"Lo kemana aja dua hari nggak masuk?"
Ocha mendudukkan tubuhnya di kursi, "Ada urusan"
"Urusan apa sih?" tanya Sena penasaran.
"Kerjaan"
Sena mengangguk mengerti, cewek itu memang sudah tau jika Ocha ikut membantu bisnis orangtuanya.
"Kata Okha ke Jakarta, iya?"
Ocha mengangguk, "Sesil kemana?" tanya Ocha, pasalnya cewek cerewet itu belum kelihatan padahal bel masuk sudah berbunyi.
Sena mengendikkan bahunya, "Gue juga nggak tau. Dua hari ini dia sering bolos kelas, sering telat juga, baru masuk abis istirahat pertama"
Ocha hendak menanggapi tapi guru jam pertama mereka sudah masuk membuat cewek itu menyudahi obrolannya dengan Sena.
"Oke, anak-anak untuk tugas kali ini ibu akan membuat kelompok, satu kelompok dua anak dan akan ibu pilih sendiri supaya adil. Ada yang keberatan?"
Tidak ada yang keberatan, bukan karena takut atau apa. Guru ekonomi lintas minat mereka ini memang selalu tepat memilihkan teman kelompok, sesuai kebutuhan murid.
"...dan untuk kelompok yang terakhir, Geral Dirgantara dengan Diocha Alexa. Seperti biasa Ibu tidak menerima protesan"
Sena memutar duduknya menghadap Ocha yang berada di belakangnya, "Lo hati-hati sama Geral" ucapnya sambil sedikit melirik Geral yang ada di bangku belakang.
Ocha berdehem, "Iya"
Jika Sesil yang paling cerewet, Sena adalah yang paling perhatian di antara mereka. Cewek itu seperti sosok ibu yang selalu mengingatkan yang baik dan buruk pada Sesil dan Ocha.
~
"Lo dari mana aja? Dari kemarin datang telat mulu, bolos kelas, mau bandel lo sekarang?"
Sesil memutar bola matanya malas, "Apasih, Na! Nggak usah lebay, deh"
"Lo berubah, Sil," Sena menatap tajam cewek yang duduk di sebelah mejanya itu, "Lo tuh sadar nggak, sih!!" Sena sedikit meninggikan suaranya melihat Sesil yang tetap acuh.
Sesil menoleh, "Sadar apa sih, Na! Gue bilang nggak usah lebay!" Sesil ikut meninggikan suaranya sambil berdiri membuat Sena ikut berdiri dan saling memberi tatapan sengit.
Ocha membuka matanya, menoleh sebentar pada keduanya, "Berisik!"
Sena membuang pandangan begitupun Sesil.
Saat ini jam istirahat sedang berlangsung. Di dalam kelas hanya menyisakan Ocha, Sena, dan Sesil. Sena sebenarnya ingin pergi ke kantin, tapi melihat Sesil yang baru masuk kelas menghentikan cewek itu.
"Duduk" ucap Ocha datar dan tegas, membuat dua cewek itu langsung duduk.
Ocha menyandarkan tubuhnya, cewek itu menutup matanya sejenak kemudian menghembuskan nafasnya kasar.
"Gue rasa kalian cukup dewasa buat nggak bertingkah kayak bocah gini"
"Lo liat sendiri kan, Cha, dia berubah, bandel" ucap Sena.
"Lo salah, Na" ucap Ocha membuat Sena terkejut.
Ocha menoleh pada Sena, mengambil nafasnya, "Nggak perlu teriak, Na. Bicarain baik-baik"
Ocha kemudian menoleh pada Sesil, "Lo juga salah, Sil"
"Gue nggak perlu bilang salah lo dimana. Lo pasti udah paham, Sil"
Ocha bangkit dari duduknya, "Gue ke toilet. Bicarain baik-baik"
~
Ocha melangkahkan kakinya ke dalam lapangan basket indor. Mengambil duduk di tribun paling bawah.
Geral menoleh ketika menyadari ada yang masuk. Cowok itu sedang bermain basket sendirian.
Ocha menatap ke arah Geral yang sedang asik memantul-mantulkan bola lalu memasukkannya ke dalam ring. Cewek itu sedikit menarik sudut bibirnya ketika tembakan Geral terus menerus berhasil masuk tanpa ada yang meleset.
Geral mendrible bolanya ke arah pinggir lapangan kemudian melemparkannya pada Ocha yang langsung di tangkap cewek itu. Geral terkekeh, cowok itu berlari kecil menuju tribun dan duduk di sebelah Ocha.
Ocha memantul-mantulkan bola besar itu sambil duduk sedangkan Geral masih mengatur nafasnya yang naik turun. Tidak ada yang memulai pembicaraan diantara keduanya.
Ocha berdiri, meleparkan bolanya yang berhasil masuk ke dalam ring, kemudian kembali duduk. Geral menegakkan tubuhnya, tersenyum tipis.
"Menurut lo gimana?" tanya Geral memulai obrolan.
Ocha menoleh, "Apa?"
"Main gue" Geral ikut menoleh.
Ocha mengalihkan pandangannya pada bola yang menggelinding di tengah lapangan.
"Jaga emosi"
Geral menyandarkan tubuhnya, "Susah"
"Jangan terlalu berambisi menang"
"Gue harus menang"
Ocha ikut menyandarkan tubuhnya, "Itu yang bikin kalah"
Geral mengangguk, "Gue tau," Geral menghembuskan nafasnya kasar, "Tapi gue harus tetap menang"
Ocha menoleh menatap Geral yang juga menatapnya, "Kenapa?"
Geral tak langsung menjawab, membuat keadaan kembali hening dengan kedua orang itu yang terus berpandangan.
Geral menarik sudut bibirnya, tersenyum, tangannya terulur menepuk puncak kepala Ocha pelan, "Gue nggak boleh kalah, Cha"
~
Ocha menuruni tangga menuju lantai satu, cewek itu pulang terakhir karena harus mengurus urusan sekolah lebih dulu.
"Hai, Cha"
Ocha menoleh melihat siapa yang menyapanya.
Adel tersenyum, ikut berjalan beriringan bersama Ocha, "Kok baru balik?"
"Ada urusan"
Adel mengangguk-angguk, "Weekend kemarin nggak ikut latihan kenapa?"
"Ada urusan"
Adel terkekeh, "Kayaknya lo orang sibuk, ya?"
Ocha memegang tangan Adel yang akan terjatuh di anak tangga terakhir, "Hati-hati"
Adel meringis, menegakkan tubuhnya, "Dari siang kaki gue dikit-dikit kram, nggak tau kenapa"
"Duduk dulu"
Adel menggeleng, "Nggak usah, udah nggak kram lagi"
Ocha mengangguk, "Periksain"
"Iya, nanti malem mau gue bawa ke rumah sakit," Adel menoleh, "Oh, ya, lo udah sembuh? Leon bilang Geral nggak ngebolehin lo latihan dulu karena abis sakit"
"Geral lebay" ucapnya datar.
Adel tertawa, "Kayaknya lo beda, Cha, buat Geral"
Ocha menoleh, "Maksudnya?"
"Biar Geral sendiri yang jelasin" Adel tersenyum.
Ocha mengangguk saja, tidak terlalu penasaran sebenarnya.
"Eh, Cha, lo tau alamat rumahnya Sena?"
_______

KAMU SEDANG MEMBACA
Ocha
Fiksi Remaja"Orang bilang lo itu dingin, saking dinginnya gue malah ngerasa hangat" Ocha, cewek dingin dengan wajah datar dengan segala kepeduliannya. Pindah sekolah membuat banyak kejutan di hidup Ocha. Bertemu kembali dengan seseorang yang sangat ia rindukan...