09. Date?

120 24 3
                                    

Wajah cerah merekah Hessa berubah dengan ekspresi heran begitu tubuh Lia di depannya melambai riang pada kumpulan gadis-gadis yang sudah berjajar rapi diikuti oleh kumpulan cowok. Bibir tebal pemuda itu terbuka berlebihan, dengan mata melotot pada orang yang tidak asing di salah satu stand yang dibuka di depan Mall. Tangan panjangnya secara spontan menarik pergelangan tangan Lia untuk berbalik.

”Kok ada anak cewek?” tanya pemuda itu heran. ”Ada anak cowok lagi?” lanjutnya makin bingung karena biasanya anak cowok XI-IPA5 akan kumpul di apartemen Jeiden atau Club setiap malam Minggu.

Mata lebar Lia mengerjap tak kalah bingung. ”Gue yang ngajakin anak cewek.”

”Lo ngajak?” Kepala Hessa bergerak miring berusaha memandang Lia yang menganguk tanpa dosa. ”Jadi bukan kita berdua?”

”Lo pengen berdua?”

Tunggu sebentar!

Hessa sudah sangat percaya diri dengan penampilannya sekarang ini. Celana jeans panjang dengan kaos dan kemeja hem. Rambut barunya dari hasil potongan Lia tertata rapi, dengan parfum yang sudah ia semprot banyak-banyak. Bukan hanya itu, Hessa juga harus membujuk sang ayah mati-matian untuk meminjamkan mobil di saat ia baru saja akan tes SIM A bulan depan karena baru saja mulai berlatih dua minggu terakhir ini.

Lalu sekarang... Lia mengatakan ia ingin berdua atau tidak?

”Gila lo?” tanya Hessa frustasi, menekan kepalanya sendiri berusaha tidak memakan wajah tanpa dosa Lia detik ini juga. ”Ya Tuhan, bisa tuker pacar gak sih? Gini banget pacaran sama temen sendiri.”

”Apa sih Sa?” respons Lia tak paham. ”Lo bukannya suka ramai? Gue ajakin yang lain biar lo seneng.”

Masalahnnya bukan hanya ia suka ramai atau tidak, tapi masalahnya adalah ini agenda ngedate pertama mereka di luar ruangan setelah hanya pacaran di rumah saja. Hessa lebih dari tau jika Lia anak rumahan yang punya minim energi untuk keluar atau bertemu orang lain, jadi pemuda itu tak terlalu mengajak gadis itu untuk sekedar hangout.

Sekarang, mereka punya kesempatan berdua di luar dan gadis ini menyia-nyiakannya?

”Bentar deh!”

Hessa tampak baru menyadari sesuatu. Pemuda itu jadi mengamati penampilan Lia yang kini hanya mengenakan kaos putih berlengan pendek dengan bagian bawah pendek, ada keterangan di bagian depan kaosnya bergambar boneka beruang dengan celana kulot panjang dan sneakers putih. Kepala Hessa menoleh, mengatami beberapa gadis di depan sana yang salah satunya juga mengenakan kaos yang serupa, sedangkan yang lain menganakan warna yang lain.

”Lo pacaran sama gue apa pacaran sama Chacha sih?”

Sebelah alis Lia yang tampak sedikit lebih tebal daripada biasanya karena efek make up terangkat kecil. ”Kenapa?” tanya gadis itu merunduk, memandang dirinya dan menoleh pada Chacha di depan sana mengikuti arah pandang Hessa tadi.

”Enggak, gue heran aja, gue kayak gak punya pacar di sini.”

”Baju doang, Sa,” timpal gadis itu ringan, ”gue juga awalnya gak mau, tapi lihat! Lucu kan?”

”Kita harus beli baju couple deh, Ya,” putus Hessa tak mau kalah, ”kalau perlu kalung, gelang, sepatu yang kita pakai harus couple.”

”Alay,” cibir Lia segera berbalik, ”udah ayok, ditunggu sama yang lain.”

Tubuh mungil Lia berlari, menghampiri gerombolan IPA5 yang justru tampak seperti sekumpulan sepasang kekasih. Anggota perempuannya dalam formasi lengkap, dengan Chaerra, Chacha, Arina, Eli, Senya, dan terakhir Lia. Lalu berikutnya, di barisan belakang para cowok yang terdiri dari Jeiden, Xafier, Juna, dan William tampak sedang asyik saling dorong satu sama lain.

”Woi, Sa!”

Seruan dari Jeiden tak membuat Hessa bersemangat sama sekali, pemuda itu justru semakin menekuk wajah melihat Lia yang sudah asyik dengan Chacha memamerkan baju kembar mereka. Ini kenapa sama cewek aja Hessa jatuhnya cemburu ya?

”Ngide banget lo ngajakin nonton film,” cibir Jeiden setelah pemuda itu mengambil tempat, ”risi banget anjir gue ditelfonin Chaerra.”

