Bab 53 : Tanpa Alasan

48.1K 2K 92
                                    

"Ada apa, Varo?" tanya Karina yang sudah melilitkan handuk ke tubuhnya lagi.

Navaro melirik Karina kemudian tersenyum simpul dan menggelengkan kepala, "Nggak apa-apa. Tadi Papa nelfon nanyain aku lagi di mana."

Karina menganggukkan kepala dan ber-Oh-ria.

"Aku ke toilet dulu," ucap Navaro tiba-tiba pergi ke toilet.

Karina menggigit bibir bawahnya. Ia merasa ada yang disembunyikan oleh Navaro, namun ia terlalu takut untuk menanyakannya. Di sisi lain Karina benar-benar khawatir karena Navaro memendam beban pikiran itu seorang diri.

Sementara Navaro menatap dirinya sendiri di pantulan cermin kamar mandi. Ia mengacak rambutnya cukup gusar, perasaannya sedikit campur aduk apalagi setelah mengingat apa yang dikatakan Malik sesaat yang lalu.

Ia jadi teringat apa yang dulu pernah Mamanya katakan pada dirinya.

"Mama dulu pengen sekali kerja di perusahaan gitu, Varo. Aduh, agak malu Mama cerita. Tapi ini beneran, cita-cita Mama pengen jadi CEO, lho! Kalau Papa kamu cita-citanya jadi Dokter, tapi akhirnya malah jadi Dosen."

"Huft, tapi Mama malah duluan nikah sama Papa kamu, dan akhirnya Mama milih buat ngurusin kamu di rumah."

Navaro yang saat itu masih kecil tentu belum paham apa yang dimaksud 'CEO' oleh Mamanya. Sampai akhirnya ia sadar bahwa Malik mengenalkan beberapa teknologi pada Navaro sejak kecil adalah tak lain untuk meneruskan cita-cita Mamanya.

"Apa yang harus Varo lakuin, Ma?" gumamnya sendu menatap pantulan dirinya di cermin.

Tok tok tok...

Karina mengetuk pintu toilet sembari berkata cukup keras, "Emm, Varo. Aku mau ke bawah, mau kamar nanti kamu nyusul, ya?"

"Iya."

Karina sempat terdiam di depan pintu itu, namun gadis itu memilih untuk tidak banyak bicara dan cepat-cepat berganti pakaian kemudian keluar dari ruang spa private itu seorang diri. Sementara Navaro masih bergulat dengan pemikirannya sendiri di dalam toilet.

"Mama, menurutmu aku harus bagaimana?" Navaro berkata seorang diri lagi dengan cermin depannya—lagi, membayangkan bahwa ada pantulan bayangan Mamanya yang berdiri di belakangnya—terlihat dari cermin itu.

"Apakah aku harus menjadi orang jahat buat Karina untuk fokus pada cita-cita yang Mama inginkan dulu?" lanjutnya parau.

"Jika aku pergi ke asrama, apa aku bisa bertemu Karina lagi nanti?"​

Pemuda itu sejenak menutup matanya rapat-rapat sembari membasuh wajahnya dengan air sejuk yang keluar dari keran di depannya.

Bayangan dari Mamanya itu hanya terlihat mengangguk seolah-olah mengatakan bahwa, apapun yang akan dipilihnya nanti, Navaro yakin itu pasti jalan yang telah ditakdirkan untuknya dan Karina.


***

Di tempat lain Karina kembali ke kamarnya dengan banyak pertanyaan. Gadis itu tak sengaja mendengar apa yang diucapkan Navaro dari dalam toilet.

"Apa yang harus Varo lakuin, Ma?"

Kenapa Navaro berbicara sendiri? Apa Navaro punya masalah sampai ia berbicara sendiri seperti itu?

"Wah, hujan!" serunya kemudian saat melihat tetes demi tetes air hujan yang turun.

Karina berjalan ke balkon kamar yang di depannya ada kolam renang berukuran cukup luas itu. Karina seakan tidak mempedulikan apapun—ia berjalan begitu saja menyaksikan rintik hujan beradu di atas air kolam renang yang terlihat biru.

Big Boy (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang