Navaro telah berada di kantin bersama teman-temannya. Jian dan Zayyan juga ikut makan satu meja dengannya. Mereka memesan masing-masing seporsi bakso urat dengan minuman kelapa maupun es alpukat. Navaro lebih memilih es alpukat.
Setelah Karina meracau tak jelas karena melihat adegan panas dari sang mantan, Navaro jelas langsung meninggalkannya begitu saja di sana. Karina sempat kesal sampi menghentak-hentakkan kaki. Namun sekali lagi, Navaro sudah angkat tangan meladeni kelakuan absurd-nya.
"Buset deh ini kantin apa isi hatinya Beno. Rame banget." Bima berceloteh melihat banyaknya siswa di kantin yang mengantri untuk membeli bakao varian baru, yaitu bakso berurat ala Bronxy.
"Boro-boro rame, Bim. Satu aja kagak punya dia," sahut Zayyan seraya tertawa mengejek Beno.
"Ck, tunggu aja, ya? Semester akhir nanti gue bakal gandeng cewek ke party." Bima bersikeras tak ingin kalah.
"Emang lo punya crush, Ben?" tanya Navaro penasaran karena sejauh ini Beno tidak pernah menceritakan tentang gadis siapapun padanya.
Beno menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ada sih, baru kemarin gue kepincut sama Devia temennya Karina. Ya emang galak sih orangnya, tapi manis banget. Mana punya dimple lagi. Huh, tipe gue banget lah."
"Hmm, gue dukung sih. Biasanya yang galak itu ganas di ranjang," ucap Bima lalu dihadiahi satu 'Tos' an oleh Beno.
"Yoi, Bim. Lo emang paling pengertian."
"Mumpung pada ngomongin masalah ginian, tadi ada yang ketahuan ngocok anjir di ruang musik. Gila kali nggak mandang tempat tuh orang." Zayyan tiba-tiba menceritakan berita heboh yang sedang beredar selain berita hubungan Navaro dan Karina.
"Jangan jangan lo ya, Bim?" tuduh Jian membuat Bima membulatkan mata kemudian mendobrak meja.
"ENAK AJA! Gini-gini otak gue juga masih waras kali, Bang Ji!" kilah Bima. Jian hanya terkekeh menengarnya.
"Tapi apa belum ketangkap tuh orang?" tanya Beno.
Zayyan hendak menjawab lagi, namun sudut matanya menangkap sosok Karina yang datang bersama keempat temannya. Beno juga melihatnya. Ia melambaikan tangan ke arah Andin yang notabene-nya adalah tetangganya.
"Din, sini, Din! Cuma bangku di samping kita yang kosong!"
Karina yang mendengar teriakan Beno pun ikut menolehkan kepala. Ia bergegas duduk di samping Navaro yang masih kosong. Mereka semua menatap Navaro dan Karina dengan tatapn menggoda.
Teman-teman Navaro tak akan mempertanyakan hubungan Navaro dengan Karina. Mereka pikir, Navaro pasti akan menceritakan semua dengan mereka saat sudah siap. Mereka tak ingin terlalu menekannya dengan embel-embel fakta atau validasi. Semua orang memiliki privasinya masing-masing.
"Apaan sih lo, jangan nempel-nempel gue!" bentak Navaro.
Karina langsung mencubit lengannya. Ia mengeratkan pelukan pada lengan Navaro lalu berbisik padanya.
"Lo nggak lihat tuh di sana ada Brian. Pasti bentar lagi Wendy juga bakal ke sana dan romantis-romantisan," bisik Karina membuat manik mata Navaro melirik ke arah Brian.
Benar saja. Brian melambai ke arah Wendy dan tanpa ada rasa malu sedikit pun Wendy duduk di pangkuan Brian. Hal itu mengundang godaan sekaligus ejekan beberapa siswa yang melihat mereka.
"Aduh si Wendy lama-lama makin ke sini makin ke sono," ucap Andin yang masih berdiri.
"Ayo pergi dari sini." Navaro langsung menarik tangan Karina dan membawanya pergi dari kantin. Sejujurnya Navaro belum siap mengakui hubungannya dengan Karina meskipun itu hanya suatu kebohongan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romance"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...