Ribet

1 1 0
                                    

Ocha membuka matanya, lantas menengok ke arah Okha, "Gue nggak nyangka bisa ketemu lo lagi, Kha" ucapnya lalu tersenyum.

Okha ikut tersenyum, "Kenapa nggak nyangka? Kita dari awal bareng, pasti bakal terus bareng"

Ocha kembali menyandarkan kepalanya, "Gue takut lo nggak balik"

"Nggak usah takut, sekarang gue disini, sama lo"

Ocha tak menjawab ucapan Okha, cewek itu kembali memejamkan matanya, membuat suasana kembali hening. Okha fokus menatap wajah Ocha, jujur saja cowok itu juga tidak menyangka bisa bertemu dengan Ocha lagi.

"Dikha" panggil Ocha memecah keheningan.

"Iya"

"Kita bakal bareng sampai seterusnya 'kan?" ocha kembali membuka matanya menatap Okha, "Lo nggak akan tinggalin gue lagi 'kan?"

Okha terdiam, namun sedetik kemudian kembali tersenyum, "Kita pasti bakal terus bareng"

Ocha ikut tersenyum, "Iya"

Okha mengacak rambut Ocha gemas, "Lo nggak mau cerita-cerita gitu sama gue? About your love story?" tanya Okha sambil terkekeh.

"Harusnya gue yang tanya," Ocha menoleh menatap Okha, "Lo ada hubungan sama Sena?"

Okha tertawa renyah, "Nggak ada. Kita sahabatan"

"Sahabat ya?"

Okha mengangguk, "Dia juga udah punya pacar, Cha"

~

Ocha menatap langit dengan bibir yang terus tersenyum, malam ini perasaanya sangat senang. Tidak ada air mata seperti malam-malam sebelumnya ketika ia menyapa bintang.

"Lo seneng?" tanpa Ocha sadari, Deovan masuk ke kamarnya, menghampiri Ocha yang sedang berdiri di balkon.

Deovan mengacak rambut Ocha gemas sambil tersenyum, "Lo seneng?" tanyanya lagi.

Ocha mengangguk sambil tersenyum, lalu memeluk Deovan, "Makasih, Dev"

Deovan membalas pelukan Ocha, "Apapun yang bisa buat lo seneng, bakal gue lakuin," cowok itu mencium puncak kepala adiknya sayang, "Terus senyum ya"

Ocha melepas pelukan mereka, "Gimana sama Om Haris?"

"Beres, nggak usah mikirin itu. Kita lagi bahagia sekarang"

Ocha mengangguk menurut, "Kalau ada apa-apa cerita ya, bang. Jangan ditanggung sendiri, lo punya gue"

Deovan kembali memeluk adiknya, "Harusnya gue yang bilang gitu sama lo" cowok itu kemudian terkekh pelan.

"Lo yang terbaik" ucap Ocha.

~

Pagi ini Ocha sudah kembali bersekolah, cewek itu mengendarai motornya sendiri tentu saja, meskipun awalnya dilarang keras oleh Deovan. Tapi hari ini ada yang berbeda, pagi ini Ocha berangkat tidak sendiri. Cewek itu berangkat bersama kembarannya, Okha. Tentu saja dengan Okha yang mengendarai motornya sendiri.

"Kok lo bisa sama Okha?" itulah pertanyaan pertama yang diterima Ocha ketika baru saja memasuki kelas. Kali ini bukan Sesil yang bertanya, tetapi Sena. Cewek cerewet itu sepertinya belum datang.

"Bisa" jawab Ocha sekenanya lalu duduk di kursinya.

Sena mengernyit, kemudian kembali bertanya, "Lo nginep di rumah Kak Marys juga?" tanya cewek itu, yang Sena tau Ocha dengan Marys adalah saudara sepupu, jadi pertanyaan itulah yang terlintas di benaknya.

Ocha menatap Sena bingung, cewek itu menaikkan alisnya bertanya.

"Nyokabnya Okha bilang, Okha nginep di rumah Kak Marys"

"Iya" jawab Ocha akhirnya, agar Sena tidak bertanya lebih lagi.

"Kemarin gue lihat Bang Ovan ke rumah Okha. Abang lo kenal sama orangtuanya Okha?"

Ocha yang semula ingin menulungkupkan kepalanya di meja kembali mendongak menatap Sena, "Mungkin" jawab Ocha sekenanya. Ocha belum ingin menceritakan tentang Okha pada Sena. Biarlah Okha yang menceritakannya sendiri pada yang katanya sahabatnya ini.

"Urusan bisnis kali ya?" monolog Sena.

~

Sehabis pulang sekolah ini Ocha tidak langsung pulang. Cewek itu berjalan menuju lapangan basket indor, Sesil bilang hari ini club basket latihan. Pak Juna menawarinya masuk club basket semalam dan tentu saja cewek itu mau. Ingatkan Ocha bahwa bekas jarum infusnya belum kering.

Pak Juna memanggil Ocha ketika cewek itu baru memasuki lapangan.

"Jadi, kamu terima tawaran saya? Gabung club basket?" tanya Pak Juna.

"Iya"

"Nggak!"

Ocha dan Pak Juna sontak menatap Geral yang ikut menjawab, cowok itu berjalan menghampiri mereka.

"Dia nggak boleh ikut club basket" tegas Geral sambil menatap Ocha tajam.

"Ada apa Al? Ocha main basketnya jago, kamu lihat sendiri kemarin. Bapak rasa Ocha juga punya potensi yang sangat besar dalam basket"

"Saya nggak terima di-" ucapan Geral terpotong karena ponsel Pak Juna yang tiba-tiba berbunyi.

"Bentar, saya angkat telpon dulu. Kamu urus dulu" Pak Juna menepuk bahu Geral sekali kemudian berlalu keluar lapangan untuk mengangkat telpon.

"Pemanasan lari sepuluh putaran!" teriak Geral pada para anak club basket.

Setelah melihat teman-temannya mulai berlari, Geral kembali menatap Ocha tajam.

"Jangan keras kepala" ucap Geral.

"Jangan ikut campur" Ocha kembali menatap Geral tajam.

"Lo nggak gue terima"

"Pak Juna udah terima"

"Gue bilang nggak! Jangan keras kepala! Balik" cowok itu membuang bola basketnya sembarangan, pertanda emosi.

"Kok masih disini, ayo ikut pemanasan, Cha!" ucap Pak Juna sekilas, pria paruh baya itu sudah selesai dengan urusannya dan menghampiri anak muridnya yang telah berlari.

Ocha hendak bergerak mengikuti pak Juna, namun Geral lebih dulu menahan lengannya erat, menariknya keluar lapangan, "Izin keluar sebentar, Pak" teriak Geral berpamitan yang mendapat balasan jempol dari sang guru.

Ocha menghempaskan tangan Geral ketika mereka sudah berada di luar, "Lo apa-apaan?!"

"Balik!" perintah Geral.

"Gue mau basket!" tegas Ocha tak mau kalah.

"Nggak! Lo nggak boleh ikut Basket. Gue kapten basket disini, gue berhak nggak terima lo" Geral menatap tajam cewek di depannya itu.

"Gue nggak peduli"

"Inget kesehatan lo, bego! Jangan keras kepala!"

_______

OchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang