Jeiden GHS
Ya, jangan panik ya.
Jeiden GHS
Hessa jatuh dari motor.
Jeiden
Share loc.
Itu pukul 22.37 WIB, hampir tengah malam. Lia yang semula sudah duduk tenang di kasurnya, bersandar pada punggung ranjang sembari membaca novel series lama yang baru-baru ini menarik perhatiannya harus bergerak, menjangkau ponsel di meja. Ini malam Minggu dan seharusnya tidak ada pemberitahuan dari bimbel maupun guru karena itu terbilang benar-benar menyalahi manners.
Gadis itu yang sudah bersiap tidur dengan piyama biru gelap jadi segera melompat turun dari kasur. Wajahnya yang baru saja ia bersihkan memiyas begitu tangannya menekan tempat yang Jeiden kirim, rumah sakit di area dekat Jakarta Utara. Lia melempar novelnya tanpa sadar, menyahut dompetnya di atas meja sebelum bergerak keluar.
Ia menekan tombol panggilan beberapa kali ke nomor Jeiden, berusaha memastikan. Tapi tidak ada balasan sama sekali. Bibirnya terus bergumam menenangkan diri walaupun pikirannya sudah kacau. Tangan gadis itu yang membuka aplikasi taksi online bergetar, membuat dirinya tak fokus sampai beberapa kali hampir oleng dari tangga.
Tidak mungkin ia membangunkan supir di jam istirahat hanya untuk mengirimnya ke tempat yang tidak bisa dibilang dekat. Butuh waktu lebih dari satu jam ke sana, dengan nomor Hessa dan Jeiden yang tidak bisa dihubungi. Gadis itu membuang nafas berkali-kali, menyakinkan diri bahwa Hessa baik-baik saja.
Setelah mobil yang ia tumpangi berhenti di tempat tujuan, kakinya dengan cepat turun. Berlari sekuat tenaga ke dalam rumah sakit. Tidak sulit menemukan Jeiden yang masih berdiri di dekat ruang administrasi, duduk di sana bersama pemuda lain yang juga Lia kenal.
"Jei!" panggil Lia sedikit keras panik lebih dulu.
Dua pemuda itu bergerak menoleh bersamaan. Ikut bangun menghampiri Lia yang kini sibuk menetralkan nafasnya. Pasokan udaranya seolah putus, namun gadis itu masih dapat mencium bau khas obat-obatan.
"Naik apa Ya ke sini?" Sosok lain dengan hoodie mint lebih dulu bertanya, mencoba mengisi kekosongan.
"Hessa gimana?" tanya Lia cepat setelah mengembalikan kesadarannya. "Gak papa kan?"
"Gak papa sih kayaknya," gumam Jeiden tak yakin sendiri, "tadi jatuh doang dari motor."
Nathan berdecak, cukup kesal dengan jawaban itu. "Gak lecet kok, cuman ngecek ada yang cedera atau enggak."
"Kalian udah ngabarin orang tuanya?"
"Hessa bilang orang tuanya lagi ke Bandung," jawab Jeiden bingung, "gue gak tau mau ngabarin siapa makannya ngabarin lo."
Wajah khawatir Lia berubah sangat kesal karena Jeiden dan Nathan tak menunjukkan raut serius sama sekali. Nathan masih menunjukkan wajah datar dengan ekspresi tak berarti, sedangkan Jeiden justru terkesan linglung dan bingung sendiri.
"Jatuh gimana sih?"
"Oleng, Ya," kata Jeiden lagi, "waktu nanjak oleng."
"Balapan, Ya," sahut Nathan membenarkan, "tiba-tiba motornya oleng."
Jeiden menepuk keras bahu Nathan membuat suara rintihan dan umpatan terdengar tertahan. Mata tajam kedua pemuda itu saling tabrak, tak peduli dengan sosok Lia yang sudah memiyas tak habis pikir.
"Lo ngapain ngasih tau anjir?" protes Jeiden kesal.
"Gue udah bilang gak usah ngabarin siapa-siapa, ngapain lo ngabarin Lia?" balas Nathan tak kalah jengkel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taddy Bear [Belum Revisi]
FanfictionHessa & Lia from Win Crown Lebih baik baca Win Crown dulu, tapi kalau mau langsung baca ini juga gak papa :) Rated: 17+ . . . . . Disclaimer: Cerita ini mungkin akan berjalan sangat flat. Hidup Elia Neiva Palmyra memang tak bisa dikatakan hanya terd...