10. Biasa yang Berubah

113 25 4
                                    

Hessa

Bimbelnya masih lama gak? Kalau masih lama gue mau ke rumah Nathan.

Lia

Sepuluh menit lagi.

Hessa

Oke, gue tungguin depan.

Lia menutup layar ponselnya, fokus pada papan tulis yang kini menunjukkan soal-soal Kimia. Gadis itu entah kenapa jadi sedikit tersenyum, menggeleng kecil pelan karena sempat kehilangan minat pada benda di depan sana. Seharusnya ia tak perlu berlebihan karena Hessa menjemputnya pulang dari bimbingan belajar bukanlah hal yang aneh lagi.

Keduanya berteman sejak kecil, pemuda itu sudah kerap berlalu lalang membawa motor mengantar dan memjemput Lia. Tapi kenapa Lia justru merasa ini hal aneh dan baru pertama kalinya terjadi? Pulang bimbel dan pesan dari Hessa bahwa pemuda itu sudah menunggu di luar? Atau karena memang status mereka yang kini berbeda?

Lia bukan hanya dijemput Hessa, ia juga dijemput pacarnya pulang dari bimbel untuk pertama kalinya.

”Oke, untuk salinan soal nanti saya berikan secara digital,” tutup perempuan setengah baya di depan sana dengan suara rendah berat, ”silakan temui saya secara pribadi jika merasa ada yang kurang dipahami. Terima kasih untuk kedatangan kalian hari ini, semoga hari kalian besok menyenangkan dan masih semangat mengikuti bimbingan belajar.”

Setelah menutup kegiatan belajar mengajar hari ini, wanita berperawakan pendek gempal itu segera pamit untuk keluar lebih dulu sebelum akhirnya benar-benar menghilang. Setelah menghadapi dua jam masa belajar tambahan dengan hening dan sunyi, akhirnya para siswa di dalam kelas bisa bergerak dengan bebas. Lia mengemasi seluruh buku dan bolpoin di mejanya cepat, hanya mengangguk dengan senyum tipis kalau ada yang menyapa dan pemit duluan.

”Lia duluan, ya.”

”Iya, hati-hati.”

Setelah mengirimkan chat pada Hessa jika ia sudah selesai dan akan keluar dari kelas, ponselnya segera masuk ke saku celana jeans kulot yang ia kenakan. Kedua tangannya berpegangan pada tali tas punggung serut dengan ukuran kecil yang malam ini ia gunakan dengan rambut terherai yang akan bergerak seirama mengikuti langkah kecilnya.

”Gue baru search di Google gimana caranya panjangin kaki biar langlah lo bisa lebih cepet.”

Itu kalimat pertama yang Lia dengar begitu kakinya berhenti di sisi motor besar berwana hitam dengan sang pemilik yang masih duduk di atasnya. Senyum cerah gadis itu dalam sekejab berubah menjadi putaran bola mata bosan, memandang Hessa nyalang tak santai.

Tidak peduli status mereka apapun, pemuda itu tetap saja mengesalkan.

”Lo tau gak sih buat ukuran cewek Indonesia gue tuh udah ideal banget?”

”Oh ya?” Hessa menoleh rendah. ”Masak?”

Lia mengangguk serius. ”Emang lo sama Yessa aja yang kelebihan gizi, makannya kayak tiang semua.”

”Lo yang kependekan, Lia,” komentar Hessa dengan wajah mencibir dan nada suara tenang, ”liat Katharina, Chaerra, Eli, semuanya paling enggak masih 165 cm. Apalagi adik-adik kelas sekarang banyak yang tinggi-tinggi, gak malu lo?”

Taddy Bear [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang