Teddy Bear (38)

119 25 4
                                    

Bukan rahasia lagi apabila Senin malam biasanya Lia tidak memiliki agenda apapun. Gadis itu akan menjauhkan diri dari segala hal mulai dari belajar dan bimbel jika otaknya tengah waras. Bagi Lia, Senin malam masih menjadi bagian dari hari Minggu yang seharusnya digunakan hanya untuk mengumpulkan niat dan belum saatnya mengerjakan sesuatu.

Tapi terkadang juga ada beberapa hal yang tidak bisa Lia ubah seperti jadwal OSN yang maju secara tiba-tiba seperti OSN Fisika tadi siang atau jadwal bimbelnya yang kadang tak kalah berantakan. Selain kedua hal itu, Senin malam ini Lia juga harus dihadapkan fakta tak menyenangkan jika hampir seluruh tubuhnya memiliki tanda kemerahan akibat mengonsumsi kacang secara tidak sengaja.

Walaupun sudah berhasil menyembunyikan diri dari Arina dan Chacha dengan bantuan Hessa, tapi berikutnya Lia harus menyesal karena tak dapat menyembunyikan diri dari Hessa. Setelah turun dari mobil yang Hessa pesan, Lia berlari cepat menuju kamar. Membungkus tubuhnya sendiri dengan selimut mencoba menghindari Hessa.

"Ya, butuh-"

Suara Hessa terhenti tepat setelah matanya menangkap hanya ada gundukan selimut di atas ranjang. Dengan membawa nampan berisi baskom air dingin beserta kain kompress dari bawah, kaki Hessa mulai melangkah masuk mendekat ke sisi ranjang.

"Buka selimutnya, dikompress dulu pakai air dingin biar kulitnya gak panas," bujuk Hessa pelan.

Lia dari balik selimut menggeleng kencang. "Lo pulang, gue bisa sendiri."

"Gue lihat dulu punggung lo."

"Gak mau," kukuh Lia semakin mengeratkan selimut ke tubuhnya yang kembali terasa gatal, "gue jelek banget, Sa. Muka gue udah keliatan merah semua."

"Gue berkali-kali lihat muka lo merah waktu nangis, Ya," kata Hessa pelan, sedikit berusaha membuka selimut Lia, "lagian mau gimana pun lo tetep cantik."

"Gak mau," rengek Lia pelan, "wajah gue bengkak, mending minta Bibik ke sini aja."

"Pembantu udah pada balik ke rumah belakang, Kak Leny sama Bang Virgo belum keliatan pulang. Tadi lo diajak pulang ke rumah gue aja gak mau, ada Mama sama Yessa yang bisa bantuin olesin salep kan harusnya."

"Nanti lo bisa kena omel Tante Selena kalau tau gue kayak gini pulang bareng lo."

Ada tiga rumah di kawasan rumah besar ini, satu sebagai rumah utama yang ditempati Lia, satu lagi di sisi depan dekat dengan pagar untuk supir, satpan, dan tukang kebun, serta satu lagi di bagian belakang yang jadi tempat hunian untuk pembantu perempuan. Benar-benar seperti rumah seorang putri. Lia sudah izin menginap di rumah Arina pada pembantu, sedangkan kedua manusia lain yang menghuni rumah ini juga sama-sama sibuk bekerja dan terkadang pulang larut malam, jadi tidak heran jika seluruh pembantu telah meninggalkan rumah utama untuk kembali ke hunian di bagian belakang.

"Ya udah kalau gitu biarin gue bantuin obatin ruamnya," kata Hessa dengan senyum kecil, merasa lucu pada nada suara Lia yang membentak layaknya anak kecil.

"Lo sambil tutup mata," ujar Lia memberikan syarat, "gue jelek banget, Sa, sumpah."

"Ruam doang gak bakal bikin muka lo berubah 180° Lia, palingan merah-merah doang kayak orang nangis."

"Bengkak."

"Gue udah pernah lihat wajah bengkak lo waktu bangun tidur."

Suara decakan terdengar dengan gerakan yang membuat selimut perlahan terbuka. Wajah Lia melongok lucu, mengerjap dengan mata bulat yang terkesan lebih sipit akibat warna merah layaknya blush on di bagian bawah matanya. Tidak seperti di leher yang tampak jelas menunjukkan warna merah lecet, wajah Lia hanya dihiasi okeh tanda-tanda merah muda samar di beberapa tempat membuat wajah gadis itu terlihat sedikit berantakan.

Taddy Bear [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang