Saat ini Karina berada di rumah Navaro. Tentu saja karena Karina yang mengeyel ikut dengannya. Karina bilang dia khawatir dengan Navaro, padahal seharusnya dia lah yang harus dikhawatirkan.
"Varo, lo jadi ilfeel ya sama gue? Gue juga nggak tahu kalau Brian mutusin gue karena itu." Sejak tadi Karina terus berjalan ke sana kemari dengan raut wajah gelisah.
Sementara Navaro hanya sibuk dengan ponselnya. Karina telah berada di dalam kamar Navaro—itu karena Karina mengancam akan mendobrak pintu ataupun memecahkan jendela kamarnya jika Navaro tak mengijinkan dirinya untuk ikut ke dalam kamar.
"Kalau lo cuma mau ngomongin itu, gue nggak peduli. Mending lo balik deh. Bentar lagi bokap gue pulang." Navaro mengatakannya sembari masih fokus pada ponsel. Ia sedang berdebat dengan Beno di grup WhatsApp-nya.
"Syukur deh kalau lo nggak peduli. Tapi gue masih mau di sini." Tanpa permisi Karina telah merebahkan dirinya ke atas ranjang nyaman Navaro.
Saking semangatnya ia merentangkan tangan, kancing kemeja seragam ketatnya sampai terlepas. Karina terkejut karena kancing seragamnya telah pergi entah ke mana.
"Kancing seragam gue!" pekiknya sambil mencari-cari di mana keberadaan benda kecil yang telah melambung entah ke mana.
"Kenapa sama seragam lo?!" Navaro memundurkan tubuh saat bra Karina telah nampak. Gadis itu memakai bra warna hitam berenda. Itu membuat sesuatu di bawah sana mulai bereaksi. Tidak, jangan lagi. Pikirnya.
"Aduh, bra gue kelihatan lagi. Eh, jangan lihat!" Karina menutupi dadanya sendiri tangan tangannya.
Navaro segera melengos dengan perasaan yang tak karuan. Sungguh, Navaro ingin segera pergi dari kamarnya.
"Varo, gue harap lo nggak ilfeel ya karena gue selalu ngerecokin lo juga. Gue ngelakuin itu karena gue emang tulus suka sama lo," tutur Karina tiba-tiba yang telah duduk tepat di samping Navaro.
"A-apaan deh nggak usah drama. Kita tuh cuma pacaran bohongan. Nggak usah baper!" Navaro mengatakannya dengan kedua mata yang memandang ke arah lain. Ke arah manapun asal tidak dengan Karina.
Karina meraih tangan Navaro dan digenggamnya erat. Mau tak mau Navaro harus melihat ke arah Karina. Kemeja atasnya telah Karina tutupi dengan ransel yang ia taruh di depannya.
Tiba-tiba Navaro merasa ponselnya berdering. Deringan ponselnya itu adalah pertanda bahwa ada sebuah film biru baru yang dirilis di sebuah web gelap. Karina membulatkan mata juga melihat notif mengambang di ponsel Navaro. Ia melihat ada sebuah gambar dua orang dewasa bercinta di sana. Ia segera meraih ponsel Navaro dan melihatnya.
"VARO! Lo lihat ginian?!" Karina melotot tak percaya. Sementara Navaro mengambil kembali ponselnya.
"Apa?! Terserah gue lah mau lihat apaan. Gue cowok normal!" bantah Navaro menyimpan ponselnya lagi.
Karina tersenyum lalu tanpa basa-basi ia mendaratkan bibirnya ke arah pipi kanan Navaro.
CUP!
Navaro tersentak merasakan benda lembut dan kenyal di pipi kanannya. Ia menoleh sembari membulatkan mata tak percaya pada apa yang baru saja dialaminya.
Karina malah meringis senang telah mengambil ciuman Navaro—meskipun hanya di pipi. "Karena lo cowok normal, gimana rasanya pas gue cium lo? Kalau lo gugup, lo harus akui kalau lo udah mulai tertarik sama gue, Varo!"
Karina hendak mencium Navaro kembali. Tiba-tiba pintu dibuka begitu saja hingga memperlihatkan Malik di sana. Karina buru-buru tengkurap dan Navaro pun segera menutupi tubuh gadis itu dengan selimut. Saat ini wajah Karina berhadapan tepat dengan junior Navaro.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romance"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...