"Dengan berat hati pihak sekolah terpaksa mengeluarkan Watanabe Haruto dari sekolah. Kami sudah tak punya cara lagi untuk mendidik putra bapak. Kami mohon maaf atas hal ini, Tuan Watanabe."
Pria paruh baya itu, Watanabe Akarui, menghela nafas lirih dengan raut muka kecewa. Dia sudah menduga akan begini jadinya. Bahkan sekolah terbaik saja sudah mendepak anaknya, di awal semester dua.
"Saya mengerti akan hal tersebut, Pak kepala sekolah. Saya juga mohon maaf atas apa yang sudah anak saya perbuat." Akarui membungkuk kecil.
Kepala sekolah dan sejumlah guru yang berada di ruangan itu saling bertukar pandang. Ada sedikit rasa iba pada donatur terkaya asal Negeri Sakura ini. Namun apa boleh buat, sekolah sudah tak bisa mendidik putra Akarui yang berada d luar batas kesabaran dan kemampuan mereka.
"Ah, Tuan Akarui, jika anda berkenan, saya memiliki saran." Seorang guru wanita muda mengangkat tangan setinggi pundak.
Akarui mendongak, menatap guru tersebut dengan tatapan rasa penasaran. "Usul apa, Bu?"
"Ada sebuah sekolah yang bisa memiliki standar terbaik dan memiliki sebuah program yang cukup unik." Guru wanita itu menurunkan tangannya. "Sebenarnya program itu masih baru berjalan dua atau tiga tahun, namun katanya program itu sangat membantu siswanya di sana. Ditambah lagi, sekolah itu adalah sekolah khusus laki-laki. Perempuan disana juga hanya guru-gurunya saja."
"Tuan, coba daftarkan anak anda ke sana. Anak anda bisa diterima dan di didik lebih baik daripada di sini. Selain itu, dia bisa mendapatkan bimbingan khusus dari program yang ada di sekolah itu."
Akarui mengangguk-angguk maklum. Secercah harapan tumbuh di hatinya untuk putra semata wayangnya. "Terima kasih atas masukannya. Saya akan segera membawa Haruto ke sekolah itu. Oh ya, apa nama sekolah itu? Saya akan segera kesana hari ini juga untuk mencari info lebih lanjut tentang program itu."
"Oh, anda tidak tahu?" tanya kepala sekolah, terlihat bingung.
Akarui mengernyit bingung. "Maaf, saya dan keluarga saya baru beberapa bulan pindah ke sini, jadi saya belum cukup tahu sekolah-sekolah disini."
"Oh, saya kira anda sudah tahu, Tuan. Maafkan saya. Saya akan tuliskan saja alamatnya untuk anda." Kepala sekolah mengambil note kecil di mejanya dan menuliskan sederet kalimat, lalu memberikannya pada Akarui.
Akarui berterima kasih singkat dan pamit keluar dari ruang kepala sekolah. Beliau berjalan sambil membaca sebentar sederet kalimat yang dituliskan.
"SMA Treasure?"
__ __
"Woy, Kyu! Jajan?" panggil seorang cowok pada temannya yang duduk sendirian di gazebo sekolah dengan bermain ponsel.
Junkyu menoleh cepat, matanya berbinar melihat kantong kresek berisi jajanan yang dibeli sang teman di kantin. "Mauuu! Sini, Hoon!"
Kim Jun-Kyu, siswa tingkat akhir SMA Treasure, ketua PSHD bentukan OSIS dan guru yang jadi favorit seluruh siswa di sekolah.
PSHD atau Peer Student Handling Division sendiri adalah sebuah organisasi cabang dari OSIS, yang dikhususkan untuk menangani siswa yang bermasalah ( agak mirip konselor sebaya )
Hari ini adalah awal semester 6 bagi siswa tingkat akhir. Seharusnya Junkyu tidak menjabat lagi sebagai ketua, anggota organisasi, atau divisi manapun karena harus fokus mempersiapkan diri untuk ujian kelulusan.
Akan tetapi, didorong oleh ketulusan Junkyu dan permintaan sekolah, Junkyu menyanggupi.
Sementara itu, Lee Ji-Hoon, cowok berperawakan manis, tapi aslinya bar-bar nan seme-able ini teman sekaligus mantan ketua OSIS yang pindah jabatan karena mengikuti Junkyu ke PSHD.
"Emang deh, Jihoon tuh temen terbaik!" Junkyu cengengesan sembari membuka satu bungkus roti cokelat yang dibawakan Jihoon. Dengan nikmat dia memakan roti manis tersebut dan tersenyum keenakan. "Hmm ... enyak ...."
Jihoon duduk di sebelah Junkyu, diam-diam memerhatikan Junkyu yang memakan jajanannya.
Lucu, Jihoon tersenyum kecil.
"Apalagi kalo gak bayar." Junkyu melanjutkan gigitan keduanya.
Raut muka lovey-dovey Jihoon langsung berubah jadi tatapan datar. "Itu termasuk utang lo minggu ini, ya?"
Junkyu berhenti makan. "Anjir!"
_____ _____
"Sekolah baru lagi?" Haruto membuang kertas note pemberian Akarui dengan asal, raut mukanya menunjukkan ketidaktertarikan. "Lupain, aku gamau."
Akarui menghela nafas berat, kemudian memungut note yang dibuang oleh Haruto. "Suka gak suka, kamu akan tetap masuk sekolah ini, Haruto. Kamu selesaikan sekolahmu selama dua belas tahun ini, setelah itu terserah kamu mau kemana."
Setelah berkata demikian, Akarui meninggalkan Haruto sendirian di kamarnya. Kepergiannya itu terus diperhatikan oleh sepasang netra tajam milik sang putra hingga dia keluar dari kamar.
"Pada akhirnya lo tetap gak peduli sama gue, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Babysitter || HaruKyu Treasure [ END ]
FanfikceTentang Kim Junkyu dan bayi besar yang bukan sembarang bayi besar