Aksara || 69

108K 3.8K 652
                                    

Don't forget vote and comment




🌷 Happy reading 🌷

"Pasien udah gak ada!"

Bagai di sambar petir di siang bolong. Rasanya tubuh Anna sangat sulit di gerakkan.

"Enggak! Aksa!" Anna berlari menghampiri tubuh Aksa. Menghentikan kegiatan para perawat yang ingin menutupi tubuh Aksa menggunakan kain putih.

"Enggak Aksa! Enggak! Aku mohon bangun!" Anna terus menggoyangkan tubuh Aksa. Berharap jika suaminya itu bangun.

"Aksa! Aku mohon bangun!" Teriaknya. Anna berharap jika ini semua mimpi.

Anna terus merutuki takdirnya. Baru saja dia tadi merasa bahagia karena Aksa sadar, tapi secepat itu Tuhan kembali membuatnya bersedih.

Anna tampak terpukul. Dia belum siap, bahkan enggak pernah siap kehilangan Aksa.

Gira mendekati Anna. Keadaan wanita itu sama kacaunya dengan Anna. Namun dia harus terlihat baik-baik saja demi menenangkan Anna yang tampak sangat terpukul.

"Udah Na, Aksa udah tenang di sana." Gira berucap sambil memeluk tubuh Anna yang terus berteriak.

Gira mencoba menenangkan Anna yang tampak terpukul. Tapi kenyataannya dia juga butuh ucapan menenangkan untuk dirinya sendiri.

"Enggak, ma! Aksa enggak mungkin tinggalin Anna!" teriak Anna yang mulai kehilangan kendali.

Anna terus mengguncang tubuh Aksa. "Aksa bangun! Kamu udah janji sama aku kalau kamu bakalan baik-baik aja, bangun, Sa!"

"Udah sayang, udah." Gira menjauhkan Anna dari Aksa. Wanita itu memeluk tubuh Anna dan menahannya agar tidak jatuh, dibantu oleh Ara yang kini juga terlihat sangat sedih.

Raka tidak bergerak di tempatnya. Pria itu menatap lurus jenazah putranya yang kini sudah di tutupi oleh kain berwarna putih.

Raka bukannya tidak terpukul, dia sangat terpukul. Bahkan air matanya kini sudah turun membasahi kedua pipinya. Kedua matanya menatap brankar yang berisi jenazah putranya itu.

"A-aksa," lirih Anna menatap brankar yang di tempati Aksa berjalan menjauh.

"Akhr! Sa-sakit." Anna berucap sakit sambil memegangi perutnya. Gira yang melihat hal itu tampak khawatir, begitu juga dengan Raka yang kini sudah berjalan mendekati.

"Ma, pe-perut Anna sa-sakit," lirih Anna terus memegang perutnya.

"Cepet bawakan brankar kesini!" Teriak dokter Andika, membuat seorang perawat yang masih ada di sana langsung berjalan keluar dengan terburu.

"Akhr! Ma! Sa-sakit." Sungguh rasanya sangat sakit, seperti ada yang menusuk perutnya. Darah merembes keluar dari kakinya.

"Sabar, Na. Tahan yah sayang." Gira mencoba menenangkan Anna yang tampak kesakitan. Dia menjadi panik, dia takut kenapa-kenapa dengan kandungan Anna. Ditambah darah yang keluar semakin banyak.

Setelah menunggu cukup lama, brankar yang di minta oleh Andika langsung datang. Membuat Raka langsung membawa Anna naik keatas brankar di bantu oleh Andika.

Setelahnya, brankar tersebut di dorong keluar dari ruangan. Membawa Anna yang kini sedang kesakitan dengan Gira yang terlihat panik di sampingnya.

"Ma, a-apapun yang terjadi. To-tolong selamatin anak Anna," ucap Anna sambil meringis kesakitan.

"Na-nanti kalau a-ada apa-apa s-sama Anna, shhh. To-tolong buka la-laci meja Anna, yang a-ada di sa-samping tempat tidur." Anna mengatakan hal itu dengan susah payah, sebelum dirinya masuk kedalam ruangan UGD dan kesadarannya perlahan hilang.

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang