Rokok?

1 1 0
                                    

"Lo nggak usah macem-macem, Cha!"

Ocha menghembuskan nafasnya, mencoba untuk terus fokus saat Marys menatapnya tajam di depan mejanya. Cowok itu langsung menghujaminya dengan banyak pertanyaan ketika barus masuk ke ruangannya.

"Mars, gue lagi kerja. Nanti oke?"

Marys mengalah, menyandarkan tubuh sambil memijat pelipisnya, kepalanya pusing menghadapi cewek di depannya itu.

Ocha kembali membaca tumpukan map-map di mejanya. Cewek itu menutup matanya sebentar untuk kembali mengumpulkan fokusnya.

Marys mengangkat kepalanya, menatap Ocha yang sedang fokus dengan perkerjaannya. Sedikit lama, kemudian menghembuskan nafasnya berat.

Marys menutup berkas yang sedang di baca oleh Ocha, "Gue mau bicara sekarang" ucapnya lembut.

Ocha menetralkan tatapannya, setelah sebelumnya menatap tajam cowok di depannya itu ketika berkasnya di tutup begitu saja. Ocha lagi-lagi menghembuskan nafasnya kasar lalu berjalan menuju sofa ruangannya yang langsung di susul Marys.

"Jangan, ya?" ucapnya lembut sambil menatap Ocha.

"Kali ini enggak lagi"

"Gue mohon"

Ocha menoleh, "Lo udah janji, Mars"

Marys menunduk, meraih tangan kanan Ocha kemudian menggenggamnya.

"Jangan larang gue lagi," Ocha mengalihkan pandangannya, "Gue nggak lemah. Gue nggak mau di kekang lagi,"

Marys mengeratkan genggamannya ditangan Ocha.

"Lo tau gue pengen banget ikut ini. Pak Juna udah nunjuk gue langsung. Gue kemarin juga udah ikut latihan, sampai kelar juga gue baik-baik aja,"

Ocha menoleh pada Marys yang sudah mengangkat kepalanya, "Meskipun cuma cadangan, tapi gue seneng, Mars" ucapnya lalu tersenyum.

Marys mengulurkan tangannya membawa Ocha dalam pelukannya.

~

Geral menghembuskan asap rokoknya dengan santai. Ini rokok pertamanya setelah dua mingguan lebih tidak merokok. Meskipun cowok itu masih merasa rokoknya berubah tidak enak, tapi Geral masih belum bisa benar-benar berhenti menghisap nikotin itu. Geral menyandarkan tubuhnya pada sofa bekas yang ada di pojok gudang. Leon dan Bastian belum datang, cowok itu terjebak oleh guru killer di kelasnya, tidak bisa ikut membolos.

Geral mengalihkan pandangannya pada pintu ketika mendengar pintu di buka dari luar. Geral menatap heran, matanya mengikuti gerak orang itu yang berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.

"Ada apa, Bang?" tanya Geral membuka obrolan. Geral menggeser rokoknya, berniat menawarkannya pada cowok di sampingnya itu.

Marys mengambil satu batang rokok, menyulutnya dan menghembuskan asapnya dengan santai.

"Minggu depan lo tanding?"

Geral mengangguk, "Kenapa?"

Marys menghembuskan asap rokoknya kemudian menoleh, "Gue titip Dicha"

Geral mengernyit namun kemudian mengangguk, "Lo tenang aja"

Marys mengangguk kemudian mengalihkan pandangannya, "Gue bukan cowoknya. Dia sepupu gue"

Geral tak menanggapi, namun raut wajahnya kembali tenang.

"Langsung hubungin gue kalau ada apa-apa sama dia," Marys menoleh, "Hubungin gue dulu, jangan orang lain" ucapnya serius.

Geral mematikan rokoknya yang masih tersisa setangah, mulutnya sudah tidak bisa menerima benda panjang itu lagi.

"Oke"

"Jangan kasih dia main kalau nggak benar-benar di butuhin,"

Marys juga menginjak rokoknya, cowok itu kemudian bangkit, menoleh pada Geral lalu tersenyum, "Gue percaya sama lo. Tolong jaga Dicha" menepuk pundak Geral pelan kemudian berlalu dari sana.

~

"Jersey lo gue tahan dulu. Gue kasih kalau lo mau main pas pertandingan"

Ocha berdecak, "Ribet"

Geral tak menghiraukan protesan Ocha, cowok itu sedang tidak ingin berdebat.

"Adel jalan lo kenapa pincang?" ucap Geral sedikit keras ketika melihat Adel yang tidak benar menggiring bola.

Bel tanda akhir permainan berhenti, Adel berjalan mendekati Geral dibantu oleh Chika.

"Kaki gue sering kram akhir-akhir ini" ucapnya setelah berhasil duduk.

"Cepet periksa, jangan sampai ganggu pertandingan"

Adel menutup botol minumnya, "Udah, cuma cedera biasa. Minggu depan gue pastiin udah sembuh"

Geral mengangguk, "Bagus, jangan sampai ngrecokin pertandingan. Lo diandelin disini"

Geral kemudian menoleh pada Ocha, "Lo masuk, gantiin posisi Adel, center"

Ocha bangkit, berjalan ke tengah lapangan ketika pertandingan akan kembali di mulai.

"Ocha masukin tim inti aja, Ge. Kemampuan dia bahkan lebih dari gue, udah setara sama lo"

"Gue setuju sama Adel" ucap Leon yang baru bergabung, cowok itu berjongkok di depan Adel.

Geral mengamati pergerakan Ocha yang sedang bermain, "Nggak"

"Ngapain lo?" Adel menatap Leon yang bergerak membuka sepatu kanannya. Cewek itu mencoba menarik kakinya namun ditahan oleh cowok itu.

Leon tak menghiraukan Adel, cowok itu meletakkan kaki Adel di pahanya setelah berhasil melepas sepatu dan kaos kaki cewek itu. Dengan perlahan Leon memijat kaki Adel pelan.

Adel masih berusaha memberontak, membuat Leon menatapnya, "Nurut"

Geral terkekeh kecil di sebelahnya, cowok itu kemudian bangkit, berjalan mendekati lapangan. Geral mengamati setiap pergerakan Ocha dengan sangat teliti. Cowok itu akan tersenyum ketika Ocha berhasil mencetak poin atau berhasil merebut bola dari lawan.

Geral menyetujui ucapan Adel dalam hati, kemampuan Ocha memang lebih baik dari Adel dalam bermain basket. Cowok itu sebenarnya juga ingin memasukkan Ocha dalam tim inti, Pak Juna juga sudah menyuruhnya kemarin. Tapi Geral ragu, cowok itu merasa ada yang tidak beres dengan cewek itu.

Geral berjalan menghampiri Ocha yang duduk menyender di tiang ring saat pertandingan selesai. Timnya menang, dengan Ocha yang menyumbang poin paling banyak.

Cowok itu mengernyit ketika mendengar nafas Ocha yang begitu berat, Ocha seperti kesusahan bernafas.

Geral berjongkok, "Hey, lo kenapa?"

Ocha tidak menjawab, cewek itu menunduk, berusaha mengambil nafas sebanyak-banyaknya.

"Jangan dipukul," Geral menahan tangan cewek itu yang akan memukul dadanya, "Ambil nafas pelan-pelan" Geral merasa dejavu.

Geral mengedarkan pandangannya, menatap tajam ke arah Bastian yang ada di sudut lain ruangan, cukup jauh dengan jarak mereka saat ini.

"BAS, MATIIN ROKOK LO!!"

_______

OchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang