Hari ini adalah pelajaran melukis, namun yang tersisa hanya Navaro di sana—karena memang jam pelajaran itu telah usai dan Navaro masih malas untuk pulang. Navaro melukis beberapa buah-buahan yang tersaji di meja depannya. Hingga akhirnya suara Karina membuat Navaro menghela napasnya jengah.
Karina tak ada henti-hentinya mengejar Navaro.
"Varo, kok lo belum pulang? Udah mau hujan lho! Apa lo mau nginep di sini aja sama gue meskipun hujan?" tanya Karina menggoda Navaro.
Karina menggeser kursi begitu saja agar ia bisa mengamati Navaro yang sedang melukis. Dari samping saja Navaro sudah setampan ini. Ingin sekali Karina segera menikahi Navaro saja, Karina begitu gemas ingin menjadikan Navaro suaminya dan mengajak Navaro beradegan panas di ranjang.
Karina benar-benar penasaran bagaimana buasnya Navaro saat di ranjang. Terutama otot-otot besarnya itu, pasti Navaro akan dengan sangat mudah menggendong Karin ala bridal style lalu menghempaskan tubuh Karina di atas ranjang.
Huh, membayangkannya saja membuat pipi Karina memerah.
"Dasar sinting! Kenapa lo senyum-senyum sendiri gitu?" ketus Navaro tanpa melihat ke arah Karina. Ia masih fokus dengan lukisannya yang hampir selesai.
"Gue lagi bayangin aja gimana jadinya kalau kita nikah nanti. Setelah lulus cita-cita gue mau nikahin lo, Varo. Lo harus terima lamaran gue ya nanti?" tutur Karina tanpa beban.
Kalimat itu mengundang Navaro untuk balik menatap Karina. Gadis itu tengah memakai jaket warna pink kulit, dan rambutnya dibiarkan tergerai begitu saja.
"Di mana-mana cowok yang lamar, bukan cewek," lugasnya.
"Nggak papa dong! Ini namanya perjuangan. Eh, masa lo nggak mau perjuangin gue sih, Varo? Sebenarnya gue di mata lo tuh kayak gimana sih?"
Navaro sama sekali tak ingin menjawab pertanyaan Karina. Sebenarnya Navaro masih ingin berlama-lama di ruangan yang menenangkan itu.
"Varo, kok diem aja sih?!" Karina sedikit kesal karena Navaro memilih memperhatikan buah-buahan itu dari pada dirinya.
"Ck, ya udah deh gue pergi aja."
Akhirnya Karina pergi meninggalkan Navaro seorang diri di sana. Navaro sempat menghentikan kegiatannya itu kemudian menoleh ke pintu. Ternyata Karina memang pergi dari ruangan.
Tapi Navaro tak ambil pusing. Ia menghendikkan bahunya santai lalu kembali fokus ke lukisannya. "Biar aja, deh. Kalau di sini dia ganggu konsentrasi gue terus."
***
Navaro baru ingat bahwa sore ini Jihan meminta bantuan dia untuk mengajarinya teknik olahraga. Navaro tidak tahu jelas olahraga seperti apa yang dimaksud Jihan, tapi Navaro berniat untuk pulang.
Butuh waktu sekitar lima belas menit akhirnya Navaro sampai di depan rumahnya. Dahinya berkerut saat melihat mobil Karina terparkir dengan jelas di halaman rumahnya. Navaro segera turun dari motor dan melepas helm full facenya.
"Cewek mesum itu ada di sini? Ngapain dia?"
Baru saja Navaro hendak membuka pintu, namun pintu tiba-tiba terbuka dan menampilkan sosok Karina dengan senyumnya yang mengembang.
"Lo?! K-kenapa lo ada di sini?!"
"Heheh. Kan kita masih disuruh latihan sama Pak Jamal. Masa lo udah lupa sih?!"
"Terus, tadi apa ada cewek yang ke sini?" tanya Navaro membuat Karina mengerucutkan bibirnya kesal.
"Iya, udah gue suruh pulang soalnya kan kita harus latihan juga. Siapa sih cewek tadi? Bu ustajah? Eh, tapi nggak kayak ustajah beneran sih. Siapa dong?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romansa"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...