65: Yang terjadi saat itu

52 8 0
                                    

.

.

.

Sebelumnya...

Evans dengan giginya memecah permen dalam mulut. Mereka berangkat ke selat Karimata untuk mengambil beberapa barang.
Tangannya tak berhenti mengusap cincin di jarinya. Pria ini begitu menunjukkan kekhawatirannya. Ia mengerti jelas sejak ia meninggalkan Arin tanpa penjelasan kemarin ia dalam duka yang besar.

Ia takut wanita itu tidak lagi percaya padanya atau berpikir jika ia bukanlah tempat yang nyaman.
Mereka masih dalam perjalanan yang lama. Anak buah Evans hanya saling tatap saat bosnya cemas lagi. Terutama mengetahui hubungan keduanya sedang rumit mereka juga ikut khawatir.

Evans nampak frustasi di lihat dari tatapan penuh yang sedang memikirkan masalah. Ia sempat berpikir pernikahannya sudah di ujung tanduk, lagipula siapa juga yang mau menikah dengan seorang pembunuh.

"Sepertinya akan hujan deras sir"
Kata Satria berusaha mengalihkan pandangan Evans yang nyalang. Sekedar agar pria itu tak larut dalam pikirannya.

Evans menghela nafas kemudian menatap ke arah luar jendela. Satria benar, langitnya benar-benar gelap kecepatan angin juga begitu tinggi.

"Semua tetap fokus sampai tempat tujuan, jangan sampai --"
Belum lagi ucapannya terselesaikan, sebuah suara terdengar bersamaan dengan goncangan di dalam kapal

Mereka sejenak kebingungan sebelum akhirnya berlari keluar. Di luar kru kapal sudah lari tunggang langgang dari arah ekor kapal.

Dengan hati berdebar Evans melihat sebuah asap hitam, dia saat itu juga ia langsung memberikan peringatan dan perintah untuk turun dari kapal.
Sebuah kobaran api menjadi besar dari arah sana membuat semua orang ketakutan.

Evans juga kebingungan sehingga langsung lari untuk ikut menyelamatkan diri.
Kapal ini tidak mungkin bisa di selamatkan melihat kobaran api yang sudah sebesar itu.
Mereka sudah berlari menaiki kapal darurat tapi Evans tak melihat Riko di sana.

"Di mana Riko?!" Tanyanya, melihat kru lain yang saling bertatapan membuat Evans langsung membalik arah.
"Pergilah, Cepat!"

"EVANS JANGAN!" Larang Satria

Evans kembali untuk Riko, hal bodoh karena ini sama saja bunuh diri. Tapi Tuhan masih menyertai mereka, Evans beruntung menemukan Riko terbaring tak sadarkan diri dengan kepala memar dan terluka.

"Riko! Bangun!!"
Evans tak memiliki banyak waktu sehingga membopong pria itu dan langsung berlari untuk terjun ke dalam air.
Suara ledakan lain terdengar saat mereka melompat. Tapi Evans dan Riko terbawa kebawah karena Riko yang masih belum sadarkan diri.

Kemudian di saat itu Boom, kapal kembali meledak lagi dan puing-puingnya menghempas Evans. Pria itu terhantam oleh bagian kapal dengan kuat hingga tidak sadarkan diri. Ia tenggelam perlahan sedangkan darah keluar dari dahinya dan bercampur dengan air yang tak terhingga.

"Evans, Evans EVANS! Aaaaaaaa!"
Satria berteriak frustasi melihat itu ia menjadi histeris. Hujan lantas turun begitu deras, hanya beberapa dari mereka yang bertahan di sekoci itu. Satria menatap lautan di depannya dengan air mata yang sudah mengalir deras.

"Riiikooooo!! Riko!"
Ia juga memanggil nama temannya dengan keadaan yang hampir putus asa.

Sesaknya himpitan air, ketika ia hampir sampai pada akhir dari sebuah kehidupan panggilan tak asing mengingatkan.
Evans yang akan berakhir di sini, dengan tubuh tak sadarkan diri yang terkulai, semakin dalam menuju lautan tak terukur ini bersama dinginnya air yang begitu membekukan.
Tangan seseorang menggapainya, Evans yang hanya tinggal menghembuskan nafas terakhirnya terselamatkan.

"Boss, Evans, Evans bangun. EVANS!"
Seruan yang tak terjawab, Riko berhasil sadar diri saat masuk ke laut tapi, kekuatannya sudah mencapai batasnya. mereka berpegangan pada puing-puing kapal agar tetap terapung dan selamat.

Ia bisa melihat sampan darurat tapi teriak pun nampak percuma. Hujan membuat pendengaran mereka berkurang tapi, Riko tak mau menyerah terlebih dahulu.
Iya berusaha berteriak dan melambaikan tangan sedangkan Evans masih tak sadar diri dengan keadaan berdarah-darah.

Butuh perjuangan sampai akhirnya mereka mengetahui keberadaan Riko dan Evans.
Mereka menarik Evans ke kapal kecil itu dan memberikan upaya pertolongan pertama.

Satria dan Riko sudah cukup keras menggoyangkan tubuh pria itu sampai memberikan CPR. Sedangkan yang lain hanya menatap dengan wajah tegang juga ketakutan, tak lama Evans membuka mata dan setelahnya ia terbatuk dan muntah.

Mereka menghela nafas lega Riko bahkan sampai memeluk Evans.

Tadi hampir saja mereka kehilangan dirinya, Evans dengan jantung berdebar, ia melirik ke arah puing-puing kapal.
Kejadian yang begitu cepat Ia juga menatap krunya yang terlihat luka-luka dan kelelahan.

"Hanya kita?" Tanya Evans dengan perasaan begitu sedih.

Dan Satria mengangguk dengan nanar sedih.
Dari 30 orang kru, hanya 11 yang selamat termasuk Evans.
Jantungnya masih tak berhenti berdebar kencang saat itu.

•••

Matanya terbuka lebar, mimpi buruk tentang tenggelam adalah hal paling mengerikan dalam hidupnya.

Ia mulai tersadar meskipun matanya masih terasa pedih dan mengantuk. Dan perlahan mulai melebar saat melihat Arin sudah duduk sambil menatapnya.

"Mimpi buruk?" Tanyanya

Evans terdiam sambil mengangguk perlahan, sejak kapan ia terkejut pada keberadaan istrinya sendiri.

Arin terbangun pagi ini dengan rasa bersalah lain karena hilang kesadaran di saat yang penting.
Lihatlah bahkan Evans sudah mengobati lukanya meskipun tidak benar.

"Biar ku perbaiki" Arin kemudian mengambil kapas dan plester. Pria itu seharusnya marah padanya atau ia yang harusnya marah?

"Kamu mau mulai cerita padaku?" Tanya Arin lagi saat ia sudah mendekat dan Evans dengan posisi duduk.

"Baiklah, mana yang mau kamu ketahui terlebih dahulu?"

"Kecelakaan kapal"

Evans menghela nafas, maka itu akan jadi cerita yang amat panjang nantinya.

.

.

.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang