Tangan Ocha bergerak memencet remot tempat tidurnya, menaikkan bagian atasnya, agar dia bisa duduk dengan nyaman. Mata cewek itu mengedar, tidak menemukan siapapun disana sejak pagi. Tangan cewek itu berpindah pada kepalanya, mengurutnya pelan karena masih merasakan pening. Seluruh badannya juga sakit, terlebih lagi siku kirinya yang kata Deovan keseleo.
Tak lama kemudian pintu ruangannya terbuka, menampilkan Deovan dan juga Marys. Wajah mereka berdua nampak kaku dan serius.
"Dev" panggil Ocha lirih dan serak.
Deovan refleks menengok, baru menyadari bahwa adiknya sudah bangun, merubah raut wajahnya menjadi tersenyum dan mendekati adiknya, "Ada yang sakit?" tanyanya lembut.
Ocha menggeleng, "Darimana?"
Deovan mendudukkan dirinya, "Ada urusan bentar, maaf ya, gue tinggal," Deovan mengusap rambut Ocha lembut, "Makan ya? Abis itu minum obat"
"Gue suapin" ucap Marys ikut mendekat sambil membawa semangkuk bubur.
Deovan berdiri, digantikan oleh Marys yang duduk di sana menyuapi Ocha. Berpindah duduk di sofa dan membuka ponselnya.
"Tinggal aja, bang. Dicha biar gue yang jagain" ucap Marys.
Deovan melirik Marys sekilas, "Nggak apa. Masih bisa gue handel dari sini"
"Tinggal aja Dev, gue nggak papa. Nanti Papa marah" ucap Ocha serak.
Deovan menghembuskan nafas kasar lalu mendekati adiknya itu, mengelus lembut rambutnya, "Beneran nggak papa?"
Ocha mengangguk samar, menepuk pundak Deovan yang menunduk.
Deovan mengecup dahi Ocha lama, kemudian berjalan ke arah Marys, "Gue titip, ya" menepuk bahu Marys lalu beranjak keluar ruangan.
"Masih sakit ya?" tanya Marys ketika melihat Ocha sedikit meringis seperti menahan sakit.
Ocha berdehem pelan sambil menutup matanya, bibir dan tulang pipinya masih sakit jika berbicara terlalu panjang.
Marys meletakkan mangkuk bubur yang baru berkurang tiga suapan, tangannya berpindah mengusap pipi gadis itu lembut, "Mendingan?"
Ocha mengangguk sekilas, matanya terbuka, menatap cowok di sampingnya itu lama.
"Gue nggak bilang"
Ocha tersenyum, "Makasih, ya"
~
Tidak seperti kejadian pembullyan yang terjadi pada Ocha saat itu yang menyebar luas, berita bahwa Mentari dan kedua temannya yang membully Ocha tertutup rapat atas kemauan Ocha. Hanya orang-orang yang ada pada saat pemutaran cctv dan beberapa pihak penting sekolah yang mengetahui hal itu.
"Gue nggak terima banget, Kak Mentari bisa bebas gitu aja. Temen lo kelewat baik, Sil. Gue jadi gemes!" ucap Sena sambil melihat ke arah Mentari dan kedua temannya yang sedang santai makan di kantin.
"Gue juga. Tapi lo ngerasa ini bukan cuma kemauan Ocha nggak sih? Maksud gue Kak Mentari kan juga masuk orang dalem, anak pemilik sekolah lagi" ucap Sesil.
Sena mengangguk setuju, "Kayaknya itu juga. Tapi tentang dia yang anak pemilik sekolah kan belum ada pembenaran dari mana-mana, masih cuma kata dia"
"Iya sih. Taudeh gue pusing," Sesil meminum jus jambunya, "Nanti jenguk Ocha, yuk!" ajak Sesil.
"Ayok," Sena memasukkan ponselnya ke saku, "Tapi agak maleman, ya. Balik sekolah gue udah ada janji"
Mata Sesil memicing, "Janji sama siapa lo?!" tanyanya penasaran.
"Okha"
Mata Sesil berubah berbinar, "Tetangga super cakep lo itu udah balik dari pertukaran pelajar?!!"
Sena memutar bola matanya malas, temannya itu kembali kumat jika menyangkut cowok cakep, "Udah, baru balik tadi malem"
"Ah, pasti makin cakep deh balik dari Amrik. Eh, berarti hari ini udah sekolah lagi dong?! Kok gue nggak lihat!"
Sena menggeleng, "Belum, besok baru mulai sekolah lagi"
Sesil mengangguk-angguk mengerti, sesaat kemudian matanya kembali berbinar, "Gue ikut lo ya, Na! Gue pengen ketemu Okha juga!"
"Nggak!" tolak Sena
"Ayolah, Na. Gue ikut ya ya ya"
"Nggak!" tolak Sena sekali lagi lalu pergi menuju kelas meninggalkan Sesil.
"Naaaa, ih!"
~
"Bang Ge kok nggak sama kakak cantik yang kemarin lagi kesininya" tanya anak perempuan bernama Dini di pangkuan Geral.
Geral mengernyit, "Kakak cantik yang mana?" seingatnya ia tidak pernah membawa perempuan bertemu anak-anak ini.
"Ituloh yang kemarin Genta bilang jadi pacar Genta. Yang traktir makan di bawah jembatan" ucap anak laki-laki gembul yang tertentang di lantai.
"Kak Dicha" jawab si anak tinggi membawa ukulele melihat Geral masih belum juga ingat.
"Oh yang itu. Lagi sakit"
"Sakit apa bang?" tanya Dini.
"Siapa yang sakit?" tanya laki-laki paruh baya yang baru memasuki rumah kecil itu.
"Temennya Bang Ge, Pak" jawab Dini.
"Leon? Okha? Atau Bastian?" tanya laki-laki itu, ia cukup mengenal teman-teman Geral.
"Bukan mereka, Bang," jawab Geral, "Temen sekelas"
Pria paruh baya itu mengangguk saja, "Dini, Bapak mau bicara sama Bang Ge. Turun dulu" ucap Pria itu menyuruh anak perempuan itu turun dari pangkuan Geral yang langsung di turuti.
Pria paruh baya itu mengajak Geral berbicara di teras rumah.
"Gimana kabar lo?"
"Baik, lo gimana, Bang?"
"Ya gini gini aja. Masih susah" jawab pria bernama Toro itu.
"Udah gue bilang kerja tempat gue aja, Bang"
"Kagak dah, ntar ribet sama Bapak lo lagi gue kagak mau!"
"Bisa gue urus masalah itu"
"Kagak dah," Toro membuang puntung rokoknya, "Gue cuma mau bilang, kemarin ada anak sebelah gangguin adek lo, Genta, sampai tu bocah babak belur. Kata Genta udah segede lo orangnya. Gue mau urus belum ada waktu. Lo bisa urus?"
"Bisa, Bang!"
"Ntar lo tanya Genta dah anaknya kek ape. Gue kasihan sama ntu bocah gembul, dibully mulu"
"Bakal gue urus secepatnya"
_______
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocha
Teen Fiction"Orang bilang lo itu dingin, saking dinginnya gue malah ngerasa hangat" Ocha, cewek dingin dengan wajah datar dengan segala kepeduliannya. Pindah sekolah membuat banyak kejutan di hidup Ocha. Bertemu kembali dengan seseorang yang sangat ia rindukan...