Ocha tak menghiraukan Geral yang sejak tadi mengikutinya, entah apa yang akan dilakukan cowok itu sampai menuju jalan pulang pun cowok itu ikuti.
Ocha memberhentikan motornya ketika sampai pekarangan rumahnya, cewek itu melihat pada Geral yang juga ikut turun dari motornya.
"Ngapain lo?" tanya Ocha tanpa melihat Geral, cewek itu sedang membuka jaketnya.
"Ke rumah lo" jawab Geral santai.
Ocha menatap datar Geral, "Mau apa?"
"Ketemu abang lo, minta izin lo ikut pertandingan"
Ocha menatap tajam cowok di depannya itu, "Gue bisa izin sendiri, balik"
Geral balik menatap cewek itu, "Gue nggak yakin lo bakal beneran izin"
Ocha membalik badannya, berjalan menuju pintu, "Devan belum balik"
"Gue tungguin" cowok itu mengikuti Ocha menuju pintu, namun kemudian duduk di kursi luar yang ada di sana.
Ocha menoleh, "Masuk"
Geral yang baru saja duduk, kembali bangkit berdiri, mengikuti Ocha masuk ke dalam rumah.
"Cha" Ocha dan Geral refleks menoleh pada suara panggilan itu. Sena dan Okha sedang berada di ruang tamu.
Geral mengernyit, cowok itu berjalan menghampiri Okha. Sedangkan Ocha sudah ditarik lebih dulu ke kamarnya oleh Sena.
Okha tersenyum, memberi salam ala cowok pada Geral, "Ada urusan sama Dicha?" tanyanya.
Geral ikut duduk di sofa sebelah Okha, "Sama Bang Devan," cowok itu melepas tasnya, "Lo ada urusan sama itu cewek?"
"Dicha adek gue, kembaran"
Geral refleks menoleh pada Okha, "Maksud lo?"
"Lo pasti paham"
Geral mengangguk mengerti, "Gue nggak nyangka"
Okha terkekeh, "Tadi Devan bilang pulang malem, lo bisa sampaiin urusan kalian sama gue"
"Gue mau minta izin buat Dicha ikut tanding basket bulan depan"
Okha nampak terkejut, "Dicha gampang capek"
"Gue tau, tapi adek lo nggak mau di bilangin, keras kepala"
"Gue mau ikut" sahut Ocha yang baru datang.
Okha menoleh ke arah sang adik, cowok itu nampak terkejut, kemudian menyadari sesuatu, "Sena mana, Cha?" tanyanya
"Mandi," cewek itu bergerak duduk di sebelah Okha, "Gue mau ikut basket"
"Enggak. Gue nggak izinin, Bang Devan pasti juga nggak kasih izin"
Ocha menoleh pada Okha, "Lo jangan kayak Devan, gue nggak lemah"
"Inget kesehatan lo, Dicha" ucap Okha lembut, cowok itu menatap Ocha yang juga sedang menatapnya.
Okha menghembuskan nafasnya, cowok itu kemudian menoleh pada Geral, "Gue titip Dicha"
~
"Lo jangan ikut latihan dulu, setidaknya selama seminggu"
"Ribet"
Geral menoleh, "Lo juga ribet. Tinggal nurut apa susahnya?"
Ocha ikut menoleh, "Lo yang ribet, gue nggak lemah"
Geral tersenyum menantang, "Buktiin"
"Oke" Ocha bangkit, meraih bola basket yang baru saja mereka gunakan, yang berada di sebelah tubuh Geral.
Geral berdecak, mengambil bola orange itu lebih dulu, "Abang lo nitipin lo sama gue, jangan berulah"
Ocha ikut berdecak, kemudian kembali duduk di sebelah cowok itu.
Geral tak menanggapi. Mereka berdua sama-sama diam, sibuk dengan isi pikiran mereka masing-masing. Hari sudah semakin malam, namun tidak ada yang ingin beranjak dari lapangan basket di rumah Geral itu.
"Iya, lo nggak lemah," ucap Geral tiba-tiba.
Ocha menoleh.
"Orang lemah mana yang sanggup tanding basket hampir satu jam?," lanjut Geral, cowok itu lalu menoleh, menatap Ocha yang juga sedang menatapnya.
"Tapi lo harus tau, semua hal ada batasnya. Sama kayak tubuh lo. Lo emang kuat, tapi juga harus ingat kalau tubuh lo punya batas untuk itu," Geral menjeda kalimatnya, "Enggak harus nurutin semua hal yang diri kita mau, kadang kita harus bikin batas buat diri kita sendiri. Perjuangin apa yang baik tanpa paksaan dan rasa sakit," Geral mengulurkan tangannya, meletakkan di kepala Ocha kemudian menepuknya sekali dengan pelan.
"Lo kuat, Dicha"
~
"Abis darimana lo?"
Geral mendudukkan dirinya di sebelah Leon, "Ada urusan"
"Urusan apaan?" Leon mengepulkan asap rokoknya.
"Jangan kepo. Kayak Bastian"
Leon mencibir, "Jangan samain gue sama anjing betina itu ye"
"Iye, lo kan buaya bukan anjing"
"Tai"
Geral menyandarkan punggungnya pada sofa, "Anak-anak nggak pada kesini?"
Leon ikut menyandarkan punggungnya, "Udah pada balik, lo kepagian datengnya"
Geral melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul dua pagi, "Lo nggak balik?"
"Males gue di rumah. Nyokab yang dibahas cuma tunangan" Leon membuang rokoknya yang sudah habis, lalu mulai menyulut batang rokok yang baru.
"Kapan?"
"Bulan depan"
"Cepet banget, lo gimana?" Geral mengangkat kakinya, menumpukannya pada meja.
Leon menghembuskan nafasnya berat, "Gue nggak bisa nolak, itu kemauan nyokab. Nggak tega, gue coba turutin dulu sebisa gue"
"Lo harus pikirin mateng-mateng"
Leon mengangguk, "Gue udah bilang terima"
Geral menoleh, "Trus?"
"Sena, perasaan gue masih sama Sena. Lo tau gimana susahnya gue dapetin itu anak, gue nggak pernah seserius itu sama cewek, Al. Gue nggak bisa lupain dia gitu aja"
Geral mengangguk, "Gue tau"
Leon tersenyum getir, "Tapi perasaan gue itu nggak penting. Asal nyokab seneng apapun gue turutin," cowok itu menoleh pada Geral, "Lo gimana? Nggak pengen cari cewek?"
"Nggak penting" Geral mulai menutup matanya.
Leon tertawa, "Tapi gue rasa sebentar lagi itu bakal penting"
"Gue nggak butuh"
"Lo butuh, Al. Lo nggak akan terus bisa lakuin semuanya sendiri"
"Jangan sok tau"
Leon menyesap rokoknya, "Mungkin bisa, tapi sampai kapan lo bakal sendirian terus?," cowok itu menoleh, "Gue, Bastian, Okha, sama yang lain pasti bakal terus ada sama lo. Tapi lo juga butuh temen yang lebih dari itu, temen hidup"
Geral terdiam sebentar kemudian membuka matanya, menghembuskan nafasnya pelan, "Gue tau"
Leon tersenyum, "Gue rasa lo juga udah ketemu"
"Iya"
_______
![](https://img.wattpad.com/cover/329385340-288-k225915.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocha
Teen Fiction"Orang bilang lo itu dingin, saking dinginnya gue malah ngerasa hangat" Ocha, cewek dingin dengan wajah datar dengan segala kepeduliannya. Pindah sekolah membuat banyak kejutan di hidup Ocha. Bertemu kembali dengan seseorang yang sangat ia rindukan...