"Dikha kemana, Cha?" Deovan mendudukkan dirinya di sebelah Ocha yang sedang menonton tv di ruang tengah.
"Kelompok di rumah temennya"
Devan mengangguk, "Cha, gue mau ngomong" ucap Deovan serius.
Ocha mematikan televisi, kemudian menoleh menatap Deovan, "Ngomong apa?"
"Soal Dikha," Deovan mengambil nafas dalam, "Dikha harus balik ke rumah Om Haris"
Ocha mengernyit, "Maksud lo?"
Deovan menatap Ocha dalam, menjelaskan semuanya yang terjadi pada adiknya tanpa terkecuali. Cowok itu sudah berjanji tidak akan menyembunyikan apapun dari Ocha.
"Gila"
Deovan bergerak menarik tubuh Ocha ke dalam pelukannya, berusaha meredamkan amarah sang adik. Tangannya mengelus rambut Ocha sayang.
"Gue kecewa" ucap Ocha datar.
Deovan semakin mengeratkan pelukannya, "Maaf"
"Bukan salah lo," Ocha melepas pelukan mereka, "Gue mau ketemu Om Haris"
Deovan mengangguk, "Iya, besok kita kesana"
~
"Ocha sehat, nak? Udah sembuh?"
Ocha mencium punggung tangan Shania kemudian tersenyum, "Sehat, Tan. Tante Shania apa kabar?"
Shania tersenyum, "Baik, Cha," wanita paruh baya itu kemudian menoleh pada Deovan, "Ayo, duduk dulu. Biar tante panggil Om kalian dulu, ya"
Shania berlalu dari sana untuk memanggil Haris, sang suami.
Deovan menoleh pada Ocha, menggenggam tangan adiknya itu lalu tersenyum, "Percaya sama hati lo, lo keren"
Ocha mengangguk ragu, "Iya"
"Sore, Cha, Van" Haris tersenyum, berjalan ke arah Ocha dan Deovan dengan Shania di belakangnya membawa minuman.
Kedua orang yang lebih muda menyalimi tangan pria paruh baya tersebut, "Malam, Om"
"Apa kabar, Cha?"
Ocha tersenyum, "Baik, Om. Om baik?"
Haris tersenyum, "Seperti yang kamu lihat, sangat baik"
Shania menyajikan minuman ke atas meja, "Diminum dulu, Van, Cha"
Deovan tersenyum, "Makasih, Tan"
Haris duduk di single sofa berhadapan dengan Deovan, sedangkan Ocha duduk di sofa panjang dengan Shania.
"Semua lancar, Van?"
"Lancar, Om"
Haris tersenyum, kemudian mengalihkan pandangannya pada Ocha, "Ocha mau bicara sesuatu sama Om, nak?"
Ocha mengangguk, "Aku mau bicara masalah Dikha, Om"
Haris kembali tersenyum, laki-laki itu seperti melihat kakaknya pada diri Ocha. Ocha tidak terlalu suka basa-basi, selalu langsung pada intinya seperti Harlan.
"Iya, gimana keputusan kalian?"
Deovan menoleh pada Ocha, menunggu apa yang akan dikatakan sang adik. Shania menyatukan kedua tangannya gugup, sambil terus menatap Ocha.
Ocha menoleh, menatap Haris dan Shania bergantian, "Aku percaya kalian"
Shania langsung memeluk Ocha erat, "Makasih, Cha. Makasih, sayang"
Ocha tersenyum, tangannya terulur mengusap air mata Shania yang sudah melepaskan pelukannya. Cewek itu kemudian menoleh pada Haris, "Tapi aku serahin semuanya sama Dikha. Mana yang dia pilih, itu yang jadi keputusan akhirnya," Ocha menoleh pada Devan, cowok itu tersenyum menguatkan, "Aku sama Devan nggak akan maksa lagi"
Haris mengangguk sambil tersenyum, "Makasih"
~
Ocha melajukan motornya dengan kecepatan penuh di atas aspal, terhitung cewek itu sudah melalui lima kali putaran. Melajukan motornya sendiri di hari yang semakin larut malam. Pandangan cewek itu tajam dan kosong dengan tangan yang terus menambah laju motornya.
Sebuah motor lain menyamai laju motor Ocha, "Berhenti!"
Ocha tak menghiraukannya, membuat pengendara di sampingnya itu mulai menghimpit pergerakan motornya, kemudian berhenti di depan motor cewek itu.
Ocha menarik remnya, membuat motornya berhenti, mata cewek itu menatap nyalang orang di depannya yang sudah turun dari motor.
"Minggir!"
Geral memutar kunci motor Ocha kemudian mencabutnya, mengambil kunci motor itu dari pemiliknya.
"Turun!"
Ocha berdecak, melepas helmnya kemudian turun dari motor. Emosinya semakin memuncak melihat sikap cowok itu, "Lo mau apa? Balikin!"
"Sekarang apa lagi?"
"Bukan urusan lo!" ucap Ocha datar. Cewek itu menatap tajam cowok di depannya itu.
Geral membalas tatapan tajam Ocha dengan tatapan datarnya. Lama mereka saling menatap, sampai akhirnya Ocha memutusnya lebih dulu. Berdecak kemudian berlalu ke sisi jalan dan mendudukkan tubuhnya.
Geral menyusul, ikut duduk di sebelah Ocha. Tangannya terulur memberikan sebotol air yang sempat ia ambil pada cewek itu.
Ocha menatap botol air itu, kemudian menoleh menatap Geral yang juga sedang menatapnya.
"Minum"
Ocha mengambil botol air itu, "Thanks" membuka tutupnya kemudian meminumnya.
Keadaan hening seketika. Geral menatap langit dengan pikirannya sendiri dan Ocha memandang botor air minum ditangannya sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah.
"Menurut lo, apa itu masalah?" tanya Geral setelah mereka berdua begitu lama terdiam.
Ocha meletakkan kembali botol minumnya, "Masalah itu rusak"
Geral menoleh, menunggu Ocha melanjutkan kalimatnya.
"Ngerusak semuanya" lanjut Ocha.
Geral mengangguk, pandangannya beralih pada kedua motor mereka yang ada di tengah sirquit, "Menurut gue, masalah itu api. Nggak boleh di tinggal," Geral menjeda kalimatnya, "Api kecil mungkin bakal mati sendiri, tapi api besar nggak sama kayak itu,"
Geral menghembuskan nafasnya, "Lo bisa lari dari masalah kecil yang mungkin bakal selesai sendiri. Tapi lo tetep nggak boleh pergi gitu aja dari hal yang harus lo selesain"
"Gue nggak tau bisa atau enggak"
Geral menoleh, "Lo bisa"
Ocha menunduk, "Ini udah di luar kapasitas gue," Ocha menjeda kalimatnya, "Gue marah, gue kecewa, tapi gue nggak bisa gerak gitu aja" Ocha mengangkat kepalanya kemudian berdiri.
Geral ikut berdiri, menahan tangan Ocha saat cewek itu akan pergi.
Ocha menoleh, "Lepasin"
"Kunci motor lo masih sama gue"
"Mana?"
Geral tak menjawab atau pun bergerak. Cowok itu malah menatap mata Ocha yang kali ini entah kenapa terlihat putus asa, tidak tajam atau datar seperti biasanya.
Ocha menghembuskan nafasnya, "Gue mau balik, Ge"
"Gue anter, pakai motor lo"
Ocha menggeleng, "Gue bisa pulang sendiri"
"Dan biarin lo ngebut dalam keadaan begini? Enggak" ucap Geral tegas
Ocha tersenyum sinis, "Lo pikir gue kenapa?"
"Lo pikir lo nggak kenapa-kenapa?"
Ocha memutus pandangan mereka, menoleh ke arah lain. Tanpa sadar air mata turun begitu saja membasahi pipinya.
Geral mendekat, menarik tubuh cewek itu dalam pelukannya, "Luapin sepuasnya"
_______
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocha
Ficção Adolescente"Orang bilang lo itu dingin, saking dinginnya gue malah ngerasa hangat" Ocha, cewek dingin dengan wajah datar dengan segala kepeduliannya. Pindah sekolah membuat banyak kejutan di hidup Ocha. Bertemu kembali dengan seseorang yang sangat ia rindukan...