39

3.4K 568 27
                                    

_39_

"Tuan Kang meminta bertemu, boleh aku pergi?" tanya Jaemin pada Sterne yang saat itu datang ke dorm bersama Carnelian dan Jisung, mereka datang setelah mengatakan jika Jeno baru berbuat hal gila.

"Ingin bertemu dengannya?" tanya Sterne.

"Ne, aku ingin tahu apa yang akan dia bicarakan padaku, terlebih aku akan memberinya satu atau dua pukulan padanya." Sterne menatap sang putra.

"Kau yakin? Bawa kakakmu untuk jaga-jaga." Jaemin menggeleng.

"Aku yakin dia tak akan senang jika aku datang membawa orang lain." Tutur Jaemin.

"Maksudmu?" Jaemin tersenyum.

"Paman, ingin bertemu denganku."

***

Tuan Kang duduk di ruang tunggu Orien Company, seorang diri, wajahnya penuh keringat dan ada beberapa luka. Jaemin, yang dalam penyamaran, melihat itu.

"Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan? Mengapa harus bertemu di sini? Kau bukan pegawaiku lagi." ujar Jaemin dingin, pegawai yang ada di sekitar sana membungkuk lalu pergi.

"Ada apa? Waktuku tak banyak." Tuan Kang nampak gugup.

"Tuan Muda, saya hanya ingin tahu kabar Anda." Jaemin terkekeh, dia duduk di depan Tuan Kang.

"Wah aku terharu, baru kali ini aku tahu seorang pengkhianat bertanya kabar pada orang yang sudah ia tusuk diam-diam." cibir Jaemin.

"Kau ingin bertanya atas kejadian yang terjadi padaku tadi? Bisa-bisanya kau mengirim orang untuk menyerangku! Kau tidak tahu jika ada orang lain bersamaku?! Kau nyaris membunuh orang-orang tidak bersalah, dimana orang-orang itu adalah anggota dari salah satu grup besar di Korea." Jaemin, meski masih tertutup masker, menatap nyalang pada Tuan Kang.

"Saya tidak tahu maksud Anda, saya tidak pernah mengirim orang." Jaemin terkekeh.

"Pandai sekali aktingmu, eh? Lanjutkan saja bertindak seperti ini, sekarang, katakan padaku apa yang kau inginkan, eh?" tanya Jaemin.

"Ada seorang pembisnis yang ingin bertemu dengan Anda, dia ingin bekerja sama dengan Orien Company." Jaemin terkekeh.

"Pembisnis bodoh mana yang ingin bertemu denganku eh? Seharusnya dia tahu Orien Company dalam masalah, apa dia mau ambil resiko eh?" tanya Jaemin dingin.

"Tapi beliau memaksa ingin bertemu dengan Anda." Jaemin berdecak.

"Harus jam sekarang? Ini adalah jam istirahatku, aku tidak terima saat jam istirahatku diusik. Aku tidak peduli jika dia mengamuk, salah sendiri ingin bertemu tanpa janji temu. Katakan padanya, jika memang ingin bertemu denganku, buat janji temu besok, dan siapkan tempatnya, aku tidak mau repot, karena dia yang meminta bertemu, jadi dia yang menyiapkan tempatnya, paham?" Tuan Kang mengangguk.

"Baik, saya mengerti." Jaemin mengangguk.

"Aku pergi, dan obati luka di wajahmu itu." Jaemin bangun dari duduknya dan berjalan keluar dari ruang tunggu.

***

"Bocah ini! Bisa tidak kalau pergi pamit dulu? daddy kan sudah memintamu membawa satu dari kami, kenapa kau malah pergi sendiri?" tanya Johnny, dia benar-benar takut jika sang adik tidak kembali padanya. Johnny benar-benar trauma jika ada yang pergi tanpa sepengetahuannya, meski sudah izin sang daddy sekalipun.

"Maafkan aku, tidak lagi aku ulangi, ne?" Jaemin mendekat dan menenangkan sang kakak tertua. Dia jadi merasa bersalah saat melihat hyungnya seperti ini karena dia pergi tanpa memberitahunya.

"Kau tak apa?" Jaemin mengangguk.

"Aku baik, lihat? Tidak ada luka, ini luka tadi saat aku dan Jeno menghabisi orang yang mengejar kami." Jawab Jaemin, Johnny menghembuskan nafas lega, dia menangkup pipi sang adik dan mengangguk kecil.

"Sana, pergilah istirahat." Jaemin mengangguk.

"Daddy dan mommy?" tanya Jaemin.

