Pengintaian Hari Pertama

1 1 0
                                    

Setelah menyelesaikan masalah kakak kelasnya tadi, Ocha langsung menuju ke parkiran. Ia melihat kembali ponselnya, pergerakan di sana semakin jauh. Ocha buru-buru menaiki motornya lantas keluar dari area sekolah.

Mulai hari ini Ocha akan mulai mengawasi cowok berandal sekolahnya, Geral. Tidak tanggung-tanggung, cewek itu menyuruh orang untuk memasang gps di motor Geral agar Ocha dapat tau pergerakan cowok itu kemana saja.

Ocha memberhentikan motornya ketika melihat motor Geral terparkir di sebuah rumah yang nampak sepi yang berada di perumahan perkampungan yang kumuh. Cewek itu kemudian beranjak menuju pintu rumah itu lantas mengetuknya.

"Ngapain lo?!" tanya Geral kaget setelah membuka pintunya.

"Ngawasin lo" jawabnya datar.

Geral nampak tak percaya, "Lo kurang kerjaan ya? Gue bukan tahanan!"

"Ini kerjaan gue" Ocha menatap Geral datar.

Geral berdecak, "Balik-balik. Sekolah sono lo!"

Ocha menghiraukan ucapan Geral, "Gue boleh masuk?" tanyanya kembali.

Geral berdecak kembali, tangannya mengcak rambutnya kasar, namun juga tak urung membuka pintu itu lebih lebar, membiarkan cewek cuek di depannya masuk. Pemandangan yang pertama kali Ocha lihat adalah anak perempuan yang sedang duduk di kursi dengan ponsel di tangannya. Di kening anak itu terdapat kompres penurun panas.

Ocha mengernyit, sepertinya ia mengenal anak ini, "Dini" panggil Ocha lirih.

Anak perempuan itu lantas mengangkat kepalanya, bibirnya kemudian tersenyum lebar, "Kak Dicha"

Ocha segera mendekat ketika melihat anak kecil itu hendak beranjak dari duduknya, "Duduk aja"

"Main gamenya udah, cil" ucap Geral, duduk di kursi yang lain.

Dini meletakkan ponsel itu di meja, menuruti perintah Geral untuk berhenti bermain game.

"Kak Dicha kok bisa ada di sini?" tanya anak itu polos.

"Mau main?" jawab Ocha yang malah terdengar seperti pertanyaan.

Dini mengangguk-angguk lucu, "Kak Dicha kok nggak sekolah? Di hukum juga kayak Bang Ge?"

Ocha mengangguk saja, tangannya sibuk mengelus rambut anak kecil itu.

"Kak Dicha suka bolos juga ya? Oh, pasti di ajakin kan sama Bang Ge," mata anak itu kemudian menatap Geral dengan ekspresi marah, "Bang Ge nggak boleh gitu ya, kalau nakal jangan ngajak-ngajak kakak cantik juga!"

"Jangan nuduh ya, cil. Dia yang mau sendiri. Gue nggak ngajak" belas Geral.

"Dini nggak percaya sama Bang Ge" anak kecil itu menyilangkan tangannya lucu.

"Serah lo dah" Geral mengambil ponselnya di meja, lebih baik ia main game daripada terus di tuduh oleh bocil itu.

"Yang lain kemana?" tanya Ocha, ia melihat beberapa kecrekan dan tisu di sana, tapi matanya tidak melihat anak-anak yang lain sejak tadi.

"Pada keliling, Kak. Nanti jam dua belas baru ke sini" jawab Dini, anak itu kemudian bergerak merebahkan tubuhnya dengan paha Ocha sebagai bantalan.

"Pusing ya?" Dini mengangguk kemudian menutup matanya, tangan Ocha bergerak kembali mengelus kepala anak itu lembut.

"Dini udah minum obat?" tanya Ocha pada Geral dengan suara pelan, takut membangunkan anak kecil itu yang terlihat sudah mulai tidur.

Geral mematikan ponselnya, "Udah," cewek itu kemudian mendekat ke arah Ocha, mengangkat Dini dari kursi panjang itu, "Biar gue bawa ke kamarnya" cowok itu kemudian berlalu dari sana.

Ocha memperhatikan sekeliling ruangan itu, dinding putih kusam yang penuh dengan coretan khas anak-anak, ubin putih dengan beberapa jejak kaki yang tidak memakai alas, kecrekan dan beberapa tisu di meja. Serta kursi busa kusam yang sepertinya sudah berumur yang salah satunya sedang ia duduki.

"Ge, Dini udah minum obat belom?" seorang pria paruh baya memasuki rumah dengan tergesa, membuat Ocha refleks berdiri.

"Lo siapa?!" tanya pria itu dengan raut terkejut.

"Temen gue, Bang," Geral lebih dulu menyahut, cowok itu baru kembali dari kamar Dini, "Dini udah minum obat" lanjutnya.

Pria itu menatap Ocha, tersenyum tipis kemudian berlalu dari sana.

"Bang Toro, bokapnya Dini" ucap Geral tanpa Ocha bertanya lebih dulu, lantas duduk di sebelah cewek itu.

Ocha kembali duduk, matanya mengawasi Geral yang mengeluarkan rokoknya, "Taruh rokok lo" peringat Ocha.

Geral menghentikan tangannya yang akan mengeluarkn rokok dari bungkusnya, "Apa? Ini bukan sekolah. Nggak ada peraturan nggak boleh ngerokok" ucap cowok itu acuh, memasukkan rokok yang belum menyala ke mulutnya untuk segera di sulut.

"Taruh rokok lo. Lo masih dalam pengawasan gue" peringatnya lagi.

Geral menghiraukan ucapan cewek di sampingnya itu, tangannya memantik korek api, menyalakan rokoknya. Hal itu membuat tangan Ocha bergerak hendak merebut rokok di mulut cowok itu. Namun tidak berhasil karena Geral lebih dulu menjauhkannya.

Geral mengambil alih rokok itu dari mulutnya, mengapitnya dengan dua jari kemudian menghembuskan asapnya ke atas, "Sialan. Lo apa apaan? Tangan lo mau melepuh?"

Ocha segera menutup hidungnya dengan kedua tangan, cewek itu kemudian berlari ke luar. Hidung cewek itu sangat sensitif dengan asap rokok, terhirup sedikit saja bisa membuat cewek itu batuk-batuk hingga sesak nafas.

Geral acuh, tidak peduli dengan cewek itu yang keluar, toh lebih bagus jika cewek itu pulang dan tidak lagi mengawasinya.

Ocha terus terbatuk batuk diluar membuat Geral mengernyit, cowok itu kemudian menyusul Ocha keluar, "Lo kenapa?" tanya Geral melihat Ocha yang terus terbatuk sambil memegangi dadanya.

"Lo kenapa, hey?"

Ocha tidak menjawab, menutup kembali hidungnya melihat Geral ikut keluar, matanya menatap rokok di tangan cowok itu sambil terus terbatuk.

Geral yang mulai peka, langsung mematikan rokoknya begitu melihat arah pandang mata Ocha. Menginjak dan menendang jauh-jauh puntung rokoknya.

Geral kemudian menuntun Ocha duduk di kursi yang ada di luar rumah. Cowok itu kemudian jongkok di depan cewek itu.

"Tenang, atur nafas. Ambil nafas pelan-pelan" Nafas Ocha mulai teratur, namun dadanya masih saja sakit, membuat tangan cewek itu dengan tidak sadar memukul-mukul dadanya sendiri.

"Jangan di pukul," Geral menggengam tangan cewek itu agar tidak kembali memukul, "Tenang, rileks"

_______

OchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang