Aran

9 1 0
                                    

Ocha memainkan ponselnya dengan tidak minat, tidak ada yang membuatnya tertarik. Cewek itu meletakkan ponselnya kembali, beralih menatap televisi yang sejak tadi menyala. Ocha bosan, ia ingin keluar tapi Deovan belum pulang, Abangnya itu tidak mengizinkan Ocha pergi sendiri karena cewek itu belum tau jalan.

Ocha menatap langit-langit kamarnya, ia jadi teringat orang yang sangat ia rindukan. Cewek itu menghela nafasnya berat, andai saja orang itu ada di sampingnya, pasti Ocha tidak akan pernah merasa kesepian seperti ini.

Deringan ponsel mengalihkan atensi Ocha. Ia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelponnya. Dahinya mengkerut saat terpampang nomor tidak dikenal. Ocha menekan tombol hijau, mengangkatnya.

"Halo" ucap Ocha

"Halo, ini benar nomor Diocha Alexa"  terdengar suara cowok dari seberang telepon.

"Benar, siapa?"

"Saya Aran, saya diminta Bu Maya menghubungi kamu untuk ikut olimpiade. Tadi saya lupa memberitahu ketika di sekolah"

Dahi Ocha mengernyit, "Salah orang, saya bukan anak olimpiade"

"Enggak salah, saya diminta Bu Maya ajak kamu gabung club Olimpiade. Besok saya temui kamu untuk lebih jelasnya. Saya tutup" ucap cowok itu dan sambungan pun terputus.

"Nggak jelas"

~

Sesuai perkataan cowok di seberang telpon kemarin, cowok bernama Aran itu sudah berdiri di depan kelas Ocha ketika bel istirahat baru saja berbunyi.

Ocha memandang orang di depannya datar, rupanya kakak kelas, "Ada apa, Kak?" Ocha sengaja memakai tambahan 'Kak' agar terdengar lebih sopan.

Cowok itu tersenyum, "Ke taman yuk, nggak enak ngobrol di depan kelas gini"

Ocha mengangguk menurut, mengikuti kakak kelasnya itu berjalan menuju taman sekolah.

"Seperti yang udah saya bilang semalam, kamu diminta Bu Maya untuk gabung club Olimpiade karena prestasi kamu di sekolah sebelumnya yang sangat baik" ucap Aran to the point.

"Maaf, saya nggak berkenan. Kakak bisa cari orang lain"

"Beneran? Enggak mau di pikir-pikir lagi?"

Ocha mengangguk pasti, ia lebih memilih ikut olimpiade secara pribadi daripada atas nama sekolah seperti ini. Alasannya sesimpel anak kecil yang ingin pialanya ia simpan sendiri, bukan malah di pasang di sekolah.

"Saya yakin. Saya permisi"

Jujur, Ocha sangat tidak nyaman dengan suasana kaku dan canggung seperti ini. Ia ingin cepat-cepat pergi menuju kantin, Ocha ingin makan mie.

"Tunggu!" cegah Aran.

Ocha membalikkan badannya, "Ada perlu lagi?" tanya Ocha sesopan mungkin, sungguh Ocha sangat lapar.

"Nanti setelah pulang sekolah temui saya di ruang Osis" ucap Aran yang langsung diangguki oleh Ocha karena ingin cepat-cepat pergi dari sana.

~

"Lo harus ceritain ke gue kenapa bisa Kak Aran temuin lo!!" ucap Sesil menggebu-gebu sambil mengunyah bakso dimulutnya.

"Telen dulu sil" Ucap Sena.

Ocha meneguk air mineral terakhirnya, "Disuruh gabung club olimpiade"

Wajah Sesil kembali normal, "Oh gue kira ngapain. Tapi bukannya Bu Maya langsung ya, Na, yang biasa ngajakin buat join club, kok Kak Aran? Setau gue dia juga bukan anak club olimpiade" tanya Sesil pada Sena.

"Gabut kali dia" jawab Sena asal.

Sesil memutar bola matanya, "Yang bener aja. Urusan Osisnya banyak kali, masa gabut?"

"Kali aja"

"Cha," panggilan Sesil mengalihkan Ocha dari ponselnya, "Lo nggak deg-degan apa bicara sama Kak Aran berduaan gitu" tanya Sesil antusias.

"Biasa aja" jawab Ocha datar.

"Kalau gue yang ada di posisi lo, gue udah mencak-mencak nggak karuan, Cha. Gilak!! Pangeran sekolah di depan gue!!" ucap Sesil heboh.

"Untung bukan lo, yang ada Kak Aran dikira ngobrol sama orang stress" cibir Sena

Sesil menatap kesal pada Sena, lalu kembali menatap Ocha dengan berbinar, "Asal lo tau Cha, Kak Aran itu baiknya, hadeh, baik banget! Udah baik, ramah, pinter, disiplin, ganteng lagi, sempurna banget. Tapi sayangnya nggak ada yang berani deketin dia, karena takut berurusan sama Kak mentari. Dan sayangnya lagi nih Kak Aran juga nurut banget sama Kak Mentari" raut wajah sesil berubah emosi saat mengatakan kalimat terakhir.

Sedetik setelah mengatakan itu raut wajah Sesil berubah panik, "Cha, lo harus ati-ati, abis ini Kak Mentari pasti bakal bikin perhitungan sama lo karena udah ngobrol sama Kak Aran!!" ucap sesil heboh dengan nada panik.

Sena yang semula tenang juga ikut panik, "Balik kelas ayo cepet!!" Sena menarik tangan Ocha namun tertahan, karena cewek yang baru saja mereka bicarakan ternyata sudah terlanjur menghampiri mereka.

Mentari menggebrak meja yang di tempati mereka bertiga, di belakangnya ada dua orang yang mengikuti.

"Anak baru udah berani nantangin gue ya?!" ucap Mentari sambil menatap tajam Ocha.

Ocha berdiri, menatap datar kakak kelas di depannya ini, "Ada urusan apa ya, Kak?"

Sesil dan Sena menunduk ketar-ketir.

"Oh berani ya lo, anak baru aja udah songong, lo nggak tau siapa gue?!" ucap Mentari lalu menjambak rambut Ocha yang langsung di tepis oleh sang pemilik rambut.

"Nggak usah pegang-pegang" ucap Ocha dingin, cewek itu mencekeram lengan Mentari yang langsung membuat kakak kelasnya itu menarik tangannya.

Mentari menunjuk tepat pada wajah Ocha, "Gue peringatin sama lo, jangan pernah ganjen sama Aran!! Ini baru peringatan, kalau sampai gue lihat lo ganjen sama Aran gue nggak akan segan-segan ngancurin idup lo, bitch!" ucap Mentari kemudian berlalu pergi diikuti teman-temannya.

Kepergian Mentari dan teman-temannya membuat Sesil dan Sena bisa bernafas lega, para penghuni kantin pun kembali melanjutkan makannya setelah melihat drama Mentari episode ke sekian.

Ocha membenarkan rambutnya yang berantakan lalu kembali duduk dengan santai.

"Sumpah, kayak simulasi ketemu malaikat maut" Ucap Sesil yang langsung meminum jusnya sampai habis.

"Lebay" ucap Ocha

"Lebay ndasmu, kenapa malah lo tantangin tadi, bego?" ucap Sesil emosi pada Ocha.

"Biar seru" ucap Ocha datar lalu kembali memainkan ponselnya seakan tak terjadi apa-apa.

Sena menatap Ocha tajam, kenapa gadis di depannya ini terlihat sangat santai, "lo Gila"

_______

OchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang