"Maaf kalau Navaro kecewain Papa," ucap Navaro yang kini duduk berhadapan dengan Malik.
Malik menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya pelan. Ia tersenyum lalu menyentuh kepala putranya dan mengusapnya penuh perasaan, "Nggak ada yang salah. Ini bukan salah siapapun, Varo. Kamu sudah buat keputusan kamu sendiri, dan Papa akan wujudin itu."
"Makasih, Pa. Makasih udah ngertiin Varo."
"Tapi dengan satu syarat, kamu nggak boleh teledor sama sekolah. Kamu harus bisa capai cita-cita kamu dan bahagiain Mama di sana."
Navaro menganggukkan kepala mantap tanpa keraguan, "Janji."
Sedangkan di tempat lain Karina sungguh tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Kemarin ia menangis sesenggukan seperti gadis yang kehilangan segalanya, namun tiba-tiba seorang pemuda mengatakan bahwa besok akan melamarnya.
Karina masih duduk di ruang tamu menunggu kepulangan Edwin. Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari tapi ia masih tak bisa memejamkan mata untuk tidur. Karina jadi teringat apa dikatakan Navaro beberapa jam yang lalu saat ia menemuinya.
Flashback On
"Aku cuma pengen nurutin permintaan Mama untuk yang terakhir kalinya karena aku nggak yakin bisa fokus, tapi ternyata aku salah pilih jalan. Aku bener-bener nggak bisa pisah dari kamu bahkan sehari pun, Karina. Maaf aku nggak balas chat kamu karena HP ku tiba-tiba dirusakin sama teman sekamarku."
Itu adalah kalimat panjang yang keluar dari bibir pemuda yang cukup dingin seperti Navaro. Karina bisa memahami Navaro memang berada di situasi sulit. Menikah dengan menjalani study, apalagi mereka masih SMA—itu bukanlah hal yang mudah dengan cita-cita setinggi yang diharapkan oleh orang tua Navaro.
"Terus kenapa kamu malah chat Jian? Kok nggak balas chat aku duluan, sih?!"
Navaro merasa ia adalah pria yang paling beruntung di bumi ini karena memiliki kekasih yang tidak suka menghakimi seenaknya seperti Karina. Karina selalu mendengarkan, dan tidak gampang menyimpulkan seperti kebanyakan wanita di luaran sana.
"Kayaknya itu chat pas aku mau berangkat dan baru kekirim semalam. Dia pasti bisa lacak aku dimana."
Karina hanya diam karena tidak tahu harus berkata apa lagi. Mereka berdua sedang duduk di atas rerumputan yang ada di pinggir sebuah danau yang tak jauh dari asrama. Di belakang mereka ada pancaran sinar dari mobil Zayyan.
"Oh Em Ji. Gue bener-bener nggak nyangka kalau endingnya Navaro yang bakal kawin duluan," ucap Bima merasa sedang menonton drama percintaan saat ini.
"SSSTTT! Diem, Bim. Gue mau fokus denger apa yang mereka bicarain," tutur Zayyan.
"Ck, udahlah kalian kayak bocah aja. Biarin mereka berduaan jangan pada ganggu," sahut Jian.
"Halah Ji sok suci lo dari tadi pasang kuping lebar-lebar tuh buat ape!" Beno malah memojokkan Jian.
"Udah udah anjir berisik banget kalian!" kesal Devia karena para pemuda di sampingnya itu begitu banyak bicara. Mereka semua sedang bersembunyi dibalik pohon besar namun akhirnya kini Jian menarik mereka semua untuk kembali ke dalam mobil saja.
Sedangkan Karina merasa terheran melihat Navaro yang berganti posisi. Yang semula duduk di sampingnya seraya menatap danau, kini Navaro duduk di depannya sambil mencabuti beberapa rumput liar. Karina masih terdiam melihat Navaro yang merangkai rerumputan itu menjadi sebuah benda berbentuk lingkaran kecil.
"Aku bener-bener nggak bisa hidup tanpa kamu. Kamu mau menikah sama aku?"
Udara malam hari yang dingin bercampur suara gemericik danau yang menenangkan itu menjadi saksi bahwa Navaro baru saja mengatakan ingin menikahi Karina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romance"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...