Teddy Bear (37)

116 22 3
                                    

Arina

Sa? Di mana?

Arina

Lia kulitnya tiba-tiba ruam semua.

Arina

Anaknya gak mau keluar dari kamar mandi.

Arina

Gue takut banget, ueueue.

Hessa baru saja mengambil jersey basket dari tas olahraganya ketika notifikasi itu muncul. Suara ramai mulai terdengar di bagian tengah gor, didominasi oleh anak-anak basket GHS yang punya jadwal latihan rutin setiap dua minggu sekali untuk bermain di luar lapangan sekolah. Belum ada dua jam sejak Hessa mengantarkan Lia ke rumah Arina karena gadis itu yang bilang akan menginap di sana, bersama Chacha untuk menemani Arina yang tengah sendirian.

"Sa, habis ganti langsung pimpin adik kelas-"

"Gue cabut, Jei," sahut Hessa cepat, dengan gerakan terburu kembali memasukkan jerseynya ke dalam tas, "suruh Soni aja!"

Jeiden menoleh ingin mengomel, tapi pemuda itu lebih dulu dibuat terkejut karena tubuh Hessa sudah berlalu, berlari ke arah pintu gor yang baru saja mereka lewati tadi. Pemuda itu menganga, heran juga kagum karena kecepatan Hessa terlihat seperti baru saja melihat setan.

"Woi, baru juga dateng," teriak Jeiden kencang membuat beberapa anak menoleh, "Sa, tas lo."

"Nanti gue balik."

Itu teriakan terakhir Hessa sebelum benar-benar menghilang dari balik pintu gor. Walaupun dengan nafas tersengal akibat berlari, tubuh cowok itu dengan gerakan masih cepat segera menaik gas motor menuju rumah yang dua jam lalu juga ia datangi.

Jantung pemuda itu rasanya dipompa dua kali lebih cepat selama perjalanan, dengan perasaan kalut tidak karuan. Sekilas, ia bisa berpikir bahwa mungkin Lia hanya salah makan atau mengalami alergi kecil. Tapi pemikiran itu entah kenapa hilang, digantikan dengan rasa khawatir berlebihan yang tak dapat ia kontrol.

Bagaimana bisa gadis itu sampai salah makan di saat Lia adalah orang paling hati-hati yang pernah Hessa kenal?

"Rin! Cha!"

Setelah memarkirkan motor sembarang pada halaman di rumah dua tingkat minimalis milik Arina, Hessa tak dapat menahan diri untuk tak menggedor pintu secara kasar. Hanya butuh waktu beberapa detik sampai akhirnya benda berwarna cokelat itu terbuka, menunjukkan dua gadis Chinese yang juga terlihat tak kalah kalang kabut.

"Lia?" tanya Hessa menuntut. "Di mana?"

"Kamar gue." Tubuh Arina segera menyingkir, berjalan lebih dulu memandu Hessa yang sudah panik.

"Kok bisa tiba-tiba ruam?"

Hessa tak dapat mengontrol suaranya yang terdengar seolah membentak pada Chacha di bagian belakang, membuat gadis dengan rambut hitam legam dan kulit seputih susu itu tersentak hampir terjatuh dari tangga. Kulit wajah Chacha ikut memerah, dengan bibir bawah bergetar terlihat kikuk dan bersalah di satu waktu.

"Tadi kita ajakin makan di pinggir jalan," jawab gadis itu mencicit kecil, kehilangan suara tingginya.

"Makan apa?"

"Banyak lah," sahut Chacha tanpa sadar jadi ikut membentak, "tiba-tiba waktu pulang Lia udah ngeluh gatel, terus merah-merah, dia gak mau keluar dari kamar mandi."

"Udah coba dibujuk, Sa, tapi anaknya kukuh bilang gak papa gak papa terus," selak Arina ikut membela diri, merasa disalahkan juga mendengar nada bicara Hessa, "udah gue tawarin buat gue anter pulang tapi dia gak mau."

Taddy Bear [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang