Setelah tiga hari di rawat di rumah sakit, hari ini Ocha sudah diperbolehkan untuk pulang.
"Lo ikut balik ke rumah 'kan?" tanya Ocha, sambil menunggu perawat yang sedang melepas selang infusnya.
"Iya, gue anterin, Dicha" jawab Okha sambil tersenyum.
Ocha menggeleng, "Enggak, bukan anterin. Lo harus tinggal juga"
Okha kembali tersenyum, "Besok, ya?"
"Hari ini," Ocha menatap Okha, "Lo nggak boleh pergi lagi"
Deovan baru saja keluar dari kamar mandi, cowok itu mengucapkan terima kasih pada perawat yang akan keluar setelah selesai melepas infus Ocha. Cowok yang lebih tua itu menghampiri dua adiknya yang sepertinya sedang berdebat.
"Kenapa ini?" tanya Deovan.
"Dikha nggak mau tinggal sama kita" ucap Ocha.
"Bukan gitu, Dicha. Gue mau, tapi nggak sekarang ya?"
Deovan menghela nafas, "Turutin aja kemauan, Dicha. Dia kangen banget sama lo, Kha"
"Bang, gue-"
"Nanti bakal gue urus, lo tinggal sama kita mulai sekarang" potong Deovan tegas.
~
"Om nggak akan biarin Okha tinggal sama kalian lagi. Okha anak saya" ucap Haris tegas.
Shania mengusap lengan Haris lembut, menenangkan suaminya itu, "Sabar, Yah"
"Dikha adik kandung saya, Om. Saya lebih berhak atas Okha daripada Om" ucap Deovan tak kalah tegas, aura Harlan mendominasi.
"Okha tercukupi semua disini. Kalau hanya uang, Om bisa kasih Okha sebanyak-banyaknya, kasih sayang? Kasih sayang kami nggak pernah kurang buat Okha. Justru saya lebih nggak yakin Okha bisa dapat kasih sayang orangtua dari orangtua kalian. Dari dulu orangtua kalian itu hanya mentingin kerja"
Deovan menggeram, cukup emosi dengan kalimat terakhir dari sang paman, "Jaga batasan Om. Orangtua saya sudah sangat berbaik hati untuk Om bisa merawat Dikha, jangan pernah jelekin mereka di depan saya. Om dan tante waktu itu janji hanya akan bawa Okha dua bulan tapi selama hampir dua belas tahun Om nggak pernah kembaliin Dikha sama kita bahkan kalian bawa Dikha pergi jauh dari kita. Mana janji kalian?"
Harris tampak mengernyit, "Apa orangtuamu nggak bilang sesuatu sama kamu?"
"Maksud Om apa?" tanya Deovan, ia tidak tau apa yang di maksud pamannya.
Haris dan Shania berpandangan, lalu pria paruh baya itu kembali menatap Deovan, "Memang benar Om berjanji seperti itu waktu itu. Tapi kemudian kami berubah pikiran setelah Tante kamu operasi pengangkatan rahim satu bulan kemudian. Om sudah bilang dengan orangtua kalian bahwa Om akan merawat Okha sampi seterusnya. Dan orangtua kalain sudah setuju tentang itu, Ovan," Haris menatap Shania, "Bahkan Om sudah berniat untuk mengadopsi secara resmi adikmu, tapi Tantemu melarang karena tidak mau Okha kehilangan asal usul dirinya yang sebenarnya"
Deovan terkejut, sangat amat terkejut dengan penuturan pamannya barusan. Tanpa sadar air mata lolos dari matanya. Selama ini orangtuanya tidak pernah memberitahu tentang hal ini kepadanya. Deovan kecewa, tentu saja, ia sangat kecewa orangtuanya bisa melakukan hal itu.
Shania mendekati Deovan yang nampak tekejut, wanita cantik itu mengelus pundak Deovan sayang, "Ovan, Om sama Tante benar-benar minta maaf sempat jauhin Okha sama kalian. Maaf juga tadi Om Harlan bentak kamu. Om Harlan nggak bermaksud kasar sama kamu, kami kira kamu udah tau tentang ini," tangan Shania bergerak mengusap air mata Deovan, "Om Harlan tau kamu pasti kerepotan ngurus bisnis orangtuamu sambil kuliah, ditambah juga kamu harus jagain Ocha. Kami nggak mau nambah bebanmu, nak" jelas Shania lembut penuh kasih sayang.
Deovan meraih tangan Shania yang mengelus pundaknya, kemudian menggenggamnya, "Mereka adik Ovan, Tante. Mereka bukan beban, Ovan sama sekali nggak terbebani sama mereka"
"Om tau. Om tau kamu pasti juga sayang banget sama Okha," Haris menghela nafasnya berat, "Tapi tolong izinin Om jagain Okha, ya. Om mohon sama kamu. Om janji nggak akan jauhin Okha dari kalian lagi. Om beneran janji, Van. Asal om bisa terus sama Okha"
Deovan menundukkan kepalanya, tangannya memijat pelipisnya pelan, "Saya belum tau, Om. Saya nggak mau buat keputusan tanpa persetujuan Dicha. Tapi, biarin Dikha pulang ke rumah hari ini, mungkin selama satu minggu ke depan. Dicha baru sembuh, Saya takut dia drop lagi kalau saya bicarain tentang ini"
"Ocha sakit apa, Van?" tanya Shania khawatir.
"Kecapekan. Daya tahan tubuh Dicha lemah dari dulu. Tapi udah sembuh kok, Tante."
Haris mengangguk mengerti, "Van, Om nggak berhak buat larang Okha pulang. Walaupun Om nggak mau dia pergi dari Om, tapi Om nggak bisa batasin keinginannya," Haris kembali menghelas nafasnya kasar, "Satu minggu ya, Van? Kami nggak yakin bisa jauh dari dia selama itu. Tapi kami terserah Okha"
"Selama satu minggu itu saya enggak akan larang kalau Dikha mau pulang ke sini. Om sama Tante nggak usah khawatir" ucap Deovan lalu tersenyum.
Shania ikut tersenyum, tangannya kembali mengusap bahu Deovan lembut, "Makasih ya, Van. Kalian bisa kesini setiap saat. Kapanpun rumah ini selalu terbuka untuk kalian. Kamu sama Ocha juga bisa nginap disini, jangan sungkan-sungkan. Bahkan kalau kalian tinggal disini, Om sama Tante akan lebih senang" ucap Shania.
Deovan tersenyum lalu mengangguk, "Ovan bakal ajak Dicha kesini secepatnya"
Deovan sadar, dirinya tidak boleh egois. Apa yang di katakan Haris benar, orangtuanya tidak bisa memberikan kasih sayang seperti Haris dan Shania. Dan Deovan sadar, ia sendiri juga tidak bisa memberikan kasih sayang sebesar mereka. Kali ini Deovan memilih seperti ini terlebih dahulu, sebelum memutuskannya nanti.
_______
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocha
Teen Fiction"Orang bilang lo itu dingin, saking dinginnya gue malah ngerasa hangat" Ocha, cewek dingin dengan wajah datar dengan segala kepeduliannya. Pindah sekolah membuat banyak kejutan di hidup Ocha. Bertemu kembali dengan seseorang yang sangat ia rindukan...