24. Hanya seputar Basket

115 25 4
                                    

Hessa datang pagi-pagi buta, masuk ke kamar Lia untuk mengusik tidur gadis itu yang masih nyenyak. Mereka tak benar-benar bertemu selama beberapa hari terakhir ini karena pemuda itu yang harus mengejar ketertinggalan latihan basketnya. Pagi pemuda itu sudah di sekolah, bermain basket, pulang sekolah melakukan hal yang sama lagi sampai malam. Rasa-rasanya sampai muak melihat tinggi tegap Hessa berada di tengah lapangan.

”Ya, bangun!” Pemuda itu meloncat ke kasur keras, membuat tubuh Lia terpantul kecil. ”Ayo berangkat!”

Lia yang semula berusaha mengabaikan segala tingkah pemuda itu jadi berdecak, membuka kelopak matanya malas dan kesal. ”Kompetisi dimulai jam delapan, lo ngapain jam enem sampai sini?” tanya gadis itu gemas dengan suara serak khas bangun tidur.

”Gue masih harus evaluasi.”

”Ya udah evaluasi tinggal evaluasi sih, ngapain juga lo mampir?”

Wajah ceria Hessa berubah dengan ekspresi sebal layaknya anak kecil dengan tubuh kembali bergerak tak santai di atas kasur. ”Gue mau lo temenin, ayok!”

”Gue gak mau nemenin!” Lia menyentak keras, menepis tangan Hessa yang coba meraih pergelangan tanganny. ”Gue ngantuk, Sa. Lo gak lihat mata gue masih mau merem apa?” tanyanya berubah memelas.

”Nanti tidur di tribun.”

”Gila lo?” tanya gadis itu sinis. ”Udah lah, lo mending buruan berangkat deh, jangan ganggu gue dulu.”

”Lo gak kangen sama gue?”

Pertanyaan itu hampir membuat Lia mengumpat pelan. Setelah kejadian tidur bersama di rumah pemuda itu, keduanya jadi benar-benar canggung. Atau hanya Lia yang merasa seperti itu karena ia terus menghidar selama beberapa hari setelahnya. Tangan kanan Hessa yang tak dapat digunakan berkendara juga membuat pemuda itu tak bisa ke mari, sedangkan di sekolah pemuda itu harus terpaksa membatasi interaksi dengan Lia karena Lia yang tak begitu suka jadi pusat perhatian semua orang hanya karena bersama Hessa.

Tidak selesai sampai di sana, setelah Hessa sembuh pemuda itu harus fokus pada latihan bola basket dan membiasakan fisiknya kembali pada waktu pertandingan basket sehingga waktunya hanya bisa digunakan untuk tidur. Selama seminggu ini, keduanya tak terlibat interaksi apapun membuat Lia tanpa sadar merasa dikhianati.

Pemuda itu baru saja mendapatkan first kiss-nya lalu tiba-tiba menghilang. Yah, walau Lia akui ia yang salah di sini.

”Pergi, Sa! Gue mau tidur!”

”Gak mau, Ya!” Hessa menggeleng cepat, mencondongkan tubuh membuat kepalanya menubruk sisi perut Lia yang masih berbaring. ”Ayo bangun, kita jogging.”

Lia bergerak berusaha mendorong kepala Lia di samping perutnya, merasa geli tapi juga kesal. ”Gak mau anjir! Gue gampang capek, Sa.”

”Nanti gue gendong.”

Pemuda itu memang sudah mengenakan kaos abu-abu dengan celana jogger olahraga berwarna senada, khas orang akan melakukan aktivitas olahraga. Sedangkan Lia, masih dengan piyama pendeknya yang berwarna orange dan wajah bangun tidur terlihat seperti remaja lansia yang memiliki masalah pada punggungnya.

”Sa, lo pergi atau gue aduin ke Kak Leny!” ancam Lia bergerak menyingkir dari ranjang untuk berdiri.

Wajah Hessa jauh terlihat lebih songong tak takut. ”Aduin apa?”

”Aduin kalau lo gangguin gue lah.”

”Dih, malah Kak Leny yang nyuruh gue ngajak lo jogging.”

”Gue aduin kalau lo udah nyium gue,“ kata gadis itu cepat mengangkat tangan menunjuk Hessa tak santai, ”keluar gak?”

Taddy Bear [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang