Sakit

1 1 0
                                    

Cowok dengan kaos hitam, yang ia rebut dari temannya itu, berdiri menyandarkan tubuhnya di depan ruang UGD. Sedangkan cowok korban perampokan kaos yang sekarang hanya memakai jaket itu duduk di kursi tunggu.

"Cuci tangan lo" ucap cowok yang sedang duduk, cowok itu sedikit risih melihat darah di tangan cowok yang sedang berdiri.

Geral tak menghiraukan ucapan Leon, pikirannya fokus memikirkan cewek yang sedang di tangani dokter di dalam ruang UGD.

Leon berdecak, sejak masih dari sekolah temannya itu tak mau menjawab pertanyaannya ataupun meresponnya sama sekali.

Leon menghampiri Geral, "Sebenernya dia kenapa?!" Leon geram untuk tidak bertanya, cowok itu terlampau penasaran.

Geral menghembuskan nafas kasar, "Gue juga nggak tau"

Leon hendak kembali bertanya tapi pintu ruangan di sebelahnya tiba-tiba terbuka.

"Gimana keadaannya dok?" tanya Geral cepat setelah melihat dokter keluar dari sana.

~

Geral memperhatikan cewek yang masih terpejam di depannya itu. Sejujurnya cowok itu bingung siapa yang akan ia hubungi. Ponsel Ocha tertinggal di kelas, Geral tak sempat mengambilnya tadi. Ia juga tidak tau alamat cewek cuek ini.

"Lo nggak kasih tau keluarganya?" tanya Leon yang sejak tadi duduk di sofa.

"Gue nggak tau nomor keluarganya"

"Temennya? Anak kelas lo yang temennya dia, kasih tau temennya coba" usul Leon.

Geral membuka ponselnya, mencari nomor si ceweret Sesil atau si galak Sena. Tapi ia tak menemukannya, cowok itu ingat, ia tidak menyimpan nomor cewek di sekelasnya, kecuali nomor Ocha yang ia simpan karena urusan skors kemarin.

Geral kemudian beralih membuka grub kelasnya, tapi ia juga tak dapat menemukan nomor dua cewek itu karena terlalu banyak nomor tanpa nama disana.

"Gue nggak punya nomornya"

Leon mendengus, tak habis pikir dengan ketidak pedulian temannya itu, "Biar gue kasih tau Sena" ucap Leon kemudian berlalu keluar untuk menelpon.

Beberapa menit kemudian Leon kembali masuk ke dalam ruang rawat Ocha. Cowok itu yang melihat Geral masih dengan posisinya tadi lantas berdehem, "Sena bakal kasih tau abangnya"

Geral tak berniat menanggapi ucapan Leon, ia masih menunggu cewek itu bangun. Meskipun dokter bilang Ocha sedang tidur bukan pingsan, tapi entah kenapa cowok itu masih belum tenang sebelum Ocha membuka matanya.

Leon kembali duduk, melihat Geral, sepertinya dugaannya waktu itu akan benar.

~

"Ikut gue keluar bentar" ucap Leon pada Sena.

Cewek itu menatapnya bertanya, "Mau apa?" tanya Sena.

"Gue mau ngomong"

"Ngomong apa? Gue nggak mau" tolaknya.

"Penting"

Sena berdecak dan akhirnya mengangguk, tidak enak dengan Deovan jika terus berdebat dan berisik disini. Cewek itu kemudian keluar bersama Leon.

Sena dan Deovan sudah tiba di rumah sakit sejak satu jam yang lalu. Geral juga sudah menceritakan apa yang terjadi dengan Ocha pada Deovan.

"Thanks, udah nolongin adek gue" ucap Deovan pada Geral.

"Anggap aja ini balasan karena lo nolongin gue waktu itu"

Deovan tersenyum lalu mengangguk, cowok yang lebih tua itu kemudian melihat ke arah adiknya yang tertidur pulas, Ocha sebenarnya sudah bangun tadi, tapi sekarang cewek itu kembali tertidur karena efek obat, "Dicha selalu aja keras kepala. Sebenernya gue udah larang dia buat main basket. Tubuhnya gampang lelah, kalau udah gitu pasti mimisan, tapi dia selalu keras kepala" Deovan mengusap rambut Ocha lembut.

"Tapi dia jago main basket" ucap Geral.

"Iya, meskipun gue larang, dia sering diam-diam main basket sendiri. Waktu kecil dia juga pernah ikut pelatihan basket sampai umur duabelas tahun"

Geral mengangguk, atensinya beralih pada ponsel Deovan yang terletak di atas meja di depannya yang berbunyi, "HP lo bunyi, Bang"

Deovan berjalan mengambil ponselnya, "Gue titip Dicha bentar" ucapnya kemudian berlalu keluar untuk menerima telpon.

Sedetik kemudian pintu ruang itu kembali terbuka, menampilkan Sena yang kembali masuk.

"Temen lo emang brengsek" ucapnya tiba-tiba.

"Baru sadar sekarang lo?" tanya Geral menanggapi.

Sena mendengus, ia salah tempat mengeluh. Ia lupa jika cowok di sebelahnya ini juga sama brengseknya.

"Udah mantan baru sadar Leon brengsek, pas pacaran lo mabok apa gimana?"

"Jangan bahas itu" peringat Sena.

Geral terkekeh pelan, "Oh, sorry bukan mantan. Apa ya nyebutnya? Hubungan tanpa status? Atau masih sayang tapi udah putus?"

Sena melotot tajam pada Geral, "Diem lo!" ucapnya sedikit keras, kemudian kembali keluar.

Sena terus mengumpati dua cowok itu di sepanjang jalannya. Niatnya ingin menemani Ocha ia urungkan karena moodnya buruk.

"Bang Ovan, gue pulang dulu ya, sorry nggak bisa temenin Ocha sampai malam" izinnya pada Deovan. Mereka berpapasan di lorong rumah sakit.

Deovan yang baru selesai menerima telpon itu mengangguk, "Iya. Nggak apa-apa. Lo istirahat aja. Thanks udah jenguk Ocha. Mau gue anterin?"

Sena menggeleng, "Nggak usah, bang. Gue duluan" pamitnya lalu melanjutkan jalannya.

Cewek itu berjalan sambil kembali melanjutkan umpatannya untuk Leon dan Geral, tapi lebih banyak untuk Leon.

"Lo mau kemana? Gue suruh tunggu kenapa pergi?" ucap Leon ketika mereka berpapasan. Tadi cowok itu meminta Sena untuk menunggu di kursi taman karena dirinya ingin ke toilet dulu, ketika cowok itu kembali ia berpapasan dengan teman ceweknya membuatnya sedikit lama, tapi ketika menghampiri Sena, Sena sudah tidak ada.

Sena berhenti, menatap cowok di hadapannya itu kesal, "Gue mau pulang"

"Gue anter"

"Gue bisa pulang sendiri"

"Nggak, pulang sama gue" tegas Leon tetap menghalangi jalan Sena.

"Lo mau apa sih?" sungut Sena kesal dengan cowok di depannya ini.

"Mau anterin lo pulang"

"Gue bilang nggak usah" cewek itu bergerak menyingkirkan tubuh Leon yang terus menghalangi jalannya.

"Kanaya"

_______

OchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang