"Kalian yang berpasangan ini nanti bisa coba berbagai perlombaan di sana. Ada banyak sekali, nggak harus kalian ikuti semua. Tapi bapak berharap kalian bisa mengandalkan satu sama lain ya! Ucapkan terima kasih juga untuk teman kelompok kalian yang udah berlatih dengan kalian selama ini."
Karina hanya diam sementara Dhevit sudah mengacungkan jempolnya pada Devia yang berteriak terima kasih padanya. Sementara Navaro hanya datar dengan sikap istirahat di tempat. Rupanya Karina memang sakit hati dengannya, Karina bahkan tak mengucapkan terima kasih.
Meskipun begitu, sebenarnya Navaro tak mengharapkan terima kasih dari Karina. Navaro menghela napas, kenapa semua jadi seperti ini? Bukannya tenang, namun semua terasa janggal. Karina malah memenuhi pikirannya.
"Kalau gitu besok kita kumpul di sini pukul delapan pagi. Pakai seragam olahraga, jangan lupa bawa minum dari rumah kalau perlu bawa bekal sekalian. Kita akan naik bus ke sananya."
"Siap, Pak!"
"Untuk perihal lainnya nanti Bapak akan konfirmasi ke grup whatsapp aja. Bubar barisan, jalan!"
Mereka semua akhirnya bubar. Karina memutar tubuhnya dan manik matanya tak sengaja berpapasan dengan Navaro. Karina langsung mengalihkan pandangannya, melihat Navaro yang terus mengeluarkan raut wajah datar itu membuat Karina muak sendiri.
Tidak bisakah Navaro minta maaf atas apa yang diucapkannya itu? Huh, Karina jadi kesal sendiri melihat sikap tegaan Navaro itu.
Karina berjalan begitu saja—meskipun dengan tatapan yang kosong. Ia tak sadar bahwa Navaro berjalan di belakangnya karena murid yang banyak itu berdesakan untuk bubar dari lapangan.
"Aduh!" Karina tak sadar bahwa ada seorang siswi yang menabraknya dan ia yang tak fokus pun hampir terjatuh.
Ya, dia pasti akan terjatuh jika Navaro tidak menahannya dari belakang. Karina terkejut sontak menjauhkan diri dari Navaro.
"Kalau jalan lihat situasi juga, bukannya kayak orang linglung gitu!"
Karina merasa tak percaya dengan ucapan Navaro. Ia terperangah—Bagaimana bisa Navaro tidak merasa menyesal sama sekali? Navaro bahkan membentaknya lagi.
"Lepas! Gue nggak pernah nyuruh lo buat nolong gue!" sentaknya dan hendak berlalu dari sana. Tapi Navaro tiba-tiba menahan lengan Karina.
Karina memelototi pemuda yang hanya terdiam sambil menahannya. Karina kembali menyentak tangan Navaro karena sudah tidak kuat lagi berada di dekatnya. Rasa sakit hati Karina bertambah karena Navaro memang sepenuhnya tidak merasa bersalah.
Navaro menatap Karina yang menjauh dengan perasaan yang sulit diartikan. Ia menghela napas jengah, "Nggak, ini nggak seperti yang gue pikir. Lama-lama gue juga akan terbisa tanpa dia yang selalu ngusik hidup gue selama ini," gumamnya pelan.
***
Navaro berada di rumah Zayyan bersama teman-temannya yang lain. Zayyan adalah yang paling kaya diantara mereka. Rumahnya hampir sebesar rumah Karina. Bedanya rumah Zayyan terlihat kalem dan rumah Karina terlihat begitu mewah.
Mereka semua berkumpul di sebuah teras yang ada di belakang rumah Zayyan. Ada sebuah kolam renang di samping teras itu. Tempat itu juga dikelilingi oleh taman bunga dan beberapa pohon yang membuat suasana menjadi sejuk.
Jian sedang bermain gitar sedangkan Beno terkadang ikut bernyanyi mengikuti alunan petikan senar gitar itu.
"Huah, sumpah gue kalau tinggal di belakang rumah lo juga mau kok, Zay," ucap Bima yang tiba-tiba merebahkan tubuhnya dan menyandarkan kepalanya di paha Navaro.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romance"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...