01. Boneka Teddy Bear yang Baru Terpasang

216 30 19
                                    

"But, he fell first and he fell harder too."

=======

Lia termenung tanpa sadar begitu kakinya berhasil melangkah memasuki pintu putih tunggal yang sudah lama tidak ia kunjungi. Mata lebar gadis itu segera fokus pada satu objek yang berada tepat di sisi layar komputer game yang terbuka. Sebuah boneka beruang yang rasanya tidak asing pada ingatannya.

Tangan gadis itu yang mengerat pada tas slempang perlahan turun lebih santai, mengerjap pelan memastikan setiap gambar yang kini ditangkap oleh retina matanya tidak salah. Tunggu dulu! Terakhir kali ia masuk ruangan ini baru kisaran sebulan yang lalu, dan seharunya tidak ada sama sekali benda selucu itu di sini.

Kaki gadis itu dengan cepat mendekat, menyahut benda yang hampir hilang dari ingatannya. Warnanya tampak lebih tua daripada apa yang Lia ingat, dengan bagian mata dan mulut yang terlihat baru. Di kedua sisi lengannya terdapat bekas jahitan dengan warna benang ungu, benar-benar kontras.

Kapan pemuda itu jadi bisa menjahit?

Suara derit pintu yang terbuka membuat Lia menoleh, memandang fokus pada pintu kaca buram di salah satu sisi ruangan. Suara gumaman berat menyanyikan sebuah lagu menyusul untuk memasuki indra pendengaran gadis itu, dilanjutkan dengan bayang-bayang punggung lebar seseorang.

"Kuingin dia yang sempurna, untuk diriku yang-astaga!" Tubuh jangkung itu terlonjak begitu membalikan tubuh, tersentak ke belakang dengan tangan yang masih mengusapkan handuk kecil pada rambut. "Anjir! Gue kirain siapa!"

"Tadi pintunya gak ditutup."

Hessa menoleh ke arah pintu kamarnya, memandang Lia dan benda itu bergantian sebelum benar-benar menyadarkan diri terhadap sosok di hadapannya. Mata sipit dengan bola mata besar pemuda itu membulat, kembali memandang terkejut ke arah gadis di depan sana.

"Lo harusnya gak masuk anjir! Gimana kalau gue keluar dari kamar mandi telanjang?" cerca pemuda itu berubah tajam. "Gimana kalau gue lagi gak pakai apa-apa? Gimana-"

"Tante Selena yang nyuruh gue buat masuk."

"Ya Mama gak tau gue lagi mandi," balas pemuda itu masih dengan nada jengkel, "lagian lo ke sini kenapa gak ngabarin dulu?"

Lia menjatuhkan pandangan sinis pada pemuda yang sudah tampak segar dengan kaos putih dan celana kain selutut itu. Walaupun sudah terhitung hampir dua minggu keduanya menjalin hubungan dengan status lebih dari teman, belum pernah sedikit pun Lia merasakan perbedaan antara status sahabat dan pacar dalam interaksi mereka. Selain Hessa yang jauh lebih blak-blakan dalam mengekspresikan kedekatan mereka, tak ada lagi hal istimewa yang lain.

"Ke sini sama siapa tadi?"

Suara serak berat pemuda itu jauh terdengar lebih santai, kaki panjangnya ikut bergerak maju dengan tangan yang kembali mengusap-ngusap mengeringkan ujung kepala. Wajah tampannya masih terlihat sedikit bengkak entah karena baru bangun tidur atau hal lain.

"Dianterin Kak Virgo," jawabnya menyebut sang kakak ipar, "gue juga mau pindahan ke sini lagi, gak betah di rumah Kak Virgo."

Sebelah alis tebal pemuda itu terangkat. "Belum ada dua minggu lo pindah ke sana."

"Gak betah, Sa," ujar gadis itu berubah tak santai, "gak betah ya gak betah sih."

Suara kekehan hangat terdengar memenuhi ruangan. "Pindah kapan?"

"Belum tau, nunggu Kak Lenny dapet orang buat ngawasin gue," jawab gadis itu tak menunjukkan wajah senang sama sekali, "dia pas tau gue jadian sama lo, makin gak percaya kalau gue bisa jaga diri sendiri."

Taddy Bear [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang