Karina Rosaline—seorang primadona yang menjadi incaran para siswa di SMA Bronxy. Semua pemuda itu tak ada artinya di mata gadis yang kerap dipanggil Karina. Yang Karina inginkan hanyalah Big Boy!
Sebuah mobil warna merah mengkilap datang memasuki wilayah sekolah. Karina menyetir mobilnya sendiri bersama dengan empat temannya ; Chika, Devia, Wendy, dan Andin. Keempat temannya itu satu frekuensi dengan Karina, kecuali Andin yang selalu menjadi penengah mereka.
"Karina! Rok kamu kependekan lagi!" kesal Andin yang melihat rok sekolah Karina lebih pendek dari kemarin.
"Aduh, Andin sayang. Gak papa, kok. Kata Pak Jamal ini masih batas wajar. Kalau ada yang berani grepe-grepe gue, kan gue bisa tonjok anunya mereka."
Andin yang semula polos menjadi teracuni dengan pikiran keempat temannya. Andin termasuk siswi yang menjaga sopan santunnya. Namun ada suatu hal yang membuat Andin bisa bertahan berteman dengan mereka.
"Jangan keseringan nonjok anunya cowok lo, Rin. Ditonjok dada lo baru tahu rasa," ucap Wendy yang malah mendoakan Karina.
"Eh eh, ada Kak Rama tuh!" teriak Chika histeris melihat kakak kelas bernama Rama sedang bermain basket di lapangan khusus yang telah disediakan oleh sekolah swasta elit itu.
"Wah, kayaknya kalau lo terima cintanya Kak Rama nggak bakalan rugi sih, Rin. Secara dia tipe lo banget, 'kan?" sahut Devia mengikuti arah pandang Chika.
Mereka semua masih berada di parkiran karena merasa bel pun belum berbunyi. Karina sendiri menatap Rama dari kejauhan. Tidak, bukan Rama. Melainkan sosok pemuda yang baru saja bermain basket dengan Rama.
Manik mata Karina menyipit saat pemuda itu meminum sebotol air mineral, lalu seperempat air yang tersisa itu ia gunakan untuk membasahi pipinya.
"Oh My God! Siapa cowok yang pakai kaos putih itu?"
Berhubung penglihatan keempat teman Kariana begitu tajam, mereka semua bisa melihat jelas siswa tampan yang berbadan kekar dengan kulit yang putih tanpa bulu.
"Gue nggak tahu. Tapi anjir, ganteng bangett!" teriak Chika lagi namun dibalas tatapan menusuk dari Karina sehingga nyalinya menciut.
"Gue yang lihat duluan," ucap Karina penuh penekanan.
"Siapa ya dia? Gue juga baru lihat kali ini, Rin. Tapi dia lebih masuk ke tipe lo nggak sih dari pada Kak Rama?" komentar Devia.
"Lo bener, Dev. Gue harus...."
Baik langkah maupun perkataan Karina terhenti karena Andin menahannya. Terlihat Andin sedang menghela napas panjang sebelum akhirnya ia membuka suara, "Dia Navaro, sepupu aku. Kalian itu.... Padahal dia itu murid pintar di sini, tapi kok bisa nggak kenal dia. Selama ini kalian itu ngapain aja, sih?!"
***
"Cepet dong, Din. Cepet ceritain tentang Navaro. Gue kepo banget, nih."
Jika Andin tak segera menjelaskannya, pasti Karina akan terus meracau padanya. Andin membenarkan kacamatanya lalu perlahan menjelaskan semua yang dibutuhkan teman-temannya itu.
"Dia Navaro Malik Lorenzo. Rumah Varo ada di perumahan sebelah, lebih elit dibanding perumahan aku. Dia itu anaknya Pak Ustadz, Pak Malik namanya. Tapi meskipun namanya kelihatan galak, tapi Pak Malik baik, kok. Navaro cuma tinggal sama bokapnya, nyokapnya meninggal waktu SD dulu. Meskipun begitu, dia nggak gagal kasih sayang, kok."
Karina menyimak apa yang Andin tuturkan dengan serius. Memorinya harus menampung semua informasi tentang pemuda yang akan menjadi incarannya nanti.
"Kayaknya cowok yang lo panggil Varo itu kelihatannya lembut, ya?" tebak Karina namun dijawab gelengan kepala cepat oleh Andin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romance"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...