Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beberapa hari kemudian...
"Rasanya kek udah lama nggak masuk. Hmm... kangen sama sekolah jadinya, bukan pelajarannya."
Jihoon memandang keluar lewat jendela mobilnya, menatapi jalanan yang biasa dia lewati untuk pergi ke sekolah bersama Junkyu dan motor kesayangannya yang kini rusak parah.
Dua hari yang lalu, Jihoon sudah diperbolehkan rawat jalan. Jihoon cukup bersyukur karena dia tidak perlu ketinggalan terlalu banyak materi.
Ujian kelulusan tinggal satu bulan kurang. Jihoon kali ini tidak akan main-main. Dia harus belajar dengan giat agar bisa masuk ke Universitas Waiji, sesuai dengan impiannya.
Untungnya, Jihoon memiliki ukuran kecerdasan yang pasti akan membuat iri siswa berotak rata-rata alias doi sebenernya jenius tapi sayangnya pemalas.
Padahal kalau dia mau rajin, dia pasti bisa merebut posisi ranking pertama di satu angkatan dari Yoshi, si peringkat pertama di satu angkatan selama 5 semester. Kalau di semester ini masih otw.
Jihoon juga manusia, bukan superman apalagi suparman (?).
Ah, udahlah. Lebih daripada itu..., Jihoon menyandarkan punggung ke sandaran jok. Gatau kenapa gue kok ngerasa selama anak-anak jenguk gue, Hyunsuk hyung keliatan kayak pengen ngomong sesuatu. Junkyu kok juga tiba-tiba jadi pendiem dan jarang jenguk akhir-akhir ini. Cuma Yoshi doang yang normal.
Jihoon pikir itu perasaannya saja. Hyunsuk memang seperti itu. Selalu ragu untuk memulai obrolan dengannya. Dia hanya membuka mulut, tapi kemudian menutupnya kembali.
Kadang Jihoon penasaran. Tapi dia tidak memaksa Hyunsuk untuk mengemukakan apa yang ingin dia bicarakan. Jihoon menunggu Hyunsuk sendiri yang memulai. Kalau dipaksa, takutnya Hyunsuk memikirkan yang tidak-tidak.
Kalau Junkyu, Jihoon inginnya bicara berdua mengenai apa yang membuat laki-laki itu jadi lebih pendiam, tapi tak ada kesmepatan. Mau tanya ke Hyunsuk dan Yoshi juga tidak bisa karena keduanya seperti menghindar dengan alasan "Materinya msaih banyak, dodol. Ngobrol mulu!".
"Turun sana, udah sampe." Pria yang sudah kepala empat dan duduk di jok kemudi tiba-tiba mengusir Jihoon dari mobil.
Yah, bukankah Jihoon masih rawat jalan? Oleh karena itu dia naik mobil hari ini, diantarkan oleh papanya yang akan berangkat ke kantor setelahnya. Toh motornya tidak bisa digunakan lagi dan harus beli baru ( Jihoon girang ).
"Ihh... sama anak sendiri kok durhaka." Jihoon menggerundel seraya membuka pintu mobil.
"Nanti Papa gak jemput kamu ya, Hoon? Pulangnya ngesot aja, sekalian bersihin jalan. Kan, Papa durhaka," ucap Jinhwan, ayah Jihoon, dengan dongkolnya. Lelah dengan ke-absurd-an anak semata wayangnya.
Coba aja kalo Jihoon bukan anak tunggal, pasti Jihoon-nya sudah dicoret dari kartu keluarga. dan Papa Jinhwan bakalan bikin lagi. Tapi sayangnya Mama Park tidak bisa hamil untuk yang kedua kalinya.