Bab 48 : Kepulangan Mendadak

61.7K 1.9K 33
                                    

"IH NAVARO! Jangan macam-macam di sini. Banyak orang!" tutur Karina merasa khawatir jika ada orang lain yang memerhatikan mereka berdua.

Navaro menarik tangannya lagi kemudian kembali duduk bersandar seperti keadaan semula, "Hmm, mungkin lain kali," gumamnya begitu pelan namun samar-samar masih bisa Karina dengar.

"Ck, ayo udahan aja."

Navaro langsung membelalak terkejut, "Maksud kamu? K-kenapa? Aku ada salah?" tanyanya panik.

Setengah mati Karina menahan tawa setelah mendapat respons demikian. Navaro salah mengartikan maksud dari pernyataannya, "Maksud aku, kita udahan aja nontonnya. Aku udah bosen, dan laper. Kamu pikir kita putus gitu? Hahaha," tuturnya diselingi tawa kecil karena takut bising di dalam bioskop.

Navaro menghela napas lega. Ia kembali tersenyum lagi lantas bangkit dari tempat duduknya dan menggandeng Karina untuk keluar dari bioskop.

***

Karina baru saja memasuki kawasan sekolah bersama Navaro. Sedikit menjaga jarak, gadis itu berhati-hati saat duduk di boncengan motor besar milik kekasih diam-diamnya. Sorak-sorai godaan teman Navaro telah riuh ketika masing-masing pasang mata mereka menangkap momen Navaro dan Karina yang berangkat sekolah bersama.

Navaro memarkirkan motornya di tempat biasa dan Karina juga turun dari motor. Navaro berdecak kesal mendengar godaan dari teman-temannya.

"Wuih wuihh! Udah baikan aja nih, yee. Gimana gimana? Udah official belum?" goda Zayyan.

"Emang gak asik si Varo! Lo pasti diem-diem udah jadian sama Karina. Ngaku kalian berdua!" imbuh Bima tanpa ragu mengatakannya dengan cukup keras hingga siswa lain yang mendengar ikut memerhatikan mereka.

Navaro ingin sekali menyumpal mulut Bima dengan nasi padang saja. Sebisa mungkin ia mencoba tetap tenang, namun tidak dengan Karina yang sejak tadi merasa gelisah.

"Lo kalau iri bilang aja, Bim," cicit Beno malah memojokkan Bima.

"Eh, Ben. Gimana kemarin lo sama Devia?" Mendengar Beno yang berbicara, muncul sebuah pertanyaan di benak Karina.

Beno beralih menatap Karina kemudian mengangkat jempol, "Bakal diskors sih, Rin. Tapi kan ini jadwalnya ujian, jadi bakal dipending skorsnya. Aman deh, asal Devia nggak hamil kita nggak bakal dikeluarin."

Navaro menggeleng-gelengkan kepala usai mendengar apa yang baru saja Beno lontarkan. Bisa-bisanya ia berbicara segamblang itu di hadapan semua orang. Sebelum semua temannya menggoda dirinya semakin parah, Navaro memutuskan untuk menggandeng Karina segera pergi dari sana.

Karina tidak mengerti mengapa para guru memberikan hukuman ringan pada Devia dan Beno, padahal menurut Karina itu adalah permasalahan yang cukup serius.

Beberapa detik kemudian Karina seperti melihat ada bayangan Rama yang melintas. Rupanya benar, Rama baru saja berjalan melewati mereka. Pemuda itu tampaknya tidak menyadari keberadaan Karina, atau malah sengaja ingin menghindarinya? Namun Karina sama sekali tak ingin ambil pusing.

"Kalau gitu, gue cabut ke kelas duluan," pamit Karina langsung pergi dari sana.

***

Ujian hari ini telah berakhir, Karina serta teman-temannya memutuskan untuk pergi shopping bersama. Sementara Navaro serta teman-temannya sudah pergi nongkrong di warung sebelah sekolah. Ya, Karina masih belum siap membeberkan rahasia hubungan itu pada teman-temannya. Ia memilih untuk menjaga batasan dengan Navaro saat di sekolah.

"Nanti setelah ujian, kita nggak ada rencana hangout bareng gitu?" tanya Chika memecah keheningan di dalam mobilnya.

"Setelah ujian aku nggak bisa. Aku mau ke rumah nenek di Solo, Chik," ucap Andin.

"Yahh, kok gitu sih, Din? Kita nunggu pas lo udah pulang deh," tutur Karina yang duduk di depan bersama Chika yang menyetir mobilnya.

"Hooh! Nggak asik kalau member kita nggak lengkap," imbuh Devia.

"Eumm, aku usahain deh ya. Eh, tapi kalau agak awalan kayaknya bisa."

"Shaappss!"

"Gimana kalau ke villa bokap lo, Dev?" tanya Wendy menatap Devia yang duduk di samping kanannya.

Devia menggelengkan kepalanya, "Jangan villa gue! Gue habis kena kasus masa kalian mau gue ngomongin liburan sama bokap?! Nggak nggak!"

"Hmm, bener juga. Coba lo tanya sama Beno atau sama gengnya dia deh yang tahu soal villa tapi tempatnya enjoy buat kita liburan," usul Chika.

Devia menganggukkan kepala dan mencoba mengirim pesan pada Beno. Tak butuh waktu lama Beno akhirnya membalas pesan Devia, dan mengatakan bahwa orang tua Zayyan memiliki persewaan Villa yang ada di Jakarta Pusat.

"Kata Beno, Zayyan punya villa. Ada lima bedrooms, ada private pool juga. Tapi katanya, kita nggak bisa numpang gratis doang. Ya, bisa lah dikasih diskon, asal mereka juga ikutan."

"Kalau masalah bayar sih ya pasti, Dev. Btw, berapa emang per malemnya?" tanya Chika.

"Empat jutaan. Harusnya sih lima jutaan, tapi karena kita temen Zayyan mau dikasih diskon. Gimana?"

"Caw deh!"

***

Karina merebahkan diri di atas ranjang king size kamar Navaro. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam namun Navaro masih belum pulang juga. Karina menatap ponselnya setelah merasakan getaran pada benda berbentuk pipih yang sejak tadi digenggamnya.

Ia membaca pesan yang baru saja dikirim oleh Daddy-nya, yang mengatakan bahwa kepulangannya akan diundur seminggu lagi. Karina menghela napas, sebenarnya ia merindukan Daddy-nya, namun di sisi lain ia senang karena masih bisa bersama Navaro sesuka hati.

'Tapi Pak Malik akan pulang besok...'

DENGG!

Karina sontak bangkit terduduk dan membelalakkan mata, membaca sekali lagi pesan tersebut. Bersamaan dengan itu, Navaro baru saja pulang dan kini telah berada di ambang pintu kamar tengah memerhatikan Karina.

"Ada apa? Kok kayak kaget gitu?" tanya pemuda tersebut.

Navaro menjatuhkan ranselnya di lantai begitu saja dan berjalan ke arah Karina. Ia juga melepas hoodie warna navy hingga menyisakan seragam putih abu-abunya.

"Papa kamu mau pulang besok, Varo," tutur Karina seraya memperlihatkan layar ponselnya pada Navaro.

"Jadi?" Navaro mengangkat satu alisnya, sementara Karina cemberut kesal sebab Navaro tak mengerti apa yang dipikirkannya.

"Jadi kita nggak bisa berduaan terus!" kesalnya.

Navaro tersenyum dan mengusap pucuk rambut gadis itu diselingi senyum tulus yang menenangkan. Karina sampai tak berkedip melihat Navaro yang memperlihatkan sisi ini kepada dirinya. Ini terasa..... sedikit tidak nyata, baginya.

Usapan lembut tangan kekar pemuda itu menyentuh celah-celah leher Karina, membuat sang gadis menutupkan kedua mata menikmati usapan tersebut.

"Aku janji kita akan terus bersama," tuturnya tegas tanpa ada ragu sedikit pun pada kedua manik matanya.

Karina membuka mata yang pada akhirnya membalas senyuman kekasihnya. Navaro hendak memeluk Karina, ia sudah merentangkan tangan bersiap memeluk tubuh gadis itu. Tetapi Karina mendorong dada Navaro menjauh.

"Mandi sana!" suruhnya yang tiba-tiba menutup hidungnya sendiri dengan satu tangan.

Navaro mendengus disertai smirk kecil, "Awas aja nanti."




To be continue~

Big Boy (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang