Kunjungan

1 1 0
                                    

Sore ini Sena, Sesil, dan Okha menjenguk Ocha di rumah sakit. Sebenarnya awalnya hanya Sesil dan Sena, tapi karena Okha menawari untuk mengantar, tentu saja mereka berdua menerima dengan senang hati, apalagi Sesil, cewek itu tersenyum cerah sejak tadi. Dan tentu saja sekarang cowok itu juga ikut masuk menjenguk.

"Lo sendirian dari tadi?" tanya Sena, pasalnya sejak tadi ia tidak melihat siapapun di sana, bahkan Deovan juga tidak ada.

Ocha menggeleng, "Abang gue baru aja pergi"

"Abang lo pergi kemana?" tanya Sesil.

"Ada urusan"

Sena menggeplak kepala Sesil, "Kepo banget lo"

"Gue kan juga pengen tau gebetan gue kemana"

Lagi-lagi Sena menggeplak kepala Sesil, "Semua aja gebetan!"

"Orangtua lo nggak nungguin?" kali ini Okha yang bertanya.

Sesil mengangguk, "Iya, selama ini kita nggak pernah liat orangtua lo"

"Kerja" ucap Ocha singkat.

Sesil mengangguk-angguk mengerti, "Gue laper nih"

"Itu makan aja" ucap Ocha menatap buah-buahan yang dibawa Sesil dan Sena tadi.

"Enggak, itu buat lo. Gue pengen makan nasi," Sesil menengok pada Sena, "Kantin yok!" ajaknya.

"Nitip deh gue, roti aja" ucap Sena.

"Nggak, lo harus ikut"

"Terus Ocha siapa yang jagain, bego!"

"Pergi aja, gue nggak apa" timpal Ocha.

Sesil menatap Okha, "Kha, jagain Ocha bentar ya. Lo mau nitip apa? Biar gue beliin"

Sekali lagi tangan Sena mendarat pada kepala Sesil, "Giliran Okha lo mau di titipin"

Sesil mencibir, "Nggak usah iri!"

"Gue nitip air putih aja" ucap Okha

"Oke, keluar bentar, Cha" pamit Sesil, lalu keluar bersama Sena.

Seperginya Sesil dan Sena, suasana berubah hening. Ocha fokus menatap televisi yang menampilkan acara pertadingan basket.

"Lo suka basket?" tanya Okha, cowok itu berdiri mendekat ke arah Ocha, matanya juga ikut menatap layar televisi itu.

"Suka" jawab Ocha tanpa menengok sedikitpun. Mereka berdua kini fokus menatap pertandingan itu.

"Ah, nggak masuk" ucap Okha, ketika pemain basket itu tidak berhasil memasukkan bola ke dalam ring.

"Dia main sendiri, nggak kompak" komentar Ocha.

"Kurang strategi juga" tambah Okha.

"Lo udah makan?" tanya Okha, sejujurnya cowok itu bingung bagaimana memulai pembicaraan, cewek di depannya ini sangat pendiam.

"Udah"

Suasana kembali hening, sampai Ocha berdehem. Cewek itu bergerak meraih air putih di meja sebelahnya. Melihat itu Okha langsung mengambil air itu dan memberikannya pada Ocha.

Cowok itu tiba-tiba terpaku pada pergelangan tangan kanan cewek itu. Terdapat gambar berwarna coklat yang membentuk seperti bulan sabit, namun sedikit tidak sempurna.

"Itu tanda lahir?" tanya Okha, membuat Ocha menatapnya bertanya, "Di pergelangan tangan lo"

Ocha meletakkan gelasnya kembali di bagian meja yang paling dekat dengannya, cewek itu kemudian melihat pada pergelangan tangannya sendiri, "Iya"

Mendengar jawaban Ocha, cowok itu semakin terdiam. Pikirannya mendadak berputar, seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar.

"Kenapa?" tanya Ocha.

Okha tersentak, sedetik kemudian cowok itu tersenyum, "Enggak. Bentuknya unik, kayak bulan sabit"

Pintu ruangan rawat Ocha terbuka, Sena dan Sesil sudah kembali dari kantin dengan Sena menenteng kantung plastik putih berisi roti dan air mineral.

"Kenyang gue" ucap Sesil.

Okha beranjak kembali duduk di sofa, di sebelah Sena.

"Nih, air putih titipan lo, sama gue beliin roti. Kata bunda lo belum makan," Sena memberikan kantung plastik itu pada Sena, "Bunda tadi telfon, HP lo kenapa mati?"

"Habis baterai," Okha meraih air mineral lebih dulu, "Thanks"

"Eh, HP gue dimana, Na?" tanya Sesil, teringat tangannya tak memegang ponselnya.

Sena mengulurkan ponsel berwarna merah muda itu pada Sesil, "Kebiasaan pelupa, lo tinggalin tadi. Untung gue ambil"

"Makasih Sena" ucapnya sambil mencium pipi Sena.

Sena langsung mengusap pipinya, "Jijik, Sil"

Sesil menyalakan ponselnya, langsung menampilkan sebuah foto di akun Instagram kelas XI IPS1, kelas Okha, yang menjadi bahan permbicaraannya dengan Sena tadi.

Sesil memutar ponselnya, memperlihatkan layar ponselnya pada semua orang, "Kalian mirip nggak, sih?!"

~

"Lo kemarin malem dimana? Situ yang ngajak nongkrong malah nggak dateng," tanya Bastian pada Geral, "Ini lagi bangsat satu, malah jalan sama mantan. Sena kok masih mau aja dah sama lo"

"Maulah, gue keren gini" ucap Leon pede.

"Pede gila!"

"Jadi lo semalem balik sama Sena?" tanya Geral

Leon mengangguk singkat, "Mana tega gue biarin dia balik sendiri"

"Kalian abis darimana sih? Balik darimana? Gue berasa disingkirkan" ucap Bastian.

"Lo tuh nggak diajak" sahut Daniel membuat semua orang tertawa kecuali Bastian tentunya.

"Tega kamu, mas!" teriak Bastian mendramatisir.

Sandro bergidik, "Jijik, Bas"

"Gue sama Geral abis dari rumah sakit. Nganter Ocha"

"Kok bisa kalian," Bastian beralih menatap Geral, "Abis lo gebukin ye, Al?"

"Matamu, lo yang gue gebuk!"

"Panjang dah ceritanya, percuma jelasin sama otak pikun lo" ucap Leon.

"Kalau kagak mau ngasih tau diem aje, kagak usah pakai ngatain, sialan!" sungut Bastian.

Geral mengeluarkan sebungkus rokok dan koreknya dari saku celana, mengambil satu batang lantas mengapitnya di bibir untuk segera di sulut. Geral mulai mengangkat koreknya tapi ingatannya hari itu tiba-tiba melintas, membuat cowok itu refleks mengambil rokok dari mulutnya. Rasa bersalah tiba-tiba menghampiri cowok itu.

"Dia nggak ada disini, nggak masalah 'kan?" ucapnya dalam hati.

Geral kembali mengapit rokoknya dengan bibir, tangan cowok itu lantas menyulut gulungan nikotin itu. Membenarkan letak rokok itu pada mulutnya dan mulai menghisap. Namun sedetik kemudian cowok itu tiba-tiba melepaskan rokoknya, membuat semua orang yang ada disana menatapnya heran.

"Sialan!" teriak Geral, entah mengapa rasa rokok itu menjadi tidak enak menurutnya. Cowok itu juga semakin merasa bersalah.

"Kenapa lo?" tanya Leon.

_______

OchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang