Balapan

7 1 0
                                    


Ocha turun dari boncengan Geral saat mereka sudah sampai di sirquit balap. Cowok itu lantas memanggil seseorang yang ada di sana. Mereka tampak berbincang sebentar kemudian orang itu pergi dan lantas kembali lagi dengan membawa motor.

"Lo pakai motor itu" ucap Geral menunjuk motor yang dibawa orang tadi.

"Nggak" tolak Ocha, bagaimana jika Geral sudah mengotak-atik motor itu untuk membuatnya celaka?

"Itu motor gue, aman. Kalau lo pakai motor lo sendiri, pasti lo bawa kabur" ucap Geral lalu melajukan motor Ocha menuju arena balap.

Dengan terpaksa Ocha menaiki motor Geral lalu menyusul cowok itu menuju arena balap.

Saat ini Geral dan Ocha sudah bersiap di garis start. Geral dengan motor hitam milik Ocha dan Ocha dengan motor merah Geral.

"Kalau gue menang balikin motor gue" ucap Ocha sambil menatap tajam Geral dari balik helmnya.

"Kalau gue menang, lo jadi babu gue satu bulan" ucap Geral sambil menyeringai.

"Deal!"

Ocha mengeratkan jaket kulitnya yang menutupi seragam yang ia pakai. Bersiap menunggu aba-aba di depan. Sampai akhirnya bendera itu bergerak, pada hitungan ketiga mereka berdua langsung melesatkan motornya.

Mereka bermain tiga putaran, pada putaran pertama Geral memimpin lumayan jauh, membuat Ocha semakin menambah kecepatan motornya. Pada putaran kedua Geral masih setia memimpin, namun jaraknya dengan Ocha sangat tipis. Sampai pada putaran ketiga, Ocha berhasil menyalip cowok itu di belokan terakhir dan berhasil memenangkan balapan.

Ocha mematikan mesin motornya, disusul Geral di belakangnya. Cewek itu melepas helm yang ia pakai dan bergerak turun dari motor.

"Motor gue" Ocha sedikit menggeser Geral yang berdiri di sebelah motornya. Cewek itu kemudian menaiki motornya dan pergi dari sana meninggalkan Geral yang berdiri dengan wajah mengeras tidak terima.

"Arrggh, Sialan!!" Geral berteriak frustasi, baru kali ini ia kalah dalam balapan, dan lebih parahnya Geral kalah dari cewek.

Kedua teman Geral yang sejak tadi menonton turun dari atas tribun dan menghampiri cowok itu.

"Lo bisa kalah juga, Al" ucap Bastian yang langsung mendapat tatapan tajam dari Geral.

"Gue akui cewek tadi emang keren" ucap Leon menatap kepergian Ocha.

"Gue nggak terima!" ucap Geral sambil mengepalkan tangannya.

Leon menatap Geral, "Terus lo mau apa? Nggak usak berantem sama cewek. Cemen!!" Dari mereka bertiga, Leon adalah yang paling bijak dan dewasa.

"Gue nggak peduli, bangsat!!" Geral menatap tajam Leon, lantas kembali melajukan motornya di arena balap untuk meluapkan emosinya.

"Lo tebak apa yang bakal dilakuin Geral sama anak baru tadi?" tanya Bastian pada Leon.

Leon mengendikkan bahunya, "Gue nggak tau," Leon menjeda kalimatnya, "Gue rasa malah dia yang dapat balasannya"

~

Ocha merebahkan badannya pada sofa balkon kamarnya. Cewek itu sedang merasa sangat bersalah pada abangnya. Dia sudah berjanji pada Deovan untuk tidak mengikuti balapan dalam bentuk apapun, entah motor atau mobil. Ocha mengacak rambutnya kasar, ia sudah mengingkari janjinya sendiri.

Ocha menundukkan kepalanya, menyesal. Namun tiba-tiba ia merasa tidak enak pada hidungnya. Ocha menggosok hidungnya yang langsung membuat tangannya penuh warna merah. Cewek itu mimisan.

"Sial"

Inilah kekhawatiran Deovan. Yang Deovan tau sejak dulu Ocha miliki daya tahan tubuh yang tergolong lemah. Cewek itu sangat mudah lelah. Setiap Ocha melakukan kegiatan yang berlebihan, cewek itu akan mimisan. 

Ocha buru-buru masuk ke kamar mandi untuk membersihkan hidungnya. Ia tidak ingin sampai ketahuan oleh Deovan dan membuat abangnya itu curiga dan khawatir.

"Dicha, ayo makan" teriak Deovan dari luar kamar Ocha sambil mengetuk pintu.

"Kata Bibi lo belum makan, gue udah balik nih, ayo makan" ucap Deovan yang tidak mendapat sahutan sama sekali.

Deovan tau adiknya itu sangat irit bicara, tapi biasanya setelah ia mengetuk pintu Ocha akan langsung membukanya, "Kemana tu anak?" monolog Deovan.

"Dicha, makan dulu" panggilan Deovan tetap tidak mendapat sahutan dari Ocha.

Cowok itu mencoba membuka pintu kamar Ocha yang ternyata tidak terkunci. Sesaat setelah Deovan masuk, Ocha keluar dari kamar mandinya sambil mengusap hidung basahnya dengan tissu.

"Abis ngapain lo?" tanya Deovan yang membuat Ocha terkejut.

"Ketuk pintu dulu Devan" ucap Ocha mencoba santai.

"Gue udah ketuk, udah gue panggil. Lo nggak jawab-jawab. Abis ngapain lo?"

"Lo ngapain manggil gue?" tanya Ocha, menghiraukan pertanyaan Deovan.

"Makan," Deovan mendekat pada Ocha, membuat cewek itu refleks memalingkan wajahnya ke arah lain, "Abis ngapain?"

"Buang air"

"Hidung lo kenapa?" Deovan melihat hidung Ocha yang memerah.

Ocha menarik tangan Deovan dari wajahnya, "Nggak. Ayo makan" Ocha beranjak ingin keluar dari kamar.

"Jujur sama gue" ucapan Deovan membuat Ocha berhenti. Mata Deovan tak sengaja melihat tissu berwarna merah di tempat sampah Ocha.

Deovan membalikkan badannya menghadap Ocha yang juga sudah berbalik badan, "Lo mimisan lagi?" raut wajah Deovan berubah khawatir.

"Gue nggak papa"

Deovan mendekati Ocha, menempelkan tangannya pada dahi Ocha, berniat mengecek suhu, "Lo pasti kecapekan karena naik motor sendiri, besok bareng gue aja ya?"

"Nggak, gue tetep naik motor sendiri. Tadi ada pelajaran olahraga, basket, mungkin gue kecapekan karena itu. Gue nggak papa" jelas Ocha berbohong.

"Gue udah bilang lo nggak boleh basket lagi kenapa masih bandel? Lain kali nggak usah ikut olahraga lagi, apalagi basket" sepertinya Ocha salah mencari alasan, ia lupa Deovan juga melarangnya main basket.

"Iya" sekarang Ocha hanya bisa pasrah, abangnya itu pasti akan mengomel.

"Lo tau kan kenapa gue larang?" Ocha mengangguk.

"Gue nggak mau lo sakit, Dicha"

_______

OchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang