Karina sudah berdiri di depan pagar rumah Navaro yang masih tertutup rapat. Diliriknya jam pada ponselnya yang menunjukkan pukul sebelas siang namun sepertinya memang tak ada seorang pun di rumah Navaro. Gadis itu berjalan mondar-mandir sambil celingak-celinguk sendiri.
"Kalau gini bisa disangka maling gue. Ck, lagian Navaro kemana sih?! Ngartis banget nggak balas chat gue. Awas aja ya lo Varo kalau ketemu gue bakal diemin lo tujuh hari tujuh malem." Karina berceloteh dengan masih mondar-mandir di depan gerbang rumah itu.
Tiba-tiba ponsel Karina berbunyi yang menandakan ada telepon masuk yang berasal dari Edwin. Karina langsung saja menerima panggilan telepon itu.
"Halo? Daddy?"
"Halo, Sayang? Gimana liburan kamu di Villa? Hmm, pasti seru banget karena ada Navaro."
Mulut Karina berkomat-kamit sendiri seperti mengucap mantra pengumpat yang ia tujukan untuk Navaro. "Boro-boro. Orang Navaro aja tiba-tiba ngilang, Dad. Dia juga nggak balas chat aku dari kemarin."
"Lho, kok bisa ngilang? Masa udah gede ngilang, sih?"
"TAHU DEH! IH SEBELLL BANGET!" teriak Karina lalu menendang pintu gerbang Navaro dengan keras hingga menimbulkan suara. "Eh, awh! Sakit juga."
"Kamu lagi dimana, Sayang? Itu habis nendang apa?"
"Karina lagi di...." Belum sempat Karina melanjutkan perkataannya, namun ia melihat ada mobil yang datang.
Karina menyipitkan mata mengetahui bahwa itu adalah mobil keluarga Navaro. Ia buru-buru menyimpang karena mobil itu akan melewati gerbang. Akan tetapi, rupanya mobil itu berhenti di depannya dan kini muncullah sosok Malik dari sana.
"Karina? Sedang apa kamu di sini sendirian?" tanya Malik.
Karina sontak mematikan sambungan teleponnya dengan Edwin secara sepihak dan akan fokus menjawab pertanyaan dari Malik.
"Om Malik. Eum, itu Om. Karina lagi cari Navaro soalnya dari kemarin Navaro nggak ada kabar dan nggak bilang kemana. Navaro lagi nggak ada di rumah ya, Om?"
"Navaro nggak ngasih tahu kamu?" Malik menaikkan salah satu alisnya.
"Ngasih tahu apa, Om?" tanya Karina dengan raut wajah penasaran.
Malik sedikit tidak tega mengatakannya. Sebenarnya Malik tidak ingin mengacaukan pilihan yang dibuat oleh Navaro. Tapi meskipun begitu, mungkin lebih baik jika Karina memang segera mengetahuinya.
"Ayo masuk dulu, Karina. Kita bicara di dalam ya? Ini Om juga baru aja beli makanan, kita bicara setelah makan dulu."
Karina sebenarnya enggan melakukan itu karena ia hanya ingin mencari tahu kabar Navaro. Karina ingin tahu apa yang disembunyikan oleh Navaro darinya. Akhirnya Karina menurut saja dan mengikuti Malik memasuki rumah.
Di sinilah Karina berada, di ruang makan dengan menyuap beberapa nasi ke dalam mulutnya. Karina memang kelaparan karena sejak tadi belum makan apapun. Malik tersenyum melihat Karina yang makan dengan lahap.
"Om kira kamu nggak doyan makan jengkol. Soalnya Daddy kamu benci banget sama yang namanya jengkol," ucap Malik sembari terkekeh kecil.
Karina meringis serta menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Enak, Om. Dulu Karina pernah makan ini dikasih sama Andin. Mantap banget itu buatan Ibunya Andin."
"Iya udah dihabisin, kalau mau nambah lagi masih banyak."
Malik masih terlihat baik seperti biasa, seolah memang tidak ada apapun yang terjadi dan tidak apapun yang perlu dikhawatirkan. Karina buru-buru menyelesaikan ritual makannya agar ia bisa mendapat jawaban dari pria paruh baya yang duduk berhadapan dengannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romance"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...