”Mulut busuk siapa yang kemarin bilang, kalau Yuda punya cewek gue siap deh jadi supir lo.” Chaerra yang awalnya sudah anteng di barisan depan jadi menoleh sinis. ”Mana segala pakaian gue, lo atur-atur lagi. Lihat gue jadi gak bisa couple sama anak cewek!”

”Heh Chaerra Karinda! Sadar diri lo bongsor!” balas pemuda tinggi itu ikut nyolot. ”Lia, Chacha, Senya, Arina, sama Eli mah pantes pakek baju crop beginian. Tubuh mereka mendukung, wajah Eli juga lucu kek anak kecil. Kalau lo yang pakai, yang ada udel lo mencemari lingkungan.”

”Tinggi gue sama Eli sama ya, Sat!”

Eli dengan cepat meraih tangan Chaerra yang sudah bersiap maju, dengan Xafier yang membekap mulut Jeiden membuat keduanya manusia itu meronta. Chacha sudah terbahak, menepuk-nepuk Senya di sisinya rusuh.

”Yuda punya cewek?” tanya Lia salah fokus pada pembicaraan dalam pertengkaran kedua sosok di kelasnya tadi.

Chacha mengangguk. ”Adik kelas, anak marching band. Baru juda semester baru, udah taken aja salah satu babu kelas.”

”Gue kira Chaerra ngajak Xafier doang,” gumam Arina sembari memasukkan kulit kuaci ke dalam bibirnya, ”eh ternyata bawa supir juga.”

”Bangsat Arina! Lo kalau gak ada Juna beneran udah gue buang ke kolam ikan di belakang,” umpat Jeiden tak terima.

Hessa memijit pelipisnya frustasi, sudah tak punya mood untuk sekedar meramaikan suasana karena ini lebih ramai dari apa yang ia bayangkan. Dia memang suka berada di tengah-tengah keributan, suka jika tiba-tiba banyak yang bergabung, suka segala bentuk kejadian menyenangkan dan rusuh.

Tapi tidak saat bersama Lia!

Ia lebih suka bercerita random, berbicara dan didengarkan dengan tenang, mendengarkan gadis itu bercerita, atau sekedar melihat dan mengamati Lia yang sedang membaca buku walau dalam keheningan. Demi Tuhan, Hessa lebih suka semua itu daripada harus seperti ini.

”Ya,” panggil Hessa pelan dari belakang, meraih tangan gadis itu agar berjalan di sisinya daripada ikut ke baris anak cewek yang lain, ”lo ngajak anak cewek doang ngapain banyak yang ikut?”

”Chaerra bawa Jeiden sama Xafier, katanya Xafier bosen di rumah, pengen ikut. Arina ngajak Juna, terus Senya ngajak William.”

”Heran banget gue sama Jeiden, dia daripada ngurusin Chaerra apa gak lebih enak joget-joget di bawah lampu kelap-kelip?” dumel Hessa pelan. ”Bikin ramai aja.”

”Lo tau gak?”

Suara bisikan Lia membuat Hessa menurunkan pandangannya. Gadis itu jadi mengangkat kaki belakangnya supaya dapat berjinjit membuat Hessa dengan segera merundukkan tubuh, menahan pinggang gadis itu dengan tangannyA secara spontan.

”Awalnya gue ngajak Yessa juga, tapi dia bilang udah ada rencana ke Club sama temen-temennya.”

”Iya, udah bilang gue,” kata Hessa masih mempertahankan posisi mereka, ”sama Jeno juga, santai aja.”

”Serius lo percaya sama Jeno?”

”Temen-temen ceweknya yang lain pada ikut, katanya emang ngerayain ulang tahun siapa gitu, gue lupa.”

Lia mengangguk, bergumam pelan paham. Gadis itu kembali berjalan pelan lebih dulu dengan memegangi tali tas slempang yang ia kenakan, melepaskan dari dari Hessa. Tapi tangan besar Hessa yang lebih panjang lebih dulu berhasil meraih bahu Lia, menarik gadis itu agar kembali di sisinya.

”Lain kali, kalau gue ngajak lo keluar, itu artinya emang cuman lo yang gue ajak. Berdua, pacaran, gak bareng-bareng apalagi yang bisa bikin kita berantem gara-gara gue kesel sama lo. Oke?”

”Lo beneran gak suka ya?” tanya Lia mendongak, menunjukkan jelas nada bersalah. ”Sorry, harusnya gue izin dulu waktu ajak yang lain.”

Kepala Hessa bergerak mengangguk pelan, semakin menarik bahu Lia agar mendekat ke tubuhnya sembari membawa tubuh kecil itu berjalan pelan. ”Lain kali jangan lupa komunikasi, lo sendiri kan yang minta?”

Taddy Bear [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang