"Ayo ikut gue."
Hal yang tak disangka-sangka ketika Karina menggelengkan kepala. Navaro tertegun, sedetik kemudian suara serak Karina merasuki telinganya. "Gue udah nggak mau berurusan lagi sama cowok tegaan kayak lo!"
Navaro yang semula bersemangat karena ingin memperbaiki semuanya, kini merasa bahwa Karina memang benar-benar kecewa terhadapnya. Memang tidak seharusnya Navaro berkata kasar seperti waktu itu, terutama itu pada perempuan.
"Karina? Navaro? Ngapain kalian halangi pintu gini?"
"Eh, Karin. Lo ada waktu nggak? Ada yang mau gue omongin sama lo." lanjut Rama yang tiba-tiba muncul begitu saja dan menarik tangan Karina setelah mendapat jawaban anggukan kepala dari gadis itu.
Nyesek tentu saja. Seumur hidup Navaro tidak pernah sama sekali mengejar perempuan. Lalu kini, ia merasa bahwa perasaannya terus fokus pada Karina.
"Lo lagi berantem sama Varo?" tanya Rama to the point.
Karina menatap Rama sekilas kemudian tersenyum palsu, "Bukan berantem lagi, sih. Guenggak mau berharap sama dia lagi."
"Kenapa? Selama gue kenal dia, Navaro cowok baik, kok," tutur Rama jujur. Lagi-lagi Karina hanya bisa menelan senyumannya.
"Emm, nggak cocok kali sama gue. Mungkin gue bukan tipe dia. Jadi ya gitu deh, nggak ada kecocokan antara kita."
Rama akhirnya hanya menganggukkan kepala seolah paham. Rama paham benar bahwa pikiran Karina saat ini sedang penuh. Kemunculannya tadi pun disengaja olehnya. Rama ingin mengambil kesempatan untuk lebih dekat dengan Karina.
"Kalau gue? Gimana menurut lo tentang gue?" tanya Rama lagi.
"Pfft, lo udah nanya hal itu ke gue kali, Ram." Karina menahan tawanya.
"Eh, iyakah?"
"Heem. Lo tanya itu saat lo mau coba pedekatein gue."
Sungguh blak-blakan. Rama sampai menggaruk tengkuk yang tak gatal karena saking canggungnya.
"Hemmm, kalau lo sih.... Lebih gue anggap ke Abang gue? Dari sudut pandang gue, gue pengen banget punya Abang kayak lo."
Rupanya jawaban Karina tak berubah. Karina masih menatap Rama layaknya seorang Kakak. Rama hanya menghela napas sembari menikmati udara segar malam itu.
Rama memutuskan untuk mengajak Karina ke samping asrama yang katanya ada sebuah teras teduh di sana.
"Ah, itu dia. Gue kira Pak Jamal bohong kalau katanya ada teras di sini, rupanya ada beneran. Masa dia nyuruh gue tidur di sini?"
"Hah? Beneran? Beneran Pak Jamal nyuruh murid kesayangannya tidur di luar?"
"Hooh, tapi gue ya tetep mau tidur di dalem lah. Yakali pasti banyak nyamuk di sini."
Sejenak Karina bisa merilekskan pikirannya saat Rama membahas hal lain. Karina bersyukur Rama mengajaknya ke sana, jika tidak, maka Karina bahkan bisa menghabiskan seluruh malamnya hanya untuk overthinking terhadap pilihan yang dibuatnya.
Mereka berdua duduk di teras itu, sementara Navaro memilih untuk bergabung dengan teman-temannya yang sibuk meminum cola maupun minuman soda lainnya. Navaro menyandarkan punggungnya di sebuah kursi lipat empuk yang menganggur sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romance"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...