Ocha memasukkan tangan di saku tracktopnya. Mata cewek itu mengawasi permainan tim basket putri dari sekolahnya. Di sebelah cewek itu ada Geral dan Pak Juna yang sedang berdiri sambil berteriak memberi arahan.
Hari ini tepat hari pertandingan basket yang Ocha tunggu-tunggu, cewek itu tidak sabar untuk bertanding dalam perlombaan untuk pertama kalinya.
Pertandingan dimulai oleh tim basket putri terlebih dahulu.
"CHIKA FOKUS!!"
Tim basket sekolahnya sudah masuk tiga besar saat ini, tapi Geral belum juga memperbolehkan Ocha untuk turun. Pagi tadi, bahkan cowok itu hanya memberinya celana jersey tanpa atasan seakan Ocha tidak akan ikut bermain.
Ocha berdiri ketika terdengar sorakan keras. Adel terjatuh saat mencetak poin terakhirnya. Ocha berlari ikut menghampiri Adel yang sudah diangkat menuju ruang kesehatan.
"Del, tenang, atur nafas" ucap Pak Juna.
Adel meringis menahan sakit di kaki kanannya, "Sakit, Pak"
Pak Juna mengajak semuanya keluar menuju pinggir lapangan kembali, menyisakan Leon dan Adel ketika Adel akan di tangani. Pria paruh baya itu memijat pelipisnya khawatir.
"Tim kita lanjut, tapi Adel tumbang. Vivi sama Putri udah tumbang duluan. Chika nggak memungkinkan buat ambil alih center," Pak Juna menghembuskan nafas frustasi. Tim basketnya baru saja di bantai habis-habisan di empat besar oleh lawan terbesar sekolah mereka, "Cadangannya masih sisa siapa?"
Ocha mengangkat tangannya, "Saya"
Semua orang menoleh menatap Ocha, termasuk Geral.
Pak Juna seketika tersenyum lega, "Oke, Cha kamu masuk ganti-"
"Pak kita atur strategi baru, alihin Chika jadi center" sela Geral.
Pak Juna menoleh, "Resikonya tinggi, Al. Tenaga Chika juga udah nggak memungkinkan"
Chika mengangkat tangannya, "Gue nggak sanggup, Al"
"Cuma Ocha harapan kita" ucap Pak Juna.
Geral menoleh menatap Ocha yang juga sedang menatapnya. Cowok itu menghembuskan nafas berat, "Oke. Lo masuk, ambil bagian center"
"Oke, sip. Cha, ganti baju, yang lain bisa istirahat sebentar, saya lihat Adel dulu, lima menit saya kembali buat briefing. Semangat, kids" ucap Pak Juna kemudian berlalu pergi.
Ocha menatap Geral, "Baju gue"
Geral menghampiri tasnya, diikuti Ocha. Cowok itu kemudian berdecak ketika tak menemukan yang ia cari.
"Gue lupa bawa. Pakai baju gue"
Ocha mengangguk tak masalah, cewek itu membuka tracktop dari tubuhnya yang dilapisi kaus hitam. Geral juga membuka jerseynya, membuat penonton yang melihat memekik keras ketika cowok itu telanjang dada memperlihatkan tubuh atletisnya.
Ocha menerima jersey Geral, cewek itu menoleh ke arah tribun sebentar, kemudian memberikan tracktopnya pada cowok itu, "Pakai"
Geral menuruti Ocha, membuat para penonton mendesah kecewa ketika tubuh cowok itu tak lagi terbuka.
Geral menahan Ocha yang akan langsung memakai jerseynya, "Ke ruang ganti, lepas kaos lo. Jangan kelihatan mencolok"
Ocha menurut, menuju ke ruang ganti dan tak lama kemudian kembali bersama Pak Juna yang baru keluar dari ruang kesehatan.
Pria paruh baya itu mangisyaratkan anak muridnya untuk berkumpul. Pak Juna akan memberi arahan.
"Kita tetap pakai strategi awal, Bapak kira nggak memungkinkan untuk pakai plan B karena tenaga kalian udah nggak full lagi," Pak Juna memandang anak muridnya, "Kalian udah ngerasain sendiri, tim musuh makin menjadi. Mereka nggak akan biarin tim kita menang lagi kali ini, tapi yang penting fisik kalian. Datang kesini sehat pulang juga harus selamat. Menang kalah itu urusan nanti, yang penting keluarin yang paling terbaik. Oke?" semuanya mengangguk.
Pak Juna kemudian menatap Ocha, "Kamu fokus. Bapak tau kamu bisa diandalkan" Ocha mengangguk.
"Sip. Semangat semuanya!" ucap Pak Juna mengakhiri briefingnya dengan menepuk tangan, dan diikuti yang lain.
Geral menahan lengan ketika cewek itu akan bersiap ke tengah lapangan, membuat cewek itu langsung berhenti dan menoleh.
Geral menghembuskan nafasnya kasar, terlihat sedikit khawatir, "Jangan berlebihan. Berhenti kalau ngerasa nggak enak"
Ocha mengangguk namun kemudian menggeleng, "Gue mau selesain ini sampai akhir" jawab cewek itu kemudian berlalu pergi.
Masuknya Ocha ke tengah lapangan mengundang tatapan semua orang. Jersey bernomor punggung tujuh dengan nama Geral membuat semua orang terkejut sekaligus heran. Mereka semua tau siapa Geral, kapten basket SMA Angkasa yang tidak pernah membiarkan timnya kalah, penyumbang poin paling tinggi di setiap pertandingan. Semua orang juga tau, bagaimana sifat Geral. Hal seperti ini seperti sangat mustahil terjadi.
Tapi secara tiba-tiba, seorang cewek tak di kenal muncul memakai jersey sang kapten dengan menempati posisi center.
Ocha menatap center tim lawan yang sedang menatapnya remeh, Amanda.
"Hai, gue nggak pernah lihat lo sebelumnya. Segitu beraninya buat kalah sampai ngeluarin anak baru di babak final?" cewek itu menatap jersey Ocha, sedikit terkejut namun kemudian kembali tersenyum remeh, "Jersey Geral? Gue rasa Geral bakal nyesel kasih jerseynya buat lo setelah ini. So, are you ready to lose?"
Peluit tanda permainan dimulai berbunyi. Ocha berhasil merebut bola lebih dulu, membuat Amanda mengeraskan rahangnya.
Pertandingan berlangsung sangat sengit. Tim SMA Tunas Bangsa yang selalu bermain kasar dan SMA Angkasa dengan strategi cerdiknya. Para penonton juga dibuat takjub dengan pergerakan Ocha yang selalu berhasil merebut bola.
Geral terus mengawasi pergerakan Ocha di pinggir lapangan. Cowok itu bahkan tidak berniat untuk duduk sama sekali sejak permainan di mulai.
"Santai, Al, santai" ucapan Pak Juna tak ia hiraukan sama sekali. Mata tajam cowok itu terus bergerak seiring pergerakan Ocha.
Geral mengepalkan tangannya ketika cewek itu berhasil mencetak three point di menit awal.
_______
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocha
Teen Fiction"Orang bilang lo itu dingin, saking dinginnya gue malah ngerasa hangat" Ocha, cewek dingin dengan wajah datar dengan segala kepeduliannya. Pindah sekolah membuat banyak kejutan di hidup Ocha. Bertemu kembali dengan seseorang yang sangat ia rindukan...