"Ada dengan Taeyong, Doyoung, dan Kun, oh benar, dengan Haechan juga. Sudah sana pergilah ke kamar, Jisung mencarimu." Jaemin mengangguk, dia segera melangkah masuk kamar, Johnny hanya bisa menatap punggung belakang sang adik.

"Hyung, gwaenchana?" Jaehyun mendekat dan bertanya pada sang kakak.

"Aku tidak tahu apa aku baik atau buruk, aku tidak tahu bagaimana menggambarkannya, saat kalian jauh dariku, rasa cemas langsung naik. Saat tidak melihat atau mendengar kabar dari kalian, aku tidak bisa tidur atau istirahat dengan baik, aku selalu kepikiran, aku baru bisa benar-benar tenang saat melihat kalian dengan mata kepalaku sendiri. Apa aku berlebihan?" Jaehyun menggeleng.

"Aku rasa wajar untukmu karena kau sempat kehilangan kami apalagi dalam insiden besar, dimana hanya kau yang ingat dengan jelas semua insiden itu, aku sendiri tak terlalu ingat, mengingat nama kalian saja butuh waktu lama, aku tak ingat wajah kalian dengan baik." Jaehyun menatap hyungnya tersebut, "Maaf tak membantu banyak." Johnny geleng kepala.

"Kembalilah ke kamar, tolong cek Jungwoo, aku ke tempat mommy." Jaehyun mengangguk, Johnny pun pergi dari sisi sang adik untuk ke halaman belakang dimana orang tuanya berada. Jaehyun menatap punggung lebar yang semakin menjauh itu dalam diam.

"Seberapa besar rasa kesepian yang kau tanggung selama ini? Mencari kami seorang diri saat kita semua tidak bisa mengenali satu sama lain?"

***

"Bocah banyak gaya! Baiklah, kita ikuti saja permainannya, buat janji temu dengannya jam dua siang, tempatnya di hotel 'S', kau mengerti?" Tuan Kang mengangguk paham.

"Saya mengerti." Tuan Kang langsung pergi untuk menghbungi Jaemin. Sedangkan Adolfo duduk dan menatap ke arah jendela besar di depannya.

"Tuan, apa Anda sudah dengar kabar jika kasus kecelakaan Tuan Na kembali dibuka?" Mario bertanya pada Adolfo.

"Aku sudah dengar." Jawab pria Lawrance tersebut.

"Lombardi mengurus semuanya untukku." Lanjutnya.

"Tuan, tapi yang jadi tersangka adalah petinggi Na, apa mereka memiliki hubungan dengan Anda?" tanya Mario.

"Benar, aku yang meminta mereka, jadi saat aku tiba di Korea, aku memang merencanakan semuanya untuk mencelakai Na, tetapi saat itu aku tidak mau mengotori tanganku, aku meminta orang-orang itu, yang tidak menyukai Na dan ingin melengserkannya, aku meminta mereka yang mencelakai Na, atas perintahku. Begitu jelasnya." Mario mengangguk paham.

"Kenapa kau sangat penasaran akan kasus tersebut?" tanya Adolfo.

"Saya penasaran, siapa tahu saya bisa membantu Anda membereskan untuk menutup kasusnya." Adolfo menggeleng.

"Tak perlu, Lombardi sudah mengurusnya untukku." Jawab Adolfo.

"Baik, saya mengerti." Tangan Mario bergerak cepat menyentuh kerahnya sendiri.

"Tuan, apa bisa ganti butik yang meyiapkan jas dan kemeja kita? Saya kurang nyaman dengan jas ini, juga beberapa pegawai merasa tak nyaman, namun tak berani berucap langsung pada Anda." Ujar Mario.

"Sebenarnya aku memang ada niat ganti rumah butik, aku juga kurang nyaman dengan celana juga beberapa kemeja. Buat list butik yang bisa kita temui dan bawakan padaku besok." Mario mengangguk dan pamit undur diri.

***

"Sudah saya sampaikan sesuai dengan rencana yang Anda susun. Kebetulan sekali memang dia ingin mengganti butiknya, sehingga tidak membuatnya curiga saat saya menggerakkan banyak kerah jas dan mengusulkan untuk ganti butik."

"Bagus, susun sesuai keinginannya, jangan lupa buat alasan agar mereka bisa hanya memilih butik yang sudah kita siapkan."

"Saya mengerti."

"Bergerak dengan penuh hati-hati juga waspada. Setelah ini, semua akan benar-benar selesai."

"Saya mengerti."

***

_39_

[NCT] J SQUADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang