Bab 4 : Kamar Penuh Siksaan

248K 3.3K 6
                                    

"Hei. Bangun! Woy!"

Merasa puas menggoda Navaro, Karina pun membuka matanya untuk melihat wajah tampan Navaro yang sedang kesal saat ini. Navaro menarik tangannya kembali saat Karina telah bangun.

"Varo. Kok lo bisa ada di sini? Bukannya tadi lo udah pulang?"

'Ternyata acting gue nggak buruk juga. Hihi.' batin Karina tersenyum puas menggoda Navaro.

"Ayo gue anter lo pulang. Mumpung udah nggak hujan."

Meskipun awan masih gelap dan terkadang mengeluarkan petir, tetapi hujan telah berhenti. Karina pun mengangguk dan menuruti Navaro. Ia menyuruh Karina untuk duduk di jok belakang dengan jarak yang jauh juga tentunya.

"Jaga jarak aman. Jangan nempel-nempel gue!" perintah Navaro membuat Karina mengembungkan pipi kesal. "Iya iya."

Navaro mulai melajukan motornya dengan kencang. Kalau begini ceritanya, Karina malah menyelipkan tangannya pada jaket kulit milik Navaro. Navaro terkejut karena Karina memeluknya dari belakang. Tetapi dia tak sanggup memarahinya lagi karena fokus pada jalanan. Ia takut hujan akan turun lagi jika tak segera mengantar gadis itu.

Sementara Karina malah meraba perut atletis Navaro yang masih terbalut oleh kaos tipis. Karina tersenyum karena bisa menikmati perut atletis milik Navaro. Sepertinya tekad Karina semakin kuat untuk mendapatkan hati pria itu.

"Jangan sentuh-sentuh gue. Jaga jarak!" teriak Navaro dari balik helm full face-nya.

Namun bukannya menurut, Karina malah menelusupkan tangannya ke dalam kaos dan meraba perutnya. Dua tangan itu mengusap halus permukaan perut Navaro hingga membuat sang empu menahan napasnya. Navaro begitu menikmati sentuhan tangan Karina.

Navaro melihat dari balik spionnya—menatap ke arah Karina yang sedang menutup mata sembari tersenyum saat menikmati usapan di perut Navaro.

Saat jari tangan Karina mulai merambat ke atas, saat itulah Navaro menghentikan motornya mendadak hingga membuat Karina membuka kedua matanya.

"Lo gila, hah?! Gue udah bilang jangan sentuh-sentuh gue. Lo tuli, ya?!" bentak Navaro dari balik helmnya.

"Ck, Navaro! Gue tuh lagi asyik karena bisa sentuh perut atletis lo. Gue tuh penggemar nomor satu lo, Varo. Sekali aja, gue pengen sentuh perut lo!" protes Karina tak kalah kesal.

"Dasar cewek aneh! Nggak ada. Lo harus diem! Kalau lo berulah lagi, gue turunin lo di tengah jalan."

"Ih, tega banget, sih?!"

"Gue turunin atau diem?"

Karina akhirnya menurut saja dari pada ia harus diturunkan di tengah jalan. Navaro pun kembali mengendarai motornya, melewati hiruk-pikuk jalan raya yang dihiasi lampu untuk menerangi jalanan. Karina masih memeluk Navaro. Bedanya ia tidak berulah seperti beberapa saat yang lalu.

"Rumah lo di sebelah mana?" tanya Navaro.

"Lurus aja. Masih jauh, Navaro," jawab Karina.

Navaro menurut saja sampai beberapa menit kemudian tiba-tiba hujan turun. Karina terkejut karena hoodie yang dipakainya telah basah karena hujan deras yang mengguyur jalanan kota. Navaro sendiri menepikan motornya di sebuah Cafe terdekat.

"Aduh, kok bisa sih tiba-tiba hujan? Rumah gue udah deket dari sini lo, Varo. Mending ke rumah gue aja, yuk!" ajak Karina.

"Tapi hujannya deres. Gue nggak mau kalau gue sakit," tolak Navaro membuat Karina mendengus kesal akan alasan dari penolakannya itu.

Mereka berdua berteduh di sebuh Cafe tempat nongkrong para pemuda. Ada beberapa yang ternyata mengenal Navaro. Bahkan mereka mengajak Navaro untuk bergabung dengan mereka.

Big Boy (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang