengakuannya barusan.

Jimin tertawa kecil, "Kekasih siapa yang kau maksud?"

"Sudahlah, aku tidak ingin berada di antara kalian. Sudah Jim. Hentikan. Aku juga lelah." Yeri yang sudah tidak tau harus berbuat apa memilih untuk meninggalkan pertemuan gila yang dia anggap sia-sia. Tidak akan ada hasilnya. "Aku mau pu—"

"Kau tidak akan kemana-mana sampai kau mendapatkan jawabannya." Jimin bersikeras untuk membuat kepercayaan Yeri padanya kembali. Gadis itu kembali mendudukkan tubuhnya seiring helaan napasnya yang panjang.

Ada hening sesaat diantara ketiganya. Jimin yang terus menatap Yena dengan tatapan kesal karena dia mulai merasa bahwa kehadirannya disini bersama Yeri adalah hal yang percuma. Sedangkan Yeri mulai jengah pada sikap angkuh Yena.

"Kak!" tatapan Yeri beralih pada Yena yang sedang menyesap tehnya. "Tidak apa-apa kau tidak menganggapku adikmu lagi. Aku tidak akan marah ataupun kecewa," kata Yeri dengan suaranya yang semakin berat. "Semoga kita tidak bertemu lagi."

Yeri sudah hendak berdiri tapi satu tangannya masih tertahan oleh genggaman Jimin yang sepertinya tidak akan melepasnya.

"Maaf kak," kata Yeri lagi. "Tapi aku lebih percaya kekasihku."

Pada akhirnya Yeri berdiri dengan tangan yang berbalik menggenggam Jimin. Sedangkan Yena balas menatapnya tajam dengan penuh kebencian. Tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan, Yena menertawakan Yeri. Tapi tawanya seketika hilang ketika Yeri melanjutkan kalimatnya.

"Hubungan kalian sudah selesai kak, jadi kau tidak perlu repot-repot mengunjungi Jimin lagi."

Jangan abaikan tatapan Jimin pada gadisnya. Jimin bahkan sampai menahan napas karena saking terkejutnya dengan sikap Yeri yang mendadak.

Mendadak jadi membelanya.

"Biar aku yang memperjelas semuanya sekarang," Yena masih bungkam ketika Yeri terus saja mencercanya dengan banyak kata-kata. "Kalian putus karena statusmu yang sudah menikah. Lalu kami berpacaran setelah kalian berpisah." Yeri menoleh pada Jimin yang sejak tadi menatapnya. "Begitu kan?"

"Sayang ..." Jimin sampai tidak bisa melakukan apapun selain mengangguk.

Tatapan Yeri kembali pada Yena, "Jangan pernah menemui Jimin lagi. Kalian sudah selesai."

YERI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang