Menginjak semester dua, semua siswa kelas sebelas diwajibkan untuk mengikuti ekstrakurikuler karena saat kelas dua belas nanti mereka hanya akan fokus pada studi lanjutan saja.
Navaro sedang di rooftop sekolah bersama semua temannya. Cuaca yang mendung dengan angin yang cukup kencang membuat helaian anak rambut Navaro ikut terbawa mengikuti arah angin. Sepertinya hujan akan turun lagi.
"Gue mau pramuka aja deh. Males banget ikut ginian." Beno yang terbilang sangat pemalas hanya memberikan centang pada ekstrakulikuler pramuka.
"Gue juga deh, Ben," imbuh Zayyan.
"Kalian lupa? Pramuka kan udah masuk wajib, jadi ya emang harus dicentang. Di sini disuruh pilih minimal tiga ekstrakulikuler," ucap Jian memperlihatkan tulisan di kertas putih itu.
"Haih, ada-ada aja sih Pak Jamal," ucap Navaro karena menganggap ekstrakulikuler ini membosankan.
"Gue tahu..." Bima tiba-tiba mengeroyok semua kertas temannya lalu memberi semua centang pada ekstrakulikuler renang.
"Bim? Lo gila, hah?!" Navaro merebut kertas itu dan menatap Bima tajam seolah ingin membunuhnya. Navaro sungguh tak berniat sama sekali mengikuti ekstrakulikuler itu. Sebab apa? Sebab Navaro sempat mendengar bahwa gengnya Karina juga mengikutinya.
"Kenapa sih? Karina sama gengnya ikut ekstra itu, jadi kalian harus ikut juga. Lagi pula sekalian cuci mata kali! Nggak suntuk apa kalin nonton film biru terus? Sekali-kali yang real kek!" cerocos Bima panjang lebar.
"Udah lah, Var. Lagian dari pada ikut ekstra lainnya. Di sini kebanyakan ekstranya buat cewek-cewek. Masa mau ikut cheerleaders sih?" Beno mengerling pada Bima.
Navaro menghela napas—memang tak ada yang bisa diharapkan dari Beno dan Bima. Navaro beralih menatap Jian yang fokus pada kertas itu. "Kenapa? Ada yang salah?" tanyanya.
"Gini, kenapa pembimbing renangnya Pak Jamal sih?! Apa nggak percuma lo kalau niatnya cuma mau cuci mata doang! Kayaknya Pak Jamal bakal ketat banget. Ntar malah kita lagi yang keteteran," ucap Jian yang ada benarnya.
"EH—wait wait. Gue dapat notif dari grup sebelah kalau ekskul renang akan segera penuh. Terus katanya Pak Jamal jadwal ekskul renang tabrakan sama ekskul takraw. Jadi mungkin Pak Jamal bisa aja sehari cuti sehari masuk."
***
Navaro menyerahkan kertas itu pada Bima saja karena ia terlalu malu untuk mengumpulkan ke ketua kelas. Kini Navaro berada di depan ruang kelasnya sembari memainkan ponsel. Ia sampai tak sadar bahwa kini ada seorang gadis yang berdiri di depannya sembari tersenyum-senyum sendiri.
Karina memperhatikan raut wajah Navaro yang sedang fokus. Tangannya terulur untuk membenarkan anak rambut Navaro yang menutupi dahinya. Navaro yang menyadari itu langsung mundur saja.
"Varo, lo makin hari kenapa makin cakep sih?! Dulu Om Malik pas buat lo gimana ya kok bisa dapat anak secakep ini? Kayaknya kalau kita udah nikah, kita harus tanya juga rahasia itu dari Om Malik," ucap Karina panjang lebar.
Navaro hanya mengangkat satu alis tanpa berniat membalas perkataannya sama sekali. Tambah hari, bertambah pula tingkat kehaluan gadis di depannya itu. Navaro tak ingin menghiraukannya. Ia pun berjalan meninggalkan Karina. Kemana saja.
"Gue udah lihat ekskul yang lo pilih tadi," ucap Karina yang mencoba menyamakan langkah kakinya dengan Navaro. Namun Navaro tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Apa?!"
Karina menganggukkan kepala dan tersenyum aneh. "Gue juga udah pilih ekskul yang sama kayak yang lo pilih, Varo. Gimana gimana? Lo pasti juga seneng kan kita bakal sama-sama terus? Aaaakh! Gue nggak sabar banget karena waktu gue bakal lebih banyak lagi sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romance"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...