Ocha berjalan menuju kafetaria sendirian, Sesil dan Sena tidak ikut karena sedang asik menonton basket di lapangan outdoor.
"Hai, Cha!"
Ocha menengok kesamping, melihat siapa yang menyapanya dan juga ikut berjalan di sampingnya.
"Mau ke kafetaria?" tanya orang tersebut yang ternyata Aran.
"Iya"
"Bareng kalau gitu" ucap Aran sambil tersenyum manis.
Aran dan Ocha duduk di salah satu meja kafetaria. Hari ini kafetaria sangat ramai karena semua kelas sedang jam kosong, para guru sedang rapat untuk acara ulang tahun sekolah.
"Mau pesan apa? Biar aku pesenin" tawar Aran.
"Bento set"
Aran mengangguk sambil tersenyum, "Minumnya?"
"Gue ambil sendiri"
Aran kembali mengangguk lalu pergi memesan makanan. Sedangkan Ocha berjalan menuju kulkas berisi minuman dingin. Ocha mengambil air mineral dingin kemudian kembali ke meja.
"Thanks" ucap Ocha setelah Aran datang membawa pesanan mereka.
Keadaan hening di meja itu, mereka berdua sedang fokus pada makanan masing-masing.
Aran menegak minumannya setelah selesai menghabiskan makanannya. Pandangan cowok itu tak lepas dari cewek cantik di depannya yang sedang menikmati makanannya.
"Belepotan aja cantik" tangan Aran bergerak membersihkan sudut bibir Ocha dengan tissu.
Ocha tersentak, refleks menjauhkan wajahnya dari jangkauan tangan cowok itu.
"Udah bersih" ucap cowok itu lalu tersenyum manis.
Ocha menatap Aran sekilas, kemudian bergerak meminum air mineral.
"Tadi pagi belum sarapan ya? Kelihatannya laper banget sampai belepotan gitu"
Ocha hanya berdehem tanpa melihat cowok di depannya, lebih memilih melanjutkan makannya yang sempat tertunda.
"Hai, Ran!" Ocha dan Aran refleks menoleh.
"Eh, Tar, duduk sini" ucap Aran ketika mendapati yang menyapanya adalah Mentari, sahabatnya.
Mentari beranjak duduk di sebelah Aran , "Makasih," ucapnya sambil tersenyum manis pada Aran.
"Mau pesan apa? Mau gue pesenin?" tanya cowok itu.
Mentari menggeleng, "Enggak usah, gue udah makan kok," ucapnya sambil tersenyum, "Eh, ini siapa, Ran?" tanya Mentari sambil melihat pada Ocha.
"Kenalin ini Ocha, anak baru. Adik kelas," Aran sedikit mendekat ke arah Mentari lalu berbisik, "Calon, Tar" ucap Aran.
Mentari tersenyum manis pada Ocha, "Hai gue Mentari, sahabatnya Aran" ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Ocha menerima uluran tangan itu dengan tidak minat, "Ocha" ucapnya datar tanpa ekspresi, menatap wajah Mentari yang tersenyum manis dengan penuh arti. Kakak kelasnya itu sangat pandai berakting, pikirnya.
Aran melihat jam tangannya, "Eh, gue duluan ya, ada rapat Osis sama guru," Aran melihat pada Ocha, "Aku duluan ya, Cha" pamit cowok itu, mengusap rambut Ocha yang membuat cewek itu kembali manjauhkan tubuhnya. Cowok itu kemudian terkekeh lalu pergi dari kafetaria.
~
Ocha keluar dari bilik toilet kafetaria setelah menyelesaikan urusannya. Namun dengan tiba-tiba ada seseorang yang menutup mata dan memukul belakang kepalanya keras. Cewek itu meringis merasakan pening di kepalanya.
"Siapa? Lepas!!" teriak Ocha sambil meronta mencoba melepaskan cekalan pada kedua tangannya.
Ocha merasa tubuhnya di dorong paksa oleh tiga orang untuk terus berjalan. Cewek itu tentu saja berontak, mencoba melepaskan diri dengan menendang ke segala arah dan menghempaskan tangannya dari cekalan. Tangan cewek itu tergerak menyikut orang di sampingnya.
"Akh!" suara cewek terdengar dari telinga Ocha, seiring dengan cekalan di tangan kirinya yang terlepas, cewek itu terkena sikutan lengan Ocha.
Tangan Ocha dengan cepat bergerak ingin melepas penutup matanya, namun belum sempat melakukan itu, tangannya kembali di cekal oleh orang lain sebelum kemudian di ikat kebelakang dengan tali. Mulutnya juga di sumpal dengan kain.
Nafas Ocha mulai sesak, sungguh cewek itu sangat takut pada kegelapan. Ocha akan sesak nafas dan berakhir pingsan jika terlalu lama dalam kegelapan.
Ketiga orang itu kembali menyeret Ocha. Ocha merasakan kembali memasuki sebuah ruangan karena tubuhnya yang tak sengaja membentur gagang pintu. Tubuh Ocha di hempaskan ke lantai dengan kasar.
"Gue udah peringatin sama lo buat jauh-jauh dari Aran!! Tapi lo tetap aja ngeyel. Kayaknya lo emang pengen mati ya, bitch!!" ucap salah satu dari cewek itu.
Kemudian tamparan keras mengenai pipi kiri Ocha dengan rambut cewek itu yang juga di jambak sangat keras. Ocha merasakan tangan yang berbeda-beda menampar pipinya berkali-kali.
"Ini karena lo berani deketin Aran dan berani ngobrol sama dia!"
Sedetik kemudian tamparan tersebut kembali mendarat di pipi kanan Ocha, "Ini karena lo nggak patuh sama gue buat jauhin Aran!!" ucapnya lagi.
Ocha terus memberontak kakinya menendang ke segala arah membuat mereka sedikit kewalahan. Salah satu dari cewek itu mengikat kaki Ocha yang sejak tadi berontak menendang-nendang ke segala arah.
Ocha merasakan hidungnya mengeluarkan darah, ujung bibirnya perih, kepalanya pening, dan perutnya sakit karena beberapa kali di tendang. Nafas cewek itu juga tersengal-sengal. Sungguh cewek itu tidak peduli dengan rasa sakit di tubuhnya. Ocha butuh cahaya, ia butuh penutup matanya segera terlepas.
"Tar, udah kali, dia mimisan" bisik cewek lainnya yang masih terdengar oleh Ocha.
"Gue nggak peduli," sahut cewek itu, tangannya mencengkram keras kedua pipi Ocha, "Gue nggak peduli mau lo mimisan, lumpuh, atau bahkan mati!! Nggak ada yang boleh nyentuh Aran selain gue!!" cewek itu menghempaskan cengkramannya dengan kasar, "Gue harap lo mati!!" Menginjak perut cewek itu kemudian berlalu pergi bersama dua cewek lainnya.
Ocha meronta lemas, mencoba melepaskan tali di kedua tangannya dengan sisa tenaga yang ia punya. Seluruh tubuhnya sakit dan remuk. Cewek itu mencoba berteriak namun tidak bisa. Nafasnya sangat sesak, dadanya terasa sangat sakit. Ocha menghempaskan tangannya keras sebelum akhirnya menjatuhkan tubuhnya, pingsan.
_______
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocha
Teen Fiction"Orang bilang lo itu dingin, saking dinginnya gue malah ngerasa hangat" Ocha, cewek dingin dengan wajah datar dengan segala kepeduliannya. Pindah sekolah membuat banyak kejutan di hidup Ocha. Bertemu kembali dengan seseorang yang sangat ia rindukan...