42. Perasaan dari Sosok Figuran

119 22 7
                                    

Jumat yang biasa dengan segala urusan ekskul dan berbagai kegiatan di luar jam pembelajaran. Lia masih berdiri bersandar pada tembok di depan Ruang OSN. Sebelah tangan gadis itu masih memegangi kertas erat, dengan tangan yang bergulir pada brosur yang baru saja dishare untuk anak-anak olimpiade.

Gadis itu tampak mengerutkan alis pada awalnya, memfokuskan pandangan pada instruksi yang tertera di layar ponsel. Sudah sejak setengah jam yang lalu ia berdiri di sini, hanya berdiri tanpa menanti apapun.

”Lia.”

Suara itu pelan, parau, dan kecil. Lia hampir tak mendengarnya kalau seandaikan matanya tak sengaja sosok bayang-bayang seorang gadis dengan tubuh lumayan gempal. Kepala Lia secara perlahan mendongak, menunjukkan ekspresi heran sebelum melebarkan bibirnya ramah.

”Eh, Ra, baru selesai rapat?”

Tiara, Sekertaris OSIS yang mengenal Lia karena ia Ketua Kelas daei XI-IPA5 sekaligus teman dari Ketua OSIS tahun ini. Tiara punya tinggi lebih mungil dari Lia, mungkin setara Senya. Rambutnya panjang, mungkin bisa melebihi punggung kalau saja tidak memiliki model bergelombang.

Gadis dengan wajah oval sempurna itu mengangguk. ”Masih belum selesai?”

”Udah kok, emang sengaja di sini aja,” jawab Lia menipiskan bibir.

Bentuk dagu kecil dan agak naik dengan bibir sedikit tebal dan mata gadis itu yang melebar naik memberikan kesan dingin tersendiri. Namun apabila kedua sudut bibirnya ditarik, Tiara lebih terlihat seperti matahari dengan senyum cerah dan persis anak kecil.

Tiara mengangguk pelan, menarik bibir walau tak sampai menunjukkan gusinya yang tampak semakin menambah kesan manis apabila gadis itu tersenyum. Lia balas mengangguk, canggung juga karena sebelumnya mereka hanya sekedar mengenal dan tidak punya interaksi berlebihan.

”Mau ke kelas ya, Ra?” tanya Lia kembali membawa obrolan, terlihat tak nyaman jika hanya berdiri saling berhadapan dan melempar senyum layaknya orang bodoh.

Gadis itu mengangguk. ”Lagi nungguin temen, biar ada barengan naik ke tangga.”

”Mau gue temenin?”

”Eh?” Tiara tampak terkejut. ”Lo kalau lewat tangga sini bukannya muter ya ke kelas?”

”Enggak sih, sama aja, gaya sama usahanya tetep sama aja,” jawab Lia ringan, ”gue kalau lewat tangga yang di sana juga harus jalan dulu kan, jadi sama aja. Mau?”

Ada dua tangga untuk menuju gedung di lantai dua tempat kelas mereka berjajar. Biasanya tangga kiri digunakan oleh IPA5, IPS1, dan IPS2 yang memang lebih dekat dengan akses bagian kiri  dan tangga kanan digunakan IPS3, IPS4, dan IPS5. Selebihnya, ruang-ruang di atas hanya digunakan sebagai kelas kosong dan kamar mandi. Tidak seperti di bawah yang memiliki akses langsung ke perpustakaan, UKS, Ruang ganti, dan beberapa ruang ekskul OSN untuk kelas XI.

”Gak usah deh, Ya. Gue nunggu sini aja.”

Bibir Tiara melebar, kali ini menunjukkan deretan gigi rapinya dan gusi beserta mata yang melengkung turun. Lia mengangguk paham, tak berniat memaksa juga.

”Oh iya, Ya,” lanjut Tiara cepat, ”hm, gue boleh tanya sesuatu?”

”Boleh,” balas Lia masih tersenyum tipis, ”tanya aja  kalau bisa gue jawab, gue jawab.”

”Kalau gue ngomong sesuatu tentang Hessa, lo marah gak?”

Sebelah alis Lia terangkat, bibirnya perlahan mengendur digantikan garis wajah gadis itu yang terlihat sedikit angkuh. Tapi tiga detik berikutnya, senyum Lia kembali muncul dengan kedua bahu terangkat. ”Ngomong aja, Ra. Kalau mau ngomong langsung sama orangnya-”

Taddy Bear [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang