Dania

2 1 0
                                    

Satu minggu telah berlalu, Ocha sudah sepenuhnya sembuh dan sekolah seperti biasanya. Bahkan saking sudah sehatnya cewek itu sudah mengendarai motor sendiri sejak dua hari keluar rumah sakit, membuat Deovan harus mengikutinya dari belakang karena terlalu khawatir.

Hari ini SMA Angkasa full free class karena ada acara ulang tahun sekolah yang di adakan satu hari penuh. Dimulai dari pertandingan futsal di pagi hari yang diselenggarakan oleh club futsal. Selain itu, setiap club juga mengadakan pertandingan dan acaranya masing-masing di pagi hari.

Sesil menyeret Sena dan Ocha dengan bersemangat menuju lapangan futsal indor. Cewek itu tidak sabar ingin menonton tetangga super cakep Sena yang akan kembali bermain futsal setelah setengah semester mengikuti program pertukaran pelajar di Amerika Serikat.

"Sumpah Okha ganteng banget pakai jersey!!!" Sesil berteriak histeris melihat cowok bernama Okha itu sedang pemanasan di pinggir lapangan.

"Semua aja lo bilang ganteng, konsisten dong" ejek Sena.

Sesil mencibir, "Itu emang nyata, bukan masalah konsisten," Sesil menengok ke arah Ocha yang sejak tadi menyandarkan tubuhnya sambil terpejam, "Iya nggak, Cha?"

Ocha membuka matanya, "Apa?"

"Okha ganteng, kan?"

"Yang mana?" tanya cewek itu datar seperti biasa sambil menegakkan tubuhnya.

"Yang itu," Sesil menunjuk cowok tinggi yang memakai jersey futsal dengan ban kapten di lengannya, "Yang pakai ban kapten"

"Ganteng" jawab Ocha sekenanya lalu kembali memejamkan mata. Cewek itu tidak benar-benar melihat cowok mana yang dimaksud Sesil dan memperhatikan pertanyaannya.

"Tuh, Ocha juga bilang ganteng!"

Sena mencibir, "Iya emang ganteng, tapi kan bukan itu maksud gue"

"Iya udah terserah lo. Gue mau fokus nonton. Lo diem"

~

Sesil, Sena, dan Ocha berjalan menuju Okha, ingin menyambut kemenangannya dalam sparing futsal. Sebenarnya hanya Sesil dan Sena, Ocha hanya ikut saja karena sedang tidak ada urusan.

"Okha, lo keren banget" ucap Sesil sambil memberikan air mineral.

Okha menerimanya dengan tersenyum, "Thanks, Sil" Sesil mengangguk lalu menghampiri pemain yang lain, memberikan air mineral juga pada yang lain. Cewek itu membawa tiga botol sekaligus.

Okha beralih pada Sena, "Lo nggak ngasih gue apa-apa?" tanyanya.

"Masih kurang air minum dari Sesil sama pemuja-pemuja lo itu?"

Okha terkekeh, mengacak rambut Sena gemas, "Gue maunya dari lo"

Sena mencibir, "Idih"

Okha lagi-lagi terkekeh tapi pandangannya beralih pada cewek disamping Sena yang tengah memperhatikan lapangan, "Siapa?" tanya Okha.

Sena mengikuti arah pandang Okha, "Ocha, temen baru. Anak baru di kelas"

Okha terdiam sebentar lalu mengangguk.

Sena sedikit menyenggol lengan Ocha membuat cewek itu mengalihkan pandangannya dari lapangan, "Cha, kenalin Okha" ucap Sena.

Okha tersenyum canggung, "Okha"

Ocha terdiam sebentar menatap cowok yang juga sedang menatapnya itu, "Ocha" Ocha menganguk samar tanpa ekspresi.

"Memang pendiem, Kha, agak irit" ucap Sena melihat kecanggungan yang terjadi.

"Kha"

Okha mengangguk, lantas membalikkan badannya ketika merasa ada yang memanggil dan menepuk punggungnya, "Apaan?"

"Gue cabut duluan, mau nonton Geral" ucap orang itu yang ternyata Bastian.

"Oke, salam buat Geral sama Leon, kapan-kapan gue main ke basecamp"

Bastian mengangkat jempolnya sambil meringis lalu berlari pergi.

"Jangan terlalu sering" peringat Sena

"Iya"

~

"Hai, Cha," sapa Aran, cowok itu tertarik melihat Ocha yang sedang sendirian tanpa kedua temannya di pojok tribun lapangan basket indor, "Sendiri aja?"

"Sesil sama Sena ke toilet" jawab Ocha seadanya.

Aran mengangguk, "Suka basket?" tanya cowok itu.

Ocha hendak menjawab, sebelum suara panggilan pada Aran mengalihkan pandangan mereka.

"Aran"

Raut wajah Aran seketika berubah dingin dan sinis, "Apaan?" tanya cowok ketus itu tanpa memandang orang yang memanggilnya.

Dania, cewek yang memanggil Aran tadi menjawab, "Alat musik buat pensi nanti malam mau di taruh di sebelah mana? Gue udah bawa alat musik gue ke lapangan tapi panggungnya belum di tata sama sekali"

Cowok itu berdecak, kelihatan sangat tidak suka dengan cewek di depannya ini, "Lo bisa tanya anak Osis bagian dekorasi yang ada di sana, kenapa harus nanya gue?"

"Disana nggak ada orang, kalau ada gue juga nggak tanya sama lo" jawab cewek itu yang mulai jengah dengan jawaban ketus Aran.

"Lo tinggal bawa alat-alat lo kesana aja dan lo bisa pulang, anak Osis bakal tata itu dengan senang hati"

"Nggak, gue nggak akan biarin anggota-anggota lo itu ngrusakin alat-alat musik kita lagi karena nggak becus nata"

Aran menggeram, "Lo ngerepotin banget ya. Udah di bantuin nggak terima kasih malah nuduh!"

"Gue nggak nuduh, anggota lo pernah rusakin drum kita karena nggak bisa ngerakit kalau lo lupa" ucap Dania yang mulei tersulut emosi.

"Itu karena anak mu-"

"Tanggung jawab," potong Ocha tiba-tiba, membuat Aran dan Dania mengalihkan pandangannya pada Ocha, "Lo ketua Osis itu tanggung jawab lo," Ocha melirik jam tangannya, "Jam dua, harusnya panggung udah mulai di tata kalau acara jam enam" Ocha menutup kalimatnya sambil melirik Aran.

"Gue kesana" ucap cowok itu gugup, ia lupa jika masih ada Ocha di sana karena terlalu kesal dengan Dania.

Dania tersenyum ke arah Ocha, "Thanks ya," cewek itu kemudian mengulurkan tangannya, "Dania"

Ocha menerima uluran tangan kakak kelasnya itu, "Ocha" ucapnya datar lalu menunduk sekilas.

Dania beranjak duduk di sebelah Ocha, membiarkan anak music yang sedang menunggu di lapangan menata alat musik mereka bersama anak Osis, karena jika ia ikut kesana bisa di pastikan ia akan kembali berdebat dengan Aran. Dania akan kembali nanti saat Aran sudah tidak ada di sana.

"Lo pacarnya Aran yang di tembak di cafe itu kan?" tanyanya.

"Bukan pacar, gue tolak"

Diana sedikit tertegun, kemudian tersenyum, "Pilihan yang bagus"

_______

OchